Hukuman Mantan Menteri KKP Edhy Prabowo Dikurangi, Pengamat: MA Permisif Perilaku Korupsi
Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari menilai bahwa Mahkamah Agung (MA) tidak mendukung pemberantasan korupsi terkait kasus Edhy Prabowo.
Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Wahyu Gilang Putranto
Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W. Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari menilai bahwa Mahkamah Agung (MA) tidak mendukung pemberantasan korupsi.
Adapun hal itu karena MA memotong hukum pidana untuk Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Semula sembilan tahun menjadi lima tahun penjara.
Alasan pemangkasan hukuman itu karena Edhy Prabowo dipandang telah bekerja dengan baik selama menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan.
"Alasan yang dicari-cari MA. Intinya MA permisif dengan prilaku koruptif. Dia dihukum karena kerjanya di institusi dengan cara-cara koruptif malah dianggap bekerja dengan baik," katanya kepada Tribunnews.com Selasa (14/2/2023).
Baca juga: Pengurangan Hukuman Edhy Prabowo Ada Dissenting Opinion, Gazalba Saleh dan Sofyan Sitompul Setuju
Diwartakan sebelumnya ketua majelis Sofyan Sitompul dan anggota hakim Gazalba Saleh yang menyetujui hukuman Edhy Prabowo disunat.
Sementara, hakim anggota lainnya, Sinintha Sibarani, tidak menyetujui hukuman mantan politikus Partai Gerindra itu dipotong.
Berikut alasan Sinintha dinukil dari situs MA, Senin (13/2/2023):
Bahwa bertempat di Rumah Dinas Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (KP-RI) Jalan Widya Chandra V Nomor 26 Jakarta Selatan, saksi Suharjito menemui Terdakwa dan menyampaikan keinginannya untuk ikut melakukan budidaya dan ekspor Benih Bening Lobster (BBL). Kemudian Terdakwa memperkenalkan saksi Suharjito dengan saksi Safri selaku Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (KP-RI) dan mengatakan bahwa terkait pengurusan permohonan izin budidaya dan izin ekspor Benih Bening Lobster (BBL) agar berkoordinasi dengan saksi Safri.
Selanjutnya saksi Suharjito menyerahkan surat permohonan izin budidaya dan izin ekspor Benih Bening Lobster (BBL) PT Dua Perkasa Pratama (PT DPPP) kepada saksi Safri di hadapan Terdakwa, di mana saksi Safri mengarahkan saksi Safri guna mengurus dokumen yang dibutuhkan terkait dengan izin tersebut;
Bahwa selanjutnya PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP), di mana saksi Suharjito agar berkoordinasi dengan saksi Dalendra Kardina di mana Saksi Suharjito selaku Pemilik sekaligus sebagai Direkturnya mengajukan izin budidaya dan izin ekspor Benih Bening Lobster (BBL) di Kementerian Kelautan dan perikanan Republik Indonesia (KP- RI), namun izin budidaya dan izin ekspor Benih Bening Lobster PT DPPP tidak kunjung diproses dan diterbitkan izinya.
