Sidang Uji Formil Perppu Cipta Kerja di MK, Pemerintah Sebut Pemohon Tak Punya Legal Standing
MK gelar sidang uji formil Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, Kamis (9/3/2023) agenda mendengarkan keterangan presiden atau pemerintah.
Penulis: Naufal Lanten
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang uji formil Peraturan Pengganti Perundang-undangan (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, Kamis (9/3/2023).
Sidang dengan nomor perkara 5/PUU-XXI/2023 dan 6/PUU-XXI/2023 ini beragendakan mendengarkan keterangan presiden atau pemerintah.
Presiden RI yang dikuasakan kepada Menko Polhukam Mahfud MD, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laolly, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, yang diwakili oleh Staf Ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum, dan Ketahanan Ekonomi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Elen Setiadi menyampaikan argumentasi dalam sidang tersebut.
Elen menyebut bahwa para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing. Sehingga menurut dia, permohonan uji formil ini tak dapat dilanjutkan.
Dengan demikian, Elen meminta Mahkamah Konstitusi menolak permohonan uji formil para pemohon ini.
“Menurut pemerintah, para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum dalam mengajukan permohonan aquo. Sehingga sudah sepatutnya jika yang mulia majelis hakim Mahkamah Konstitusi secara bijaksana menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima,” kata Elen.
Ia merinci, pemerintah mempertanyakan kepentingan para pemohon untuk mengajukan uji formil Perppu Cipta Kerja ini
“Apakah sudah tepat tepat sebagai pihak yang menganggap hak dan atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya ketentuan yang dimohonkan pengujiannya,” tuturnya.
Baca juga: Demo Tolak Perppu Cipta Kerja, Ketua BEM UPN Veteran Akui Ada Penggembosan Gerakan Mahasiswa
Tak hanya itu, ia juga mempertanyakan apakah ada kerugian konstitusional dari kehadiran Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja ini.
“Apakah terdapat kerugian konstitusional para pemohon yang dimaksud bersifat spesifik khsusus dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi,” kata Elen.
Lebih jauh pemerintah justru tak melihat adanya kerugian yang dialami para pemohon akibat Perppu Cipta Kerja ini.
Sebab, lanjut Elen, para pemohon tidak terhalang-halangi dalam melaksanakan aktivitas maupun kegiatannya yang diakibatkan berlakunya Perppu Cipta Kerja.
Tak hanya itu, ia menilai dengan berlakunya Perppu Cipta Kerja para pemohon tidak kehilangan hak-hak konstitusional, sebagaimana dijamin oleh ketentuan Pasal 28C ayat 2, Pasal 28D ayat 1 dan ayat 2, Pasal 31 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945.
Di sisi lain, pemerintah menilai dalil kerugian konstitusional para pemohon akibat berlakunya Perppu Cipta Kerja ini hanya bersifat asumsi.
“Tidak bersifat spesifik khusus dan aktual serta tidak sesuai dengan syarat-syarat adanya kerugian konstitusional tersebut,” tuturnya.
Elen pun menyebut bahw penetapan Perppu Cipta Kerja telah sesuai dan memenuhi syarat sebagaimana tertuang pada Pasal 22 ayat 1 UUD 1945 Juncto Pasal 1 angka 4, Pasal 7 ayat 1 huruf c, Pasal 11 dan Pasal 52 Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (PPP).
“Berdasarkan seluruh uraian tersebut, tidak satupun secara konkret dan jelas termuat uraian mengenai bentuk kerugian konstitusional dari para pemohon dengan mempersoalkan formil penetapan Perppu Cipta Kerja dan dalil-dalil para pemohon hanya berdasarkan pada asumsi-asumsi semata dan nyata-nyata tidak didasarkan pada adanya kerugian konstitusional karena berlakunya ketentuan aquo yang diuji,” tuturnya.