Mahfud MD Berharap Vonis Hukuman Richard Eliezer Turun: Kalau Tidak Ada Dia, Kasus Ini Gelap
Menko Polhukam Mahfud MD berharap vonis terhadap Bharada Richard Eliezer tidak 12 tahun.
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Endra Kurniawan
Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menko Polhukam Mahfud MD berharap vonis terhadap Bharada Richard Eliezer tidak 12 tahun.
"Saya enggak tahu ya Eliezer ini divonis satu atau dua jam ke depan. Tapi saya berharap dia turun dari 12 (tahun)," kata Mahfud MD saat ditemui di acara Bersholawat Mendinginkan Suhu Politik 2023, di Jakarta Timur, Senin (13/2/2023) malam.
Hal itu dijelaskan Mahfud, karena Richard Eliezer muncul dan bersikap jujur terkait adanya skenario yang dibuat eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo.
Kata Mahfud, sejak awal kasus, muncul skenario Eliezer menembak Yosua karena dia ditembak lebih dulu oleh Brigadir Yosua Hutabarat.
"Nah skenario itu dipertahankan sampai sebulan, dari 8 Juli sampai 8 Agustus (2022). Apa tujuannya? Eliezer muncul di persidangan mengaku sebagai pembunuh karena dijanjikan akan di SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan)," kata Mahfud.
Baca juga: Keluarga Brigadir J Harap Richard Eliezer Dapat Apresiasi, Sudah Akui Kesalahan, Dimaafkan Keluarga
"Gampang SP3-nya. Saya membunuh karena saya ditembak duluan, sehingga terjadi tembak menembak. Jadi dia bebas, kasus ini ditutup," sambungnya.
Namun, kata Mahfud, alih-alih melakukan hal itu, Eliezer dengan berani membuka bahwa skenario awal tersebut merupakan ide dari terdakwa Ferdy Sambo.
"Tapi Eliezer dengan berani pada tanggal 8 (2022), berani membuka bahwa ini skenarionya Sambo. Bahwa ini pembunuhan. Bukan tembak menembak."
Oleh karena itu, Mahfud menjelaskan, jika saat itu Eliezer tidak mengungkapkan kebenaran itu, maka kasus ini akan tertutup hingga saat ini.
"Sehingga saya berpikir kalau merubah keterangannya menjadi keterangan yang benar, kasus ini akan tertutup. Akan menjadi seperti dark. Kasus yang gelap," ungkapnya.
Karena hal itu, Mahfud berharap Eliezer mendapat keadilan.
Meski demikian, lanjutnya, Eliezer tetap harus dihukum karena dia juga merupakan pelaku.
"Tentu menurut saya sih dihukum juga, karena dia pelaku kan. Tetapi tanpa dia tak akan berubah kasus ini," ucap Mahfud.
Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD merespons terkait vonis hukuman mati yang dijatuhkan Majelis Hakim terhadap Ferdy Sambo.
Baca juga: Daftar Lengkap Tuntutan dan Pembelaan Ferdy Sambo hingga Richard Eliezer yang akan Divonis Pekan Ini
Manfud mengatakan, vonis tersebut sudah tepat diberikan oleh Majelis Hakim terhadap Eks Kadiv Propam Polri itu.
Lanjutnya, hukuman yang diberikan itu mengingat berdasarkan Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana yang diberikan terhadap Ferdy Sambo.
"Menurut saya vonis Sambo sudah tepat, karena ancaman maksimal untuk pembunuhan berencana itu memang hukuman mati," kata Mahfud, saat ditemui di acara Bersholawat Mendinginkan Suhu Politik 2023, di Jakarta Timur, Senin (13/2/2023).
Selain itu, menurutnya, hukuman mati terhadap Ferdy Sambo diberikan juga karena tidak adanya fakta meringankan terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua Hutabarat itu.
"Itu tidak bisa dikurangi karena berdasar fakta, tidak ada satu pun fakta yang meringankan," ucapnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, hukuman terhadap seorang terdakwa bisa diturunkan jika ada sikap yang meringankan.
"Ini kan enggak. Menurut temuan hakim di mahkamah sidang jadi hukuman mati naik," kata Mahfud.
Ferdy Sambo divonis hukuman mati
Sebelumnya, Majelis Hakim akhirnya menjatuhkan vonis pidana hukuman mati kepada eks Kepala Divisi Propam Polri Ferdy Sambo dalam sidang kasus pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana mati," ujar hakim.
Vonis terhadap Ferdy Sambo ini lebih berat dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebelumnya yang menginginkan hukuman penjara seumur hidup untuk Ferdy Sambo.
Dalam penjelasannya majelis hakim menegaskan terdakwa Ferdy Sambo dengan sah dan meyakinan telah melakukan pembunuhan berencana.
"Terdakwa terbukti sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dan turut serta dalam pembunuhan berencana," ujar majelis hakim.
Majelis hakim tidak menemukan unsur meringankan terhadap terdakwa Ferdy Sambo.
Ferdy Sambo nyaris tak bergerak saat majelis hakim membacakan pertimbangan putusan vonis.
Memakai kemeja putih dan masker hitam, Ferdy Sambo duduk kaku dengan posisi kedua tangannya menaut di depan.
Dia hanya terlihat sekali bergerak mengubah posisi duduknya saat hakim jeda membacakan putusan karena terdengar kumandang adzan.
Baca juga: Ibunda Richard Eliezer Terharu Dengar Teriakan Sejumlah Orang Beri Dukungan untuk Anaknya
Mantan Kadiv Propam itu hampir seolah tak berkutik.
Dia hanya beberapa kali terlihat menggerakkan dan mengelus tangannya kemudian kembali menyimpak pernyataaan Hakim Ketua Iman Wahyu Sentosa.
Dalam sidang itu juga hadir pihak keluarga Brigadir J.
Ibunda Brigadir J, Rosti Simanjuntak terlihat beberapa kali mengusap air matanya saat menghadiri sidang vonis Ferdy Sambo.
Rosti juga beberapa kali tertunduk dan memeluk foto almarhum Brigadir J yang ada di pangkuannya.
Terlebih saat majelis hakim membacakan fakta persidangan terkait pembunuhan Brigadir J.
Melihat Rosti mengelap ari mata, wanita yang berada di sampingnya terlihat mencoba menenangkan dengan mengelus pundak dan mengatakan sesuatu kepada Rosti.
Terbukti Rencanakan Kematian Brigadir J
Majelis Hakim menilai Eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo terbukti dan memenuhi unsur merencanakan pembunuhan terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
"Menimbang bahwa dengan demikian menurut pendapat majelis, Unsur dengan rencana terlebih dahulu telah nyata terpenuhi," kata Hakim Ketua, Wahyu Iman Santoso.
Baca juga: Romo Magnis : Richard Eliezer Orang Kecil Tidak Dapat Melawan Perintah
Wahyu menilai Ferdy Sambo telah memikirkan segalam macam cara untuk melakukan pembunuhan terhadap ajudannya tersebut.
"Bahwa terdakwa telah memikirkan bagaimana caranya melakukam pembunuhan tersebut," jelasnya.
Ferdy Sambo, kata Wahyu, merencanakan tempat hingga menggerakan orang lain untuk ikut serta dalam pembunuhan Brigadir J tersebut.
"Terdakwa masih bisa memilih lokasi, terdakwa masih bisa memilih alat yang akan digunakan, dan terdakwa menggerakan orang lain untuk membantunya," ucapnya.