Bahwa pada tanggai 12 juni 2020, saksi Suharjito memerintahkan Saksi Agus Kurniyawanto menanyakan perkembangan permohonan izin budidaya dan izin ekspor Benih Bening Lobster (BBL) karena perusahaan Iain sudah mendapatkan izin budidaya dan izin ekspor Benih Bening Lobster (BBL), Selanjutnya bertempat di Kantor Kementerian Kelautan dan perikanan Republik Indonesia (KP-RI), saksi Agus Kurniyawanto dan saksi Ardi Wijaya menemui saksi Dian Sukmawan, dan dalam pertemuan tersebut saksi Agus Kurniyawanto dan saksi Ardi Wijaya menemui saksi Dian Sukmawan, dan dalam Pertemuan tersebut saksi Agus Kurniyawanto menanyakan alasan Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (KP-RI) belum menerbitkan izin budidaya dan izin ekspor Benih Bening Lobster (BBL) PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP), di mana saksi Dian Sukmawan menyarankan agar Saksi Agus Kurniyawanto dan saksi Ardi Wijaya menemui saksi Andreau Misanta Pribadi dan saksi Safri selaku Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (KP-RI) sekaligus Ketua dan Wakii Tim Uji Tuntas (Due Diligence) karena tanpa persetujuan (approve) dari saksi Andreau Misanta Pribadi dan saksi Safri maka izin tidak bisa keluar;
Bahwa Terdakwa dilantik menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan RI pada tanggal 23 Oktober 2019, sebelumnya menjabat sebagai Anggota DPR RI Periode Tahun 2009-2014, Periode Tahun 2014-2019 dan Periode Tahun 2019 sampai dengan dilantik sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan RI pada tanggal 23 Oktober 2019;
Bahwa Terdakwa memiliki staf khusus dan sekretaris pribadi yaitu Andreau Misanta Pribadi, Safri dan Amiril Mukminin;
Bahwa Terdakwa mencabut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 56/PERMEN KP/2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster dari NKRI, dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 2/Permen KP/2020 tanggal 4 Mei 2020 (6 bulan setelah dilantik sebagai Menteri);
Bahwa Terdakwa menerbitkan SK Nomor 53/KEPMEN KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas Perijinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster dan menunjuk staf khususnya menjadi Ketua dan Wakil Ketua Tim Uji Tuntas tersebut;
Bahwa berdasarkan keterangan saksi M.Zulficar Mochtar, Terdakwa pernah memerintahkan saksi selaku Dirjen Perikanan Tangkap melalui WA Call untuk segera menandatangani Surat Penetapan Calon Eksportir untuk 5 perusahaan a quo.
Bahwa saksi Safri dan saksi Andreau pernah diperintah Terdakwa untuk membantu atau mempercepat proses perijinan budaya dan ekspor Benih Bening Lobster (BBL) dari perusahaan tertentu yang menjadi kolega Terdakwa;
Bahwa uang yang telah diterima oieh Terdakwa melalui saksi Amiril Mukminin dan saksi Safri adalah sebesar USD77.000,00 (tujuh puluh tujuh ribu dollar Amerika Serikat) dan melalui saksi Andreau Misanta Pribadi, saksi Amiril Mukminin, saksi Siswadhi Pranoto Loe dan saksi Ainul Faqih adalah sebesar Rp 24.625.587.250,00 (dua puluh empat miliar enam ratus dua puluh lima juta lima ratus deiapan puluh tujuh ribu dua ratus lima puluh rupiah).
Bahwa terdakwa telah menerima uang secara melawan hukum yang dikembalikan seluruhnya sejumlah Rp 9.687.447.219 dan USD 77 ribu.
Berdasarkan alasan tersebut, Sinintha Sibarani menilai alasan keberatan Edhy Prabowo tidak beralasan hukum.
Oleh karenanya putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta sudah tepat, permohonan kasasi pemohon kasasi/terdakwa harus ditolak.
Akan tetapi, satu lawan dua. Pendapat Sinintha Sibarani kalah dengan pendapat Sofyan Sitompul dan Gazalba Saleh.
Pada akhirnya, Edhy Prabowo menerima pengurangan hukuman. Dia dihukum 5 tahun penjara ditambah denda Rp400 juta, apabila tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
MA juga mengurangi pencabutan hak politik Edhy. Sebelumnya di tingkat pertama majelis hakim memutuskan mencabut hak politik Edhy selama 3 tahun.
Namun, MA menguranginya dengan hanya mencabut hak politik Edhy selama 2 tahun.
Sebagaimana diketahui, hakim agung Gazalba Saleh kini menjadi tersangka di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia terlibat dalam perkara dugaan suap pengurusan perkara di MA. (*)