Ini Alasan Kuasa Hukum Baiquni Wibowo Minta Majelis Hakim Bebaskan Kliennya
Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan akan menjatuhi putusan atau vonis terhadap terdakwa Baiquni Wibowo.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim kuasa hukum terdakwa Baiquni Wibowo telah meminta kepada majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan untuk membebaskan kliennya dalam perkara dugaan obstraction of justice (penghalangan penyidikan) kasus tewasnya Brigadir J.
Permohonan itu dilayangkan Kuasa Hukum Baiquni Wibowo, Junaidi Saibih, saat membacakan duplik atau respons atas replik jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang, Rabu (8/2/2023).
Dalam melayangkan permohonan, Junaidi membeberkan beberapa alasan kenapa kliennya harus dibebaskan.
Kata dia, salah satunya yakni karena peran Baiquni Wibowo yakni membuat perkara menjadi terang.
Hal itu didasari karena Baiquni Wibowo memiliki itikad baik dengan menyalin rekaman DVR CCTV di Komplek Polri sebelum laptop miliknya dipatahkan oleh Arif Rahman Arifin.
"Oleh karena itu dengan itikad baik terdakwa dan saksi Arif Rahman Arifin sepakat untuk membackup rekaman CCTV tersebut ke dalam harddisk milik terdakwa Baiquni Wibowo," kata Junaidi dalam persidangan.
Baca juga: Sidang Vonis Baiquni Wibowo dalam Perkara Tewasnya Brigadir J Digelar 24 Februari 2023
Dengan peran tersebut, maka Junaidi berkeyakinan, tindakan dari kliennya itu dapat dikategorikan sebagai alasan untuk melepasnya dari dakwaan.
Karena apa yang dilakukan oleh Baiquni Wibowo merupakan perintah dari Ferdy Sambo dan memiliki itikad baik.
"Secara hukum dapat dikualifikasikan sebagai alasan untuk melepaskan terdakwa Baiquni Wibowo dari segala tuntutan pidana dikarenakan melaksanakan perintah yang tidak sah dari Ferdy Sambo dengan itikad baik," tukas Junaidi.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan akan menjatuhi putusan atau vonis terhadap terdakwa Baiquni Wibowo atas perkara dugaan perintangan penyidikan atau obstraction of justice tewasnya Brigadir J.
Sidang tersebut rencana digelar pada Jumat 24 Februari 2023 mendatang.
"Saya kira selanjutnya agenda berikutnya vonis perkara ini dan untuk pembacaan vonis tersebut akan dibacakan pada Jumat, 24 Februari 2023," kata Ketua Majelis Hakim PN Jakarta Selatan Afrizal Hadi dalam persidangan, Rabu (8/2/2023).
Agenda sidang putusan itu dijadwalkan setelah seluruh proses persidangan terhadap terdakwa Baiquni Wibowo selesai dilaksanakan.
Kekinian, kubu Baiquni Wibowo membacakan duplik atau respons atas replik jaksa penuntut umum (JPU) terkait tuntutan 2 tahun penjara.
Di dalam dalam dupliknya, Kuasa Hukum Baiquni Wibowo, Junaidi Saibih memohon kepada majelis hakim PN Jakarta Selatan untuk dibebaskan dari segala hukuman.
"Membebaskan Terdakwa Baiquni Wibowo dari segala dakwaan yang diajukan oleh Penuntut Umum (vrijspaark) dan dari tahanan," kata Junaidi dalam ruang sidang utama PN Jakarta Selatan, Rabu (8/2/2023).
Mereka meyakini kalau kliennya itu, tidak bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan jaksa.
Permohonan ini juga senada pernah disampaikan Junaidi dalam sidang pembacaan nota pembelaan atau pleidoi terhadap Baiquni Wibowo.
"Menyatakan Saudara Terdakwa Baiquni Wibowo tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan saudara Penuntut Umum," kata Junaidi.
"Memulihkan nama baik, harkat, martabat, dan kedudukan terdakwa Baiquni Wibowo," sambungnya.
Tuntutan Jaksa
Dalam perkara perintangan penyidikan tewasnya Brigadir J, jaksa penuntut umum sudah menuntut enam terdakwa dengan pidana penjara dan juga denda.
Tuntutan terhadap enam terdakwa OOJ dibacakan dalam sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jumat (27/1/2023).
Keenam terdakwa itu merupakan mantan anggota Kepolisian Republik Indonesia (Polri), yaitu: Mantan Karo Paminal Div Propam, Hendra Kurniawan; Mantan Kaden A Ropaminal Divpropam, Agus Nurpatria; Mantan Wakaden B Biro Paminal Propam Polri, Arif Rachman Arifin, Mantan Staf Pribadi (Spri) Ferdy Sambo, Chuck Putranto; Mantan Kasubbagriksa Baggak Etika Rowabprof Divpropam, Baiquni Wibowo; dan Mantan Kasubnit I Subdit III Dittipidum Bareskrim, Irfan Widyanto.
Mereka telah dituntut hukuman penjara dengan durasi kurungan yang berbeda.
Untuk terdakwa Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria jaksa menuntut keduanya dengan tuntutan tertinggi dari terdakwa lain, yakni tiga tahun penjara.
Kemudian Chuck Putranto dan Baiquni Wibowo dituntut dua tahun penjara.
Sementara Arif Rachman Arifin dan Irfan Widyanto telah dituntut dengan pidana penjara terendah di antara para terdakwa OOJ, yakni satu tahun penjara.
Tuntutan penjara itu belum termasuk pengurangan masa penahanan yang telah dijalani mereka sebagai tersangka.
"Menjatuhkan kepada terdakwa dengan pidana penjara dikurangi masa tahanan dan perintah agar tetap ditahan," kata jaksa penuntut umum dalam persidangan, Jumat (27/1/2023).
Diketahui, para terdakwa telah menjadi tahanan sejak ditetapkan sebagai tersangka pada Agustus 2022 lalu.
Artinya, jika Majelis Hakim mengabulkan tuntutan JPU, maka hukuman penjara para terdakwa berkurang lima bulan.
Tak hanya hukuman penjara, para terdakwa OOJ juga dituntut untuk membayar denda puluhan juta rupiah.
Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria merupakan terdakwa yang dituntut membayar denda tertinggi, sebesar Rp 20 juta.
Sementara empat lainnya dituntut membayar denda Rp 10 juta.
Kemudian para terdakwa juga dituntut membayar biaya administrasi perkara sebesar Rp 5 ribu.
Dalam tuntutannya, tim JPU menyebut bahwa para terdakwa telah terbukti melakukan perbuatan melawan hukum yang menybabkan terganggunya sistem elektronik.
Oleh sebab itu, JPU memohon agar Majelis Hakim menetapkan bahwa para terdakwa bersalah dalam putusan nanti.
"Menuntut agar supaya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan turut serta melakukan perbuatan dengan sengaja tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindak apapun yang berakibat terganggunya sistem elektronik," ujar jaksa penuntut umum.
JPU pun telah menuntut para terdakwa berdasarkan dakwaan primer, yaitu Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Atas tuntutan tersebut, seluruh terdakwa bersama tim kuasa hukumnya telah melayangkan nota pembelaan atau pleidoi.
Sebagian besar dari mereka meminta kepada majelis hakim PN Jakarta Selatan untuk menjatuhkan putusan bebas dan memulihkan nama baiknya.