Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Bersaksi di Sidang Teddy Minahasa, Ahli Psikologi Forensik: Tak Ada Kejahatan yang Sempurna

Bersaksi di sidang Teddy Minahasa, ahli psikologi forensik, Reza Indragiri menyampaikan tidak ada kejahatan yang sempurna.

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Wahyu Aji
zoom-in Bersaksi di Sidang Teddy Minahasa, Ahli Psikologi Forensik: Tak Ada Kejahatan yang Sempurna
TRIBUNNEWS/JEPRIMA
Terdakwa kasus peredaran narkotika, Irjen Pol Teddy Minahasa menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Jakarta, Senin (6/3/2023). Sidang lanjutan tersebut beragendakan mendengarkan keterangan saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yaitu Koordinator Kelompok Ahli Badan Narkotika Nasional (BNN), Komjen Pol (Purn) Ahwil Loetan dan Ahli Hukum Pidana Universita Indonesia (UI), Eva Achjani Zulfa. TRIBUNNEWS/JEPRIMA 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli psikologi forensik, Reza Indragiri menyampaikan tidak ada kejahatan yang sempurna.

Hal ini ia sampaikan saat menjawab pertanyaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang perkara dugaan peredaran sabu dengan terdakwa eks Kapolda Sumatera Barat Irjen Teddy Minahasa, di Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada Kamis (16/3/2023).

Reza mengatakan sepanjang literatur ilmiah yang ia baca, tidak ada yang namanya perfect crime atau kejahatan yang sempurna.

"Sepanjang literatur ilmiah saya baca tidak ada itu perfect crime, hitung-hitungan di atas kertas secara teoritis memang menjadi seolah-olah sempurna," kata Reza di persidangan.

Menurutnya hitung-hitungan di atas kertas secara teoritis dapat memperlihatkan seolah kejahatan tersebut sempurna.

Namun ia menyebut jika berbicara soal teori maka semua hal terