Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sempat Dituding Salah Pasal, Jaksa 'Pede' Dakwaan Irjen Teddy Minahasa dkk Terbukti

Fakta-fakta yang terungkap selama proses persidangan menambah kepercayaan diri JPU terkait pembuktian dakwaan.

Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Sempat Dituding Salah Pasal, Jaksa 'Pede' Dakwaan Irjen Teddy Minahasa dkk Terbukti
Tribunnews.com/ Ashri Fadilla
Suasana sidang peredaran narkoba atas terdakwa Irjen Teddy Minahasa, Kamis (3/2/2023). (Tribunnews.com/ Ashri Fadilla) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengaku percaya diri dengan dakwaan yang dilayangkan atas terdakwa Irjen Pol Teddy Minahasa dkk dalam kasus peredaran narkoba.

Fakta-fakta yang terungkap selama proses persidangan menambah kepercayaan diri JPU terkait pembuktian dakwaan.

"Iya percaya diri dong.Terang benderang. Kemarin dua terdakwa yang jadi saksi kita. Kemudian tambah lagi ahli, ya makin terang," ujar JPU Iwan Ginting saat ditemui awak media usai persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Rabu (8/3/2023).

Menurut Iwan, penerapan Pasal 114 dan 112 Undang-Undang Narkotika untuk menjerat Teddy dkk telah tepat.

Sebab, perbuatan Teddy dkk diduga memenuhi unsur-unsur yang ada di dalam pasal tersebut.

Tim JPU pun menegaskan bahwa dakwaan yang dilayangkan takkan dibatalkan demi hukum karena salah pasal.

Berita Rekomendasi

"Tidak ada batal demi hukum. Itu kemarin terkait dengan ada penggiringan ataupun pertanyaan yang menyangkut kalau misalnya ini pelakunya bukan sebagaimana yang termasuk di dalam 112 dan 114," kata Iwan.

Baca juga: Ahli Bahasa Ungkap Makna Surat Irjen Teddy Minahasa untuk AKBP Dody Prawiranegara: Kalimat Perintah

Pada persidangan sebelumnya, penerapan pasal 114 Undang-Undang Narkotika mendapat sorotan dari penasihat hukum Teddy, Hotman Paris.

Dia menyoroti posisi kliennya sebagai aparat penegak hukum yang lebih pas jika didakwa dengan Pasal 140.

"Kalau seorang aparat polisi melakukan pelanggaran terhadap tata cara penyimpanan, tata cara penyisihan narkoba, apakah harusnya didakwa 114 atau 140 yang juga sama sama pidana?" tanya Hotman Paris dalam sidang lanjutan kasus peredaran narkoba di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Senin (6/3/2023).

"Iya karena spesifik ini delik propria. Di sana ada ketentuan penyidik Polri maupun PPNS," kata ahli pidana Universitas Indonesia, Eva Achjani Zulfa dalam persidangan yang sama.

Menurut Eva, Pasal 140 memang tepat bila didakwakan bagi aparatur negara karena memiliki sifat khusus atau lex specialis.

Kemudian Eva menegaskan bahwa penerapan pasal ini dalam konteks barang bukti narkotika yang salah perlakuannya secara prosedur.

"Jadi seorang polisi yang melanggar tata cara penyimpanan, menyimpan di luar jangka waktu, menyisihkan kilogram di luar ketentuan, kena sanksi pidana 140?" tanya Hotman lagi kepada Eva.

"Betul. Dalam konteks barang bukti," kata Eva.

Sementara dalam kronologi yang termaktub di surat dakwaan, Irjen Pol Teddy Minahasa bersama enam terdakwa lainnya diduga menjual barang bukti hasil pengungkapan kasus narkoba oleh Polres Bukittinggi.

Namun sebagai aparat penegak hukum, Teddy Minahasa bukannya dijerat Pasal 140, tetapi Pasal 114 ayat (2).

Berdasarkan fakta itu, maka Eva menyebut bahwa surat dakwaan yang dilayangkan jaksa penuntut umum (JPU) batal demi hukum

"Jadi surat dakwaan seperti itu harusnya apa?" tanya Hotman Paris.

"Batal demi hukum," ujar Eva Achjani.

Sebagai informasi, berikut merupakan perbandingan bunyi Pasal 114 ayat (2) dan 140 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009.

Pasal 114 ayat (2):

Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 6 (enam) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 140:

(1) Penyidik pegawai negeri sipil yang secara melawan hukum tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 dan Pasal 89 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(2) Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan penyidik BNN yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87, Pasal 89, Pasal 90, Pasal 91 ayat (2) dan ayat (3), dan Pasal 92 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas