Ulasan Lengkap Kasus Ferdy Sambo Jelang Vonis, Kronologis Hingga Pembelaan Putri Candrawathi Cs
Proses hukum kasus pembunuhan Brigadir J akan memasuki tahap vonis. Berikut rangkuman kasus yang menjerat Ferdy Sambo, Putri, Ricky, Kuat, dan Eliezer
Penulis: Adi Suhendi
Lalu, Kuat Maruf diam-diam menutup pintu depan rumah dan menutup pintu balkon yang diduga sebagai persiapan sebelum mengeksekusi Brigadir J. Pasalnya, saat itu kondisi luar rumah masih dalam keadaan terang benderang.
"Kuat Maruf langsung menutup pintu rumah bagian depan dan naik ke lantai dua tanpa disuruh langsung menutup pintu balkon padahal saat itu kondisi matahari masih dalam keadaan terang benderang. Apalagi tugas menutup pintu itu bukan tugas keseharian Kuat Maruf melainkan tugas itu merupakan pekerjaan dari saksi Diryanto sebagai asisten rumah tangga," ungkap JPU.
Selanjutnya, Bharada E pun juga menyusul masuk ke kamar ajudan di lantai 2.
Di sana, Bharada E berdoa untuk meyakinkan kehendaknya untuk bisa mengeksekusi Brigadir J.
Di tempat lain, Brigadir J masih bersama Bripka RR di garasi rumah tersebut.
Bripka RR yang mengetahui rencana pembunuhan tersebut tidak memberitahukan kepada Brigadir J.
Padahal, saat itu merupakan kesempatan terakhir Bripka RR mengingatkan Brigadir J untuk pergi dari rumah dinas tersebut. Namun, dia memilih diam dan membiarkan rencana pembunuhan terus bergulir.
Kemudian pukul 17.08 WIB, Ferdy Sambo bersama dengan ajudannya Adzan Romer dan sopir pribadi Prayogi Iktara berjalan dari rumah pribadi menuju rumah dinas di Duren Tiga.
Setibanya di sana, Ferdy Sambo pun langsung bergegas turun dari mobil.
Namun baru berjalan beberapa langkah, senjata api berjenis HS yang dibawanya tak sengaja terjatuh.
Saat itu, Adzan Romer sempat berupaya untuk membantu Sambo mengambil senjata tersebut.
Namun, hal itu dilarang dan Sambo memilih mengambil senjata api tersebut sendiri.
"Adzan Romer melihat terdakwa Ferdy Sambo sudah menggunakan sarung tangan hitam dan senjata api HS tersebut dimasukkan dalam kantong celana sebelah kanan terdakwa Ferdy Sambo," ungkap JPU.
Selanjutnya pada pukul 17.11 WIB, Ferdy Sambo pun masuk ke dalam rumah dan menemui Kuat Maruf di lantai satu. Saat itu, raut wajah Sambo telah dalam kondisi emosi dan marah.
"Watt! Dimana Ricky dan Yosua. Telpon!" seru Sambo.
Lalu, Bharada E yang mendengar teriakan Sambo langsung turun dari lantai 2.
Dia langsung diminta Sambo untuk mengokang senjatanya untuk bersiap mengeksekusi Brigadir J.
Pada pukul 17.12 WIB, Kuat Maruf yang telah mengetahui rencana Ferdy Sambo juga langsung menemui Bripka RR yang berada di luar.
Tujuannya, keduanya masuk ke dalam rumah untuk menemui Sambo.
Lalu, Bripka RR menghampiri Brigadir J untuk bisa masuk ke dalam rumah bersama.
Kemudian, Brigadir J pun menyanggupinya tanpa rasa curiga sedikitpun bahwa ternyata dirinya bakal dieksekusi.
"Atas penyampaian saksi Ricky Rizal Wibowo tersebut menyebabkan korban Nofriansyah Yosua Hutabarat tanpa sedikitpun merasa curiga berjalan masuk ke dalam rumah melewati garasi dan pintu dapur menuju ruang tengah dekat meja makan diikuti dan diawasi terus oleh saksi Ricky Rizal Wibowo dan saksi Kuat Ma'ruf," kata JPU.
Ferdy Sambo dan Brigadir J pun bertemu di meja makan.
Tanpa basa basi, Ferdy Sambo langsung memegang leher dan mendorong Brigadir J ke depan sehingga posisi Brigadir J tepat berada di depan tangga.
Saat kejadian ini, Putri Candrawathi berada di dalam kamar yang letaknya hanya 3 meter dari lokasi Brigadir J dieksekusi.
Sedangkan, Bripka RR masih berada di halaman rumah.
Lalu, Bharada E berada di samping Sambo dan Kuat Maruf berada di belakang Sambo dengan maksud berjaga-jaga dengan pisau jika Brigadir J melakukan perlawanan.
Setelah itu, Ferdy Sambo meminta kepada Brigadir J untuk jongkok di hadapan Ferdy Sambo.
Selanjutnya, Brigadir J yang kebingungan akhirnya jongkok sambil mengangkat tangan.
"Jongkok kamu!!," kata Sambo kepada Brigadir J.
"Ada apa ini?" jawab Brigadir J.
Selanjutnya, Ferdy Sambo memerintahkan agar Bharada E menembak Brigadir dengan berteriak dengan suara yang keras.
"Woy! kau tembak ! kau tembak cepat!! Cepat woy kau tembak!," kata Sambo kepada Bharada E.
Atas perintah Ferdy Sambo, Bharada E akhirnya menembak Brigadir J sebanyak tiga atau empat kali tembakan hingga korban terkapar penuh darah.
Namun, penembakan itu mengakibatkan sejumlah luka tembak masuk di tubuh Brigadir J. Di antaranya, dada sisi kanan, bahu kanan, bibir sisi kiri, dan lengan bawah kiri bagian belakang.
"Ferdy Sambo menghampiri Nofriansyah Yosua Hutabarat yang tergeletak di dekat tangga depan kamar mandi dalam keadaan tertelungkup masih bergerak-gerak kesakitan," ungkap Jaksa.
Lalu, Ferdy Sambo turut ikut menembak Brigadir J sebanyak satu kali untuk memastikan Brigadir J meninggal dunia.
Tembakan itu tepat mengenai di bagian kepala bagian belakang.
Kemudian, Ferdy Sambo pun langsung menembak ke arah dinding-dinding rumahnya.
Tujuannya, dia berusaha merekayasa kasus seolah-olah kematian Brigadir J akibat baku tembak dengan Bharada E.
Setelah itu, Ferdy Sambo pun keluar rumah dinas sekitar pukul 17.16 WIB dan berpapasan dengan ajudannya Adzan Romer.
Saat itu, Romer sedang berlari menuju ke dalam rumah karena mendengar adanya suara tembakan.
Lalu, Ferdy Sambo pun mulai menjalankan skenario dengan menyalahkan Adzan Romer karena tidak bisa menjaga istrinya hingga mengalami pelecehan seksual oleh Brigadir J.
Selanjutnya pada pukul 17.17 WIB, Putri Candrawathi dengan suatu alasan tertentu masih sempat berganti pakaian ketika masuk ke rumah dinas Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Awalnya, Putri Candrawathi berpakaian sweater warna coklat dan celana legging warna hitam. Namun ketika keluar dari rumah dinas, Putri sudah berganti pakaian model blus kemeja warna hijau garis-garis hitam dan celana pendek warna hijau garis-garis hitam.
"Lalu terdakwa Putri Candrawathi dengan tenang dan acuh tak acuh (cuek) pergi meninggalkan rumah dinas Duren Tiga No. 46," jelas JPU.
Dalam persidang Ferdy Sambo membantah soal peritah menembak kepada Bharada E.
Ferdy Sambo mengatakan saat itu ia hanya bilang 'Hajar'.
Tetapi Bharadae tetap pada pengakuannya bila perintah Ferdy Sambo adalah 'tembak'.
Tuntutan dan Pembelaan Para Terdakwa
1. Kuat Maruf
Kuat Maruf dituntut pidana penjara 8 tahun.
Hal-hal yang memberatkan Kuat Maruf adalah peruatannya mengakibatkan hilangnya nyawa korban Brigadir Yosua.
Kedua, terdakwa bersikap tidak kooperatif lantaran memberikan keterangan berbelit-belit.
Serta, tidak mengakui dan tidak menyesali perbuatan-perbuatannya dalam memberikan keterangan di depan persidangan.
"Akibat perbuatan Kuat Ma'ruf itu menimbulkan keresahan dan kegaduhan yang luas di masyarakat," ujar JPU.
Sementara hal yang meringankan terdakwa.
Pertama, Kuat Ma'ruf belum pernah dihukum.
Kedua, terdakwa juga berlaku sopan di persidangan.
Serta, terdakwa tidak memiliki motivasi pribadi dan hanya mengikuti kehendak jahat.
Menyikapi tuntutan, kubu Kuat Maruf menyatakan bahwa tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) soal motif pembunuhan Brigadir J karena perselingkuhan hanya imajinasi.
JPU sebelumnya menyatakan istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, berselingkuh dengan Brigadir J di Magelang, Jawa Tengah.
Namun Putri Candrawathi justru mengaku dilecehkan Brigadir J.
Hal itu disampaikan penasihat hukum Kuat, Irwan Irawan saat pembacaan nota pembelaan atau pledoi kliennya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN) Jaksel, Selasa (24/1/2023).
“Tuduhan perselingkuhan antara saksi Putri Candrawathi dan korban hanyalah imajinasi picisan (jaksa) penuntut umum,” kata Irwan.
Ia menjelaskan bahwa tuduhan perselingkuhan yang hanya didasari tes poligraf.
Hal tersebut justru bertentangan dengan keterangan Kuat Maruf dan Susi yang menemukan Putri tergeletak lemas setelah klaim adanya kekerasan seksual oleh Yosua.
“Dan tidak berdaya akibat tindakan kekerasan yang dilakukan oleh korban,” pungkasnya.
Sementara itu, Kuat Maruf mengaku dirinya bukanlah orang yang sadis, tega dan tidak punya hati.
Dia mengaku tak sampai hati membunuh Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
"Demi Allah saya bukan orang sadis tega dan tidak punya hati untuk ikut membunuh orang apalagi orang yang saya kenal baik dan pernah menolong saya," kata Kuat Maruf.
Kuat Maruf mengaku mengenal baik sosok Brigadir J selama bertugas bersama keluarga Ferdy Sambo.
Bahkan, dia masih mengenang kebaikan Brigadir J semasa hidupnya. Kuat Maruf bilang sempat tidak bekerja untuk Ferdy Sambo selama 2 tahun.
Saat itu, Yosua membantu Kuat Ma'ruf dengan membiayai sekolah anak Kuat.
"Bahkan saat saya 2 tahun tidak bekerja dengan bapak Ferdy Sambo, almarhum Yosua pernah bantu saya dengan rezekinya. Karena saat itu anak saya belum bayar sekolah," jelas Kuat Maruf.
Namun begitu, Kuat mengaku tetap berkomitmen menjalani persidangan yang sedang berjalan.
2. Ricky Rizal
Kemudian Bripka Ricky Rizal pun dituntut 8 tahun.
JPU menilai, peran ajudan Ferdy Sambo itu memuluskan niat jahat mantan atasannya.
Ricky Rizal berperan melakukan pengamanan senjata milik Brigadir Yosua.
Disebutkan JPU bahwa senjata api melekat pada masing-masing ajudan dan tidak boleh diamanakan satu sama lainnya.
Kedua, mengawasi pergerakan korban Yosua.
Hal yang memberatkan tuntutan Ricky Rizal, yaitu perbuatan terdakwa dinilai mengakibatkan hilangnya nyawa Brigadir J dan menimbulkan kesedihan mendalam bagi keluarga korban.
