Demokrat Jelaskan Alasan SBY Geram Isu Penundaan Pemilu: Siap Pasang Badan Jika Ada Penyimpangan
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) geram dengan isu penundaan Pemilu yang kembali ramai seusai putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat (PD), Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) geram dengan isu penundaan Pemilu yang kembali ramai seusai putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. PD pun menjelaskan alasan SBY tak terima hingga angkat bicara soal isu tersebut.
Kepala Badan Pembinaan Organisasi, Kaderisasi, dan Keanggotaan (BPOKK) DPP Partai Demokrat Herman Khaeron menyebut kegeraman SBY itu lantaran ingin membuat diskusi terbuka terkait upaya penundaan pemilu tersebut. Apalagi, SBY juga pernah berkuasa selama dua periode.
"Kita diskusi terbuka dan diskursusnya berdasarkan akademis, berdasarkan konstitusi dan berdasarkan peraturan perundang-undangan lainnya. Pak SBY itu dua periode berkuasa," ujar Herman dalam diskusi virtual, Sabtu (11/3/2023).
Selain itu, kata Herman, SBY juga pernah menjadi Ketua Tim Reformasi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Karena itu, Presiden ke-6 RI itu selalu menjaga demokrasi selama dua periode kepemimpinannya.
"Pak SBY menjadi presiden dipilih oleh rakyat dan sebagai tahapan pemilihan langsung oleh rakyat dan presiden pertama yang dipilih langsung oleh rakyat benar benar menjaga terhadap proses demokrasi dan bahkan tidak menutup aspirasi dan pandangan kalangan siapapun sampai demo hampir setiap hari," ungkapnya.
Herman pun mengungkap pertumbuhan ekonomi di era SBY yang diklaim tumbuh secara baik. Buktinya, APBN yang sebelumnya hanya Rp400 triliun melonjak menjadi Rp1.900 triliun pada kepemimpinannya.
Tak hanya itu, imbuh Herman, kenaikan income perkapita masyarakat juga diklaim naik hampir 400 persen. Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi juga stabil di kisaran angka 6 persen.
"Artinya proses demokrasi yang terbuka tidak menghambat terhadap kesejahteraan pencapaian dan progress negara di dalam bidang ekonomi. Bahkan di Indonesia diganjar sebagai negara demokrasi terbesar pada waktu itu. Karena apa? betul betul dibuka dan proses rakyat mengoreksi berbagai kebijakan negara itu yang kemudian juga menjadi perjalanan politik partai demokrat dan perjalanan politik Pak SBY," jelasnya.
Karena itu, Herman menambahkan SBY siap pasang badan jika adanya penyimpangan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Termasuk soal penundaan Pemilu di Indonesia.
"Karena itu guru politik dan guru bangsa ini harus kita jaga karena beliau melihat penyimpangan sedikit saja terhadap konstitusi terhadap peraturan perundang undangan beliau pasti pasang badan. Dan meskipun dengan serangan berbagai pihak. Beliau dan inilah karya dan pengabdian terhadap bangsa dan negara," tukasnya.
Diwartakan sebelumnya, Presiden keenam Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menanggapi putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN) yang menunda Pemilu 2024.
SBY mengingatkan agar tak bermain api terhadap masyarakat menjelang Pemilu 2024 mendatang.
"Jangan ada yang bermain api, terbakar nanti. Jangan ada yang menabur angin, kena badai nanti. Let’s save our constitution and our beloved country," kata SBY dalam cuitannya di Twitter pribadinya, Jumat (3/2/2023).
Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat ini merasa ada yang janggal dalam putusan perkara nomor: 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst tersebut.
"Menyimak putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kemarin (tentang Pemilu), rasanya ada yang aneh di negeri ini. Banyak pikiran dan hal yang keluar dari akal sehat," ujarnya.
Dia berharap putusan majelis hakim pada PN Jakpus tersebut tak menimbulkan sesuatu yang tidak diinginkan.
"Apa yang sesungguhnya terjadi? What is really going on? Semoga tidak terjadi sesuatu yang tidak kita inginkan di tahun Pemilu ini," ucap SBY.
Sebagai informasi, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan Partai Prima.
Baca juga: Surya Paloh Bicara Soal Isu Penundaan dan Sistem Pemilu: Percayalah Kewarasan Masih Ada
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat baru saja menghukum KPU untuk menunda Pemilu dalam putusannya.
Gugatan perdata kepada KPU yang diketok pada Kamis (2/3/2023) itu dilayangkan Partai Prima pada 8 Desember 2022 lalu dengan nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst.
Partai Prima merasa dirugikan oleh KPU dalam melakukan verifikasi administrasi partai politik yang ditetapkan dalam Rekapitulasi Hasil Verifikasi Administrasi Partai Politik Calon Peserta Pemilu.
Sebab, akibat verifikasi KPU tersebut, Partai Prima dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dan tidak bisa mengikuti verifikasi faktual.
"Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari," demikian bunyi putusan tersebut.