Tok! Arif Rachman Arifin Divonis 10 Bulan Penjara, Lebih Rendah dari Vonis Bharada E
Terdakwa obstruction of justice kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, Arif Rachman Arifin divonis 10 bulan penjara.
Penulis: Abdi Ryanda Shakti
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa obstruction of justice kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, Arif Rachman Arifin divonis 10 bulan penjara.
Hal ini diungkap Hakim Ketua, Ahmad Suhel dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (23/2/2023).
"Menjatuhkan kepada terdakwa pidana 10 bulan penjara dan pidana denda Rp10 juta," kata Ahmad Suhel.
Hakim menyatakan perbuatan mantan Wakaden B Biropaminal Divpropam Polri itu terbukti secara sah melakukan perbuatan melawan hukum yang menyebabkan terganggunya sistem elektronik.
Jika tidak membayar denda, maka Arif Rachman Arifin harus menjalani tambahan hukuman selama 3 bulan.
Sebagai informasi, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan kembali menggelar sidang lanjutan perkara dugaan perintangan penyidikan atau obstraction of justice tewasnya Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J, Kamis (23/2/2023).
Sidang hari ini digelar untuk tiga terdakwa sekaligus mantan anak buah Ferdy Sambo yakni mantan Karo Paminal Propam Polri Hendra Kurniawan, mantan Kaden A Ropaminal Agus Nurpatria Adi Purnama dan mantan Wakaden B Biropaminal Divpropam Polri AKBP Arif Rahman Arifin.
Dalam perkara ini, jaksa penuntut umum (JPU) telah menuntut para terdakwa dengan tuntutan berbeda.
Baca juga: Terdakwa Arif Rachman Punya Kesempatan Tolak Perintah Sambo Tapi Alasan Dilema Moral
Di mana untuk terdakwa Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria, masing-masing dituntut pidana 3 tahun penjara dan pidana denda Rp20 juta dengan catatan jika tidak dibayar maka diganti dengan hukuman pidana 3 bulan penjara.
Sementara untuk terdakwa Arif Rahman Arifin, jaksa menuntut anggota polri peraih penghargaan Adhi Makayasa itu dengan tuntutan pidana 1 tahun penjara dan denda Rp10 juta.
Dalam tuntutannya, jaksa menyebut bahwa para terdakwa telah terbukti melakukan perbuatan melawan hukum yang menyebabkan terganggunya sistem elektronik.
Oleh sebab itu, jaksa memohon agar Majelis Hakim menetapkan bahwa para terdakwa bersalah dalam putusan nanti.
"Menuntut agar supaya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan turut serta melakukan perbuatan dengan sengaja tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindak apapun yang berakibat terganggunya sistem elektronik," ujar jaksa penuntut umum.
Baca juga: Jadi Tulang Punggung Keluarga, Kuasa Hukum Arif Rahman Minta Majelis Hakim Bebaskan Kliennya
Arif Rachman Minta Hukuman Lebih Ringan dari Bharada E
Mantan Wakaden B Biro Paminal Propam Polri, Arif Rachman Arifin akan menghadapi vonis Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan besok, Kamis (23/2/2023).
Terkait itu, Arif Rachman melalui tim penasihat hukumnya berharap untuk divonis serendah-rendahnya.
Bahkan jika memungkinkan, dia meminta untuk divonis lebih rendah dari Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu.
Alasannya, Arif Rachman hanya bertindak atas perintah Ferdy Sambo.
"Apa yang dilakukan Arif Rachman hanya melaksanakan tugas kedinasan atau perintah atasan yang sah. Berdasarkan Undang-Undang Pelayanan Publik, pejabat pelaksana tidak dapat dipersalahkan," kata penasihat hukum Arif, Junaedi Saibih dalam keterangannya pada Rabu (22/2/2023).
Baca juga: Jaksa Sebut Tak Ada Tekanan dari Ferdy Sambo Terhadap Arif Rachman dalam Peran Merusak Barang Bukti
Selain itu, Junaedi menilai bahwa kliennya masih memiliki peluang untuk diputus bebas oleh Majelis Hakim.
Sebab, pasal yang didakwakan yaitu Pasal 33 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Dalam pasal tersebut, semestinya ada fungsi yang terganggu akibat tindakan terdakwa.
"Sedangkan dalam fakta persidangan, Arif Rachman sama sekali tidak ada akses terhadap sistem CCTV Kompleks," kata Junaedi.
Sementara itu, pengamat hukum pidana dari Universitas Indonesia, Chudry Sitompul menyebut vonis terhadap Arif Rahman, layak lebih ringan dari hukuman Richard Eliezer alias Baharada E, yakni 1 tahun 6 bulan.
Sebab menurut Chudry, Arif Rahman tak berkaitan langsung dengan peristiwa pembuhunan.
"Mestinya orang yang Obstruction of Justice itu jangan dikait-kaitkan dengan masalah pembunuhannya. Pertama kan mereka juga enggak tahu kejadian sebenarnya apa. Jadi, menurut saya, hukumannya itu enggak usah terlalu berat dari hukuman perkara pembunuhan," ujarnya pada Rabu (22/2/2023).
Kemudian Chudry juga menyoroti tuntutan yang dilayangkan jaksa penuntut umum (JPU) kepada Arif Rachman.
Baca juga: Curahan Hati Istri Arif Rachman yang Kecewa pada Ferdy Sambo: Tega Hancurkan Kehidupan Kita
Sebagai ahli pidana, dia berpandangan bahwa Pasal 33 Undahg-Undang ITE tak bisa disematkan kepada Arif.
Sebab, pasal tersebut dianggap lebih cocok digunakan untuk menjerat kejahatan yang mengganggu sistem elektronik.
"Yang dimaksud pengrusakan data elektronik kalau misal mereka kirim malware, virus, atau aplikasi yang terakhir sekarang ini. Yang rusak itu software bukan fisiknya, perangkatnya," ujarnya.