Kemudian Ricky dinilai berbelit-belit dan tidak mengakui perbuatannya dalam memberikan keterangan di persidangan.
Ketiga yang memberatkan tuntutan adalah perbuatan pidana Ricky Rizal dinilai tidak sepantasnya dilakukan dalam kehidupannya sebagai aparatur penegak hukum.
Kemudian, hal yang meringankan adalah Ricky Rizal masih berusia muda dan masih ada harapan untuk memperbaiki perilakunya.
Selain itu, Ricky Rizal sebagai tulang punggung keluarga dalam mencari nafkah.
Terakhir, Ricky Rizal dinilai memiliki anak-anak yang masih kecil dan membutuhkan bimbingan seorang ayah.
Menyikapi tuntuan jaksa, Ricky Rizal pun mememberikan pembelaan.
Dalam pembelaannya, Ricky Rizal menyampaikan permohonan maaf kepada keluarga almarhum Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J, Polri dan juga anak serta istrinya.
“Dalam kesempatan kali ini, izinkan saya untuk menyampaikan permohonan maaf saya kepada Keluarga almarhum Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat dan masyarakat karena dari awal tidak menyampaikan kejadian yang sebenarnya pada saat diperiksa oleh penyidik,” kata Ricky di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (24/1/2023).
Ia pun meminta maaf pula terhadap instansi Polri serta seluruh anggota Polri di mana pun ditugaskan.
Rikcy juga meminta maaf kepada sang ibu, istri dan putri-putrinya serta seluruh keluarga besarnya.
“Saya memohon maaf atas kejadian yang menimpa saya. Pasti ada dampak yang kalian terima baik secara langsung maupun tidak langsung. Maaf sudah membuat kalian cemas dan sedih,” ucap Ricky.
“Terima kasih atas segala doa dan dukungan tanpa batas dari kalian semua, sehingga membuat saya mampu melewati situasi yang sulit ini,” lanjut dia.
3. Ferdy Sambo
Ferdy Sambo dituntut seumur hidup.
Sambo dinilai sengaja dan melakukan perencanaan untuk menghilangkan nyawa orang lain.
JPU pun menilai tidak ada hal yang meringankan Ferdy Sambo dalam perkara ini.
Ferdy Sambo membacakan nota pembelaan dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (24/1/2023).
Judul pledoinya adalaj ‘Pembelaan yang Sia-sia’ atas kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Sambo masih menyatakan optimistis dirinya akan mendapat keadilan walaupun hanya setitik nadir.
"Tidak dapat dibayangkan saya dan keluarga terus menjalin kehidupan sebagai seorang manusia dan juga sebagai masyarakat dengan berbagai tuduhan keji yang melekat sepanjang hidup kami," kata Sambo di hadapan majelis hakim.
Sambo menyatakan dirinya tidak boleh berhenti menantikan keadilan meskipun sudah dalam kondisi amat terpuruk.
Menurutnya, harapan keadilan itu pada akhirnya akan bermuara pada kebijaksanaan majelis hakim dalam putusan vonisnya.
“Istri, keluarga khususnya anak-anak dengan penuh kasih dan kesabaran tidak pernah berhenti untuk menguatkan dan meyakinkan bahwa harapan di pengadilan masih ada walaupun hanya setitik saja," sebutnya.
Di naskah pledionya, Sambo juga menceritakan dirinya telah ditahan selama 165 hari dalam kasus pembunuhan Brigadir J.
Putri Candrawathi dituntut pidana penjara 8 tahun.
Hal yang memberatkan Putri Candrawathi adalah perbuatannya mengakibatkan hilangnya nyawa korban Yosua dan duka mendalam bagi keluarganya.
Kemudian Putri juga dinilai berbelit-belit dan tak mengakui perbuatannya sebagaimana keterangan di persidangan.
Lalu, perbuatan Putri menimbulkan kegaduhan dan keresahan di masyarakat.
Sementara, hal yang meringankan Putri Candrawathi adalah belum pernah dihukum serta sopan dalam persidangan.
Putri Candrawathi membacakan nota pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa 24 Januari 2023 pukul 13.00 WIB.
Pada materi pledoinya dia merasa menjadi tertuduh sebagai perempuan tua yang mengada-ada atas kasus penembakan Brigadir J.
Dia merasa terpojok atas berbagai komentar di media sosial dan pemberitaan media massa atas kasus yang menimpanya.
Putri mengaku dirinya dinilai berdusta dan mengarang peristiwa pelecehan seksual yang diduga dilakukan Brigadir J.
Putri juga menceritakan pelecehan seksual dan kekesaran yang dia alami di naskah pledoi yang menurutnya terjadi pada 7 Juli, bersamaan dengan hari peringatan ulang tahun pernikahan dia dan Ferdy Sambo.
Sore hari, Putri mengaku mendapat kekerasan seksual dan penganiayaan dari Brigadir J dan membuat dirinya memberanikan diri melapor ke Ferdy Sambo atas pelecehan seksual yang dia alami saat berada di Magelang.
Menurutnya, Ferdy Sambo sempat menangis saat mendengar pengakuannya. Putri Candrawathi kemudian kembali ke Jakarta dan mengatakan mengisolasi diri ke rumah Duren Tiga 46 Jakarta Selatan.
Tak lama kemudian terjadi pembunuhan terhadap Brigadir J di rumah dinas suaminya itu.
Dia mengaku tak tahu apa yang terjadi hingga akhirnya oleh Ricky Rizal dia diantar kembali ke Saguling atas perintah Ferdy Sambo.
Di pledoinya Putri juga mengaku trauma dan sebenarnya ingin menutup rapat-rapat peristiwa pelecehan seksual yang dia klaim dia alami saat berada di Magelang pada 7 Juli 2022.
Jaksa penuntut umum dalam berkas tuntutan terhadap terdakwa Kuat Ma'ruf menyatakan tak ada pelecehan seksual yang dialami Putri Candrawathi di rumah Magelang, Jawa Tengah pada 7 Juli 2022.
Jaksa menyatakan, yang terjadi justru perselingkuhan antara Brigadir J dengan Putri dengan mengutip keterangan sejumlah saksi, salah satunya dari Kuat Maruf.
5. Richard Eliezer alias Bharada E
Untuk Bharada E, dituntut 12 tahun penjara.
Hal- hal yang memberatkan Bharada E adalah terdakwa merupakan eksekutor yang menyebabkan hilangnya nyawa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Perbuatan terdakwa telah menimbulkan duka mendalam bagi keluarga korban.
Akibat perbuatan terdakwa membuat keresahan dan kegaduhan yang meluas di masyarakat.
Sementara hal yang meringankan adalah Terdakwa merupakan saksi pelaku yang bekerja sama untuk membongkar kejahatan ini.
Terdakwa bekum pernah dihukum, berlaku sopan dan kooperatif di persidangan.
Terdakwa menyesali perbuatannya dan perbuatannya telah dimaafkan oleh keluarga korban.
Bharada E menyampaikan pembelaannya pada Rabu (25/1/2023).
"Saya tidak pernah menduga apalagi mengharapkan atas peristiwa yang sekarang menimpa diri saya, di masa awal-awal pengabdian saya atas kecintaan saya terhadap negara, dan kesetiaan kepada Polri khususnya Korps Brimob, saya dipilih menjadi ajudan yang dimana tugas saya menjaga dan mengawal atasan," kata Richard Eliezer di persidangan.
Richard Eliezer melanjutkan di usianya saat ini, tidak pernah terpikirkan ternyata oleh atasan dimana dirinya bekerja memberikan pengabdian, kepada seorang Jenderal berpangkat bintang dua yang sangat ia percaya dan hormati.
"Yang mana saya hanya seorang prajurit rendah berpangkat Bharada yang harus mematuhi perkataan dan perintahnya, ternyata saya diperalat, dibohongi dan disia-siakan," sambungnya. (Tribunnews.com/ danang/ igman/ rizky/ ashri/ rina ayu)