Wakil Ketua MPR: Butuh Komitmen Kuat untuk Lahirkan Aturan Pelaksanaan UU TPKS
Menurut Lestari, efektivitas UU TPKS mesti diletakkan dalam koridor kemampuan hukum untuk menyelesaikan berbagai persoalan terkait kekerasan seksual
Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Muhammad Zulfikar
Hingga saat ini, jelas Agus, Pemerintah tengah memproses sejumlah aturan pelaksanaan tersebut dan diperkirakan akan tuntas pada Juni 2023.
Pemerintah, jelas Agus, juga memahami mendesaknya aturan pelaksanaan UU No.12/2022 tentang TPKS hadir, melihat semakin maraknya kasus kekerasan seksual saat ini.
Sementara Komisioner KPAI Dian Sasmita mengungkapkan di saat status darurat kekerasan seksual sudah dicanangkan, kasus TPKS terhadap anak malah naik di Indonesia.
Dian juga berpendapat agar hak pemulihan terhadap anak korban tindak kekerasan seksual tidak hanya diberikan pada saat kasus berlangsung, tetapi yang terpenting hak pemulihan anak juga diberikan pascakasus kekerasan seksual terjadi.
Dian berharap dalam sejumlah pasal UU TPKS dan aturan turunan tersebut harus mampu memastikan hak penanganan, pemulihan dan hak atas perlindungan bagi anak korban tindak kekerasan seksual.
Baca juga: KemenPPPA Minta Kasus Rudapaksa Anak oleh Ayah Tiri di Kota Batu Diproses UU TPKS
Karena, tambah Dian, pada kasus kekerasan seksual terhadap anak di lingkungan pendidikan misalnya, pelaku kekerasan yang merupakan tenaga pengajar tidak mendapat sanksi dan anak yang menjadi korban belum mendapat hak pemulihannya.
Selain itu, ungkapnya, proses hukum terkait kasus kekerasan terhadap anak seringkali terhenti, karena penyidik malah membebani keluarga korban untuk mencari bukti.
Dian mendorong agar aturan turunan UU TPKS juga memberi jaminan yang tegas terkait kasus anak sebagai pelaku kekerasan.
Hakim Pengadilan Tinggi Bandung Ihat Subihat mengungkapkan di Pengadilan Tinggi Bandung, Jawa Barat sudah menggunakan UU No.12/2022 dalam kasus pemerkosaan 13 santri dan pelakunya dijatuhi vonis pidana mati.
Menurut Ihat, efektivitas UU TPKS sangat tergantung pada sejumlah faktor seperti antara lain keberanian korban melapor. Seringkali terjadi korban takut melapor karena takut dituntut balik, takut nama baik tercemar.
Sehingga, jelas Ihat, untuk meningkatkan efektivitas UU TPKS harus dicarikan sejumlah cara yang mampu menekan sejumlah ketakutan tersebut.
Menanggapi hal itu, Komisioner Komnas Perempuan Bahrul Fuad berpendapat meski di Pengadilan Tinggi Bandung sudah menggunakan UU No.12/2022 tentang TPKS dalam menangani kasus TPKS di wilayahnya, tetapi secara umum aparat penegak hukum belum berani menggunakan UU TPKS dalam kasus kekerasan seksual yang dihadapi.
Karena, tambah Bahrul, sosialisasi UU TPKS masih sangat kurang sehingga masyarakat dan korban kekerasan seksual tidak memahami apakah yang dialaminya merupakan tindak kekerasan seksual atau bukan. "Sosialisasi itu sangat penting," ujar Bahrul.