PDSI Soal Urgensi RUU Kesehatan: Bisa Atasi Kekurangan dan Distribusi Dokter
Prof dr Deby Vinski menilai rancangan undang-undang (RUU) Kesehatan sangat mendesak segera disahkan.
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Editor: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Persatuan Dokter Seluruh Indonesia (PDSI), Prof dr Deby Vinski menilai rancangan undang-undang (RUU) Kesehatan sangat mendesak segera disahkan.
Deby menilai hal itu agar bisa mengatasi kekurangan dokter dan distribusi dokter yang tidak merata akibat hambatan perizinan menjadi dokter.
Untuk itu, Deby Vinski menyebut PDSI mendukung RUU Kesehatan mengatur rumah sakit dapat menjadi rumah sakit pendidikan.
Dia menjelaskan, komisi Akreditasi Rumah Sakit mendata ada 952 rumah sakit paripurna di dalam negeri yang bisa menjadi rumah sakit pendidikan.
"Draf RUU Kesehatan menuliskan ijazah peserta pendidikan spesialis di rumah sakit pendidikan ditandatangani oleh pimpinan rumah sakit pendidikan dan rektor universitas yang terafiliasi," ujarnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (3/3/2023).
Baca juga: PDSI Dukung RUU Omnibuslaw Kesehatan yang Mengembalikan Kewenangan Negara Distribusikan Dokter
Ia juga mengatakan dalam RUU Kesehatan, kewenangan untuk menerbitkan Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP) menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan tanpa perlu rekomendasi Organisasi Profesi.
"Sehingga akan mempercepat pertumbuhan jumlah dokter memenuhi kebutuhan masyarakat kita di seluruh wilayah Indonesia," tegasnya.
Baca juga: PDSI Minta Konsil Kedokteran Indonesia Terbitkan STR sehingga Anggotanya Bisa Berpraktik
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin akan mengubah basis proses Program Pendidikan Dokter Spesialis atau PPDS.
Pemerintah berencana mengubah PPDS menjadi berdasarkan pendidikan belajar sambil bekerja di rumah sakit.
"Perubahan basis tersebut akan mempercepat penambahan jumlah dokter spesialis di dalam negeri," ujarnya.
Baca juga: Dokter Terawan Resmi Gabung PDSI, Penelitian Terapi Cuci Otak Siap Difasilitasi
Hingga 12 Juli 2022, Kemenkes total kebutuhan dokter di dalam negeri mencapai 270.000 orang, sedangkan dokter yang tersedia saat ini hanya 140.000 orang.
Artinya, perlu ada 130.000 dokter lagi untuk mencapai standar Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO, yakin 1 dokter per 1.000 penduduk.
Adapun, Konsil Kedokteran Indonesia atau KKI mendata total dokter spesialis hingga 1 November 2022 sejumlah 48.784 orang. Adapun, dokter spesialis yang memiliki Surat Tanda Registrasi atau STR hanya 44.753 orang.
Menurut Prof dr Deby Vinski, saat ini izin praktik kedokteran diatur dalam UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
Pasal 37, kata dia, menyebut izin praktik itu dikeluarkan pejabat kesehatan di kabupaten/kota tempat praktik kedokteran atau kedokteran gigi dilaksanakan.
Pasal 38 mengatur untuk mendapatkan izin praktik, seorang dokter atau dokter gigi harus memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat registrasi dokter gigi.
Surat tanda registrasi itu diterbitkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia.
Terakhir, seorang dokter harus memiliki rekomendasi dari organisasi profesi.
Dalam UU Praktik Kedokteran, organisasi profesi yang dimaksud adalah Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk dokter dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia untuk dokter gigi.
Deby menilai hal ini sebagai monopoli organisasi profesi.
"Monopoli organisasi profesi itulah yang menjadi hambatan pemenuhan kebutuhan dokter di Indonesia. Kita baru sadar saat ini, ketika Pak Menteri mendapatkan data betapa kita sangat kekurangan dokter dan distribusi dokter tidak merata," ujar Prof dr Deby Vinski.
Menurutnya, lahirnya UU Kesehatan, akan meniadakan monopoli organisasi profesi kedokteran yang dia nilai menghambat pertumbuhan jumlah dokter Indonesia yang dibutuhkan.