Peneliti CSIS Ungkap Urgensi Sikap Presiden Jokowi Atas Putusan PN Jakarta Pusat Soal Tunda Pemilu
Peneliti Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS Noory Okthariza menilai sikap Presiden Jokowi penting dalam merespons putusan PN Jakarta Pusat.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS Noory Okthariza menilai sikap Presiden Joko Widodo atau Jokowi penting dan diperlukan dalam merespons putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait penundaan pemilu.
Diketahui pemerintah melalui Menko Polhukam Mahfud MD telah merespons putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait penundaan pemilu.
Menurutnya sikap Presiden Jokowi penting untuk memberikan arah yang jelas soal posisi negara terhadap keputusan pengadilan.
Hal tersebut disampaikannya dalam CSIS Media Briefing bertajuk Menanggapi Putusan PN Jakarta Pusat Nomor 757: Memastikan Pemilu Tepat Waktu di Auditorium CSIS Gedung Pakarti Centre Jakarta Pusat pada Jumat (3/3/2023).
"Sekarang presiden bagaimana sikapnya? Apakah presiden akan mengatakan secara normatif menghormati keputusan pengadilan. Artinya mungkin meminta KPU untuk mengajukan banding?" kata Noory.
Baca juga: Arief Poyuono Respons Putusan PN Jakpus soal Tunda Pemilu 2024: Ini Baru Suara Tuhan
"Atau presiden memberikan hint, memberikan petunjuk-petunjuk bahwa ini keputusan harus dilawan dan KPU tetap menjalankan tahapan-tahapan pemilu sebagaimana yang sudah terjadwal. Ini penting untuk memberikan arah yang jelas soal posisi negara terhadap keputusan pengadilan," sambung dia.
Namun demikian, kata dia, sikap Presiden Jokowi terhadap putusan tersebut tidak lepas dari implikasi.
Apabila nantinya pemerintah meminta KPU banding sebagai pihak tergugat, misalnya, maka akan timbul ketidakpastian.
Baca juga: MPR: Putusan PN Jakpus Tunda Pemilu 2024 Belum Bermakna Apa-apa
"Karena proses pemilunya berjalan, sementara di saat yang sama dia juga harus menunggu hasil dari pengadilan tinggi, kemudian nanti sampai banding ke MA. Kasasi ke MA, peninjauan kembali dan seterusnya. Jadi proses pemilu berjalan dalam situasi ketidakpastian hukum," kata dia.
Namun di sisi lain, apabila nantinya pemerintah dalam hal ini Presiden Jokowi memilih "mengabaikan keputusan pengadilan" maka pemerintah bisa dianggap tidak taat hukum.
"Tetapi kalau misalnya memilih untuk, katakanlah, mengabaikan keputusan pengadilan, mungkin bisa dianggap pemerintah tidak taat hukum," kata dia.
"Jadi ada, mungkin komplikasi atau implikasi yang nggak gampang. Tapi yang paling penting adalah sikap pemerintah terkait dengan keputusan ini seperti apa," sambung dia.
Diberitakan sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan Partai Prima.
Baca juga: Mantan Ketua MK Pertanyakan Kompetensi Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Putuskan Pemilu Ditunda