Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

KUHP Baru Bisa Bikin Hukuman Mati Ferdy jadi Penjara Seumur Hidup? Ini Penjelasannya

Albert mengungkapkan saat KUHP Nasional berlaku nanti, maka akan membuka peluang bagi terpidana mati untuk mengajukan grasi kepada presiden

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in KUHP Baru Bisa Bikin Hukuman Mati Ferdy jadi Penjara Seumur Hidup? Ini Penjelasannya
WARTAKOTA/YULIANTO
Terdakwa Ferdy Sambo memasuki ruang untuk menjalani sidang vonis terkait kasus pembunuhan Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023). Ketua Majelis Hakim Wahyu Imam Santoso memvonis mantan Kadiv Propam tersebut hukuman mati karena terbukti sebagai dalang pembunuhan berencana Brigadir J. (Warta Kota/YULIANTO) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ferdy Sambo mendapat vonis hukuman mati dari majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J atau Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.

Publik lantas banyak mempertanyakan apakah hukuman Ferdy Sambo bisa menjadi penjara seumur hidup karena Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru telah disahkan pada 6 Desember 2022.

Namun, patut digarisbawahi sebelumnya bahwa KUHP baru, berlaku pada 2026.

Juru Bicara Tim Sosialisasi KUHP, Albert Aries menjelaskan bahwa bagi terpidana mati yang perkaranya telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah sebelum awal Januari 2026 dan belum dieksekusi, akan diberlakukan ketentuan Pasal 3.

"Bagi terpidana mati yang perkaranya sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht) sebelum awal Januari 2026 nanti (daya laku KUHP Nasional), tetapi masih belum dilaksanakan eksekusinya, maka berlakulah ketentuan Pasal 3 KUHP Nasional (lex favor reo)," kata Albert kepada Tribunnews.com melalui keterangan tertulis, Senin (13/2/2023).

Baca juga: KUHP Baru Sudah Diundangkan, Masyarakat Hukum Pidana Ajukan Rekomendasi Ini ke Pemerintah

"Yang menyatakan dalam hal terjadinya perubahan peraturan perundang-undangan sesudah perbuatan itu terjadi, diberlakukan peraturan yang baru, kecuali peraturan yang lama 'menguntungkan' bagi pelaku," jelasnya.

BERITA TERKAIT

Kata Albert, hal ini didasarkan pada paradigma pidana mati dalam KUHP Nasional sebagai pidana yang bersifat khusus dan selalu diancamkan secara alternatif (Pasal 67 KUHP Nasional) untuk menjadi jalan tengah bagi kelompok yang pro (retentionis) dan kontra (abolitionis) terhadap pidana mati.

Oleh karena itu, lanjutnya, terhadap para terpidana mati yang belum dieksekusi saat berlakunya KUHP Nasional akan berlaku ketentuan “transisi” yang nanti akan diatur dalam Peraturan Pemerintah untuk menghitung “masa tunggu” yang sudah dijalani.

Juga asesmen yang dipergunakan untuk menilai adanya perubahan sikap dan perbuatan terpuji dari terpidana mati tersebut.

"Sehingga ketentuan ini, jangan dimaknai bahwa dengan berlakunya KUHP Nasional akan membuat pelaksanaan pidana mati menjadi hapus ya, karena segala sesuatunya tetap akan dinilai secara objektif melalui assesment yang diatur dalam Peraturan Pemerintah," ujar Albert.

Di samping itu, Albert mengungkapkan bahwa saat KUHP Nasional berlaku nanti, maka akan membuka peluang bagi terpidana mati untuk mengajukan grasi kepada presiden. 

"Jikalau permohonan grasi terpidana mati itu ditolak dan pelaksanaan eksekusinya belum juga dilaksanakan dalam waktu 10 tahun, maka dengan keputusan presiden, pidana mati tersebut dapat menjadi seumur hidup (Pasal 101)," terang Albert.

Baca juga: Psikolog Forensik Minta Rutan Diminta Jaga Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, Ada Apa?

Adapun dalam KUHP yang disahkan pada 6 Desember 2022, disebutkan bahwa hakim menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 tahun. Hal tersebut terdapat dalam Pasal 100 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas