Nurul Ghufron Gugat Batas Usia Pimpinan KPK, Pemerintah Tekankan Kewenangan DPR
Nurul Ghufron sebagai Wakil Ketua KPK menggugat ketentuan yang mengatur batas minimum usia Pimpinan KPK.
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang pengujian Undang-Undang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) dengan pemohon Nurul Ghufron kembali digelar pada Selasa (21/2/2023).
Nurul Ghufron sebagai Wakil Ketua KPK menggugat ketentuan yang mengatur batas minimum usia Pimpinan KPK.
Terkait persyaratan usia tersebut, pihak pemerintah menekankan kewenangan pembuat undang-undang, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Sebab, persyaratan usia dianggap tak terakit isu konstitusional, melainkan kebijakan.
"Atau yang Mahkamah Konstitusi menggunakannya dengan istilah open legal policy," ujar Mualimin Abdi, kuasa hukum yang mewakili Presiden, Menteri Hukum dan HAM, serta Menteri PANRB sebagai pihak pemerintah di hadapan Majelis Hakim MK pada Selasa (21/2/2023).
Baca juga: Nawawi Pomolango Respons Saran Dewas KPK Pimpinan Harus Outbond karena Dinamika Kasus
Mualimin menyampaikan bahwa syarat tersebut dapat berubah di kemudian hari, menyesuaikan dengan kebutuhan.
"Tentunya ini sewaktu-waktu dapat diubah oleh pembentuk undang-undang yaitu Dewan Perwakilan Rakyat bersama Presiden atau pemerintah berdasarkan kebutuhan hukum atau masyarakat atau hal-hal yang memang perlu diatur," ujarnya.
Kemudian dalam petitumnya, pihak pemerintah memohon kepada Majelis Hakim MK yang menyidangkan perkara ini untuk menerima seluruh keterangan yang telah disampaikan.
"Pemerintah memohon kepada Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi dapat menerima keterangan Presiden secara keseluruhan," kata Mualimin.
Selain itu, Majelis Hakim juga diharapkan untuk memutus perkara ini dengan adil.
Pihak pementah menyeahkan sepenuhnya kepada Majelis Hakim untuk menilai posisi Nurul Ghufron sebagai pemohon dalam perkara ini.
"Apakah seorang incumbent yang sekarang menjadi Komisioner KPK terhalang untuk ikut di dalam kontestasi atau pencalonan kembali yang kedua kali. Apakah ketentuan tersebut dianggap bertentangan atau tidak, kami serahkan sepenuhnya keapda Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi."
Sebagai informasi, dalam perkara ini Nurul Ghifron telah mengajukan gugatan pada November tahun lalu melalui kuasa hukumnya, yaitu Walidi, Mohamad Misbah, dan Periati Br Ginting yang tergabung pada Law Office WALLY.ID and Partners.
Pasal yang digugat Ghufron terkait dengan batas usia untuk mencalonkan diri sebagai pimpinan KPK.
"Pemohon (Nurul Ghufron) dengan ini mengajukan permohonan pengujian materiil (judicial review) Pasal 29 huruf (e) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," sebagaimana dikutip dari salinan permohonan gugatan Ghufron pada Senin (14/11/2022).
Adapun Pasal 29 huruf (e) UU KPK disebut bahwa untuk dapat diangkat sebagai pimpinan KPK harus memenuhi persyaratan berusia paling rendah 50 tahun dan paling tinggi 65 tahun pada proses pemilihan.
Sementara itu, dari alasan permohonan gugatan disebut bahwa umur pemohon ketika dilantik sebagai wakil ketua anggota pimpinan KPK periode 2019-2023 adalah 45 tahun dan umur pemohon ketika masa jabatannya berakhir adalah 49 tahun.
"Bahwa pengaturan umum yang ditetapkan dalam Pasal 29 huruf (e) UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 30 Tahun 2002, apabila dikaitkan dengan posisi pemohon yang saat ini aktif sebagai wakil ketua merangkap anggota pimpinan KPK kontradiktif dengan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 yang menjelaskan 'Pimpinan KPK memegang jabatan 4 tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan'," ucap Ghufron dalam permohonannya.
Dengan demikian, kata dia, ketentuan Pasal 29 huruf (e) UU KPK dimaksud meniadakan hak untuk dipilih kembali menjadi pimpinan KPK untuk sekali masa jabatan selanjutnya sebagai diatur dalam Pasal 34 UU KPK sehingga ketentuan Pasal 29 huruf (e) UU KPK melanggar hak konstitusional untuk mendapatkan kesempatan yang sama untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.
Dalam petitumnya, Ghufron meminta Majelis Hakim MK untuk menjatuhkan putusan, yakni mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya, menyatakan pada Pasal 29 huruf (e) UU KPK bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat (conditionally in constitutional) dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai dengan "berusia paling rendah 50 tahun atau berpengalaman sebagai pimpinan KPK dan paling tinggi 65 tahun pada proses pemilihan".
Selanjutnya, memerintahkan untuk memuat putusan ini dalam berita negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya atau dalam hal mahkamah berpendapat lain, mohon putusan seadil-adilnya (ex aequo et bono).
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.