Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Periksa Pihak PT Daya Radar Haura, KPK Selisik Aliran Suap yang Diterima Bupati Bangkalan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelisik aliran uang yang diterima Bupati nonaktif Bangkalan R Abdul Latif Amin Imron.

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Periksa Pihak PT Daya Radar Haura, KPK Selisik Aliran Suap yang Diterima Bupati Bangkalan
Tribunnews.com/ Ilham Rian Pratama
Bupati nonaktif Bangkalan Abdul Latif Amin Imron saat mengenakan rompi oranye dan hendak ditahan KPK, Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (8/12/2022) dini hari. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelisik aliran uang yang diterima Bupati nonaktif Bangkalan R Abdul Latif Amin Imron.

Hal itu didalami lewat tiga orang saksi pada Senin (6/2/2023).

KPK menduga aliran uang itu berkaitan dengan kasus dugaan suap jual beli jabatan di Pemerintah Kabupaten Bangkalan.

"Ketiga saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan penggunaan aliran uang yang diterima tersangka RALAI (R Abdul Latif Amin Imron)," ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Selasa (7/2/2023).

Adapun ketiga saksi tersebut yakni Direktur PT Daya Radar Haura, Abdul Hafit; Komisaris PT Daya Radar Haura, Inta Afriluni; Komisaris PT Daya Radar Haura, Aji Alfarizi.

Baca juga: Kasus Suap Jual Beli Jabatan di Pemkab Bangkalan, KPK Periksa Kabag Protokoler dan Komunikasi

KPK diketahui telah menjerat enam tersangka kasus jual beli jabatan di Pemkab Bangkalan.

Berita Rekomendasi

Keenam tersangka itu yakni, Bupati Bangkalan, Abdul Latif Amin Imron; Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Aparatur, Agus Eka Leandy; Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, Wildan Yulianto; Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Achmad Mustaqim; Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Hosin Jamili; dan Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja, Salman Hidayat.

Keenam tersangka itu telah ditahan penyidik pada Kamis (8/12/2022) dini hari.

Abdul Latif Amin Imron ditahan di Rutan KPK pada gedung Merah Putih. Agus Eka Leandy; Wildan Yulianto; dan Achmad Mustaqim ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur.

Baca juga: KPK Telusuri Komunikasi Antara Sekda Bangkalan dengan Bupati Abdul Latif

Sementara Hosin Jamili dan Salman Hidayat ditahan di Rutan KPK pada Kavling C1 gedung ACLC.

Dalam konstruksi perkara, Abdul Latif Amin Imron pada periode 2019-2022 disebut membuka formasi seleksi pada beberapa posisi ditingkat Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) termasuk promosi jabatan untuk eselon 3 dan 4.

Melalui orang kepercayaannya, Abdul Latif meminta komitmen fee berupa uang pada setiap ASN yang berkeinginan untuk bisa dinyatakan terpilih dan lulus dalam seleksi jabatan tersebut.

"Adapun ASN yang mengajukan diri dan sepakat untuk memberikan sejumlah uang sehingga dipilih dan dinyatakan lulus oleh tersangka RALAI yaitu tersangka AEL, tersangka WY, tersangka AM, tersangka HJ, dan tersangka SH," kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam jumpa pers penahanan Abdul Latif Dkk.

Adapun besaran komitmen fee yang diberikan melalui orang kepercayaan Abdul Latif berfariasi.

Hal ini sesuai dengan posisi jabatan yang diinginkan.

"Untuk dugaan besaran nilai komitmen fee tersebut dipatok mulai dari Rp 50 juta sampai dengan Rp 150 juta yang teknis penyerahannya secara tunai melalui orang kepercayaan dari tersangka Abdul Latif," ujar Firli.

Abdul Latif selain itu juga diduga menerima sejumlah uang lantaran turut serta dan ikut campur dalam pengaturan beberapa proyek di seluruh Dinas di Pemkab Bangkalan.

"Dengan penentuan besaran fee sebesar 10 persen dari setiap nilai anggaran proyek," kata dia.

"Jumlah uang yang diduga telah diterima tersangka RALAI melalui orang kepercayaannya sejumlah sekitar Rp5,3 miliar. Sedangkan penggunaan uang-uang yang diterima tersangka RALAI tersebut diperuntukkan bagi keperluan pribadi, diantaranya untuk survey elektabilitas," ujar Firli.

Atas perbuatannya, Abdul Latif yang dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 65 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Sementara tersangka AEL, WY, AM,HJ, dan SH sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam pengusutan kasus ini, KPK telah menyita uang senilai Rp1,5 miliar. Uang yang disita itu nantinya akan dijadikan alat bukti tambahan untuk memperkuat bukti rasuah Abdul Latif.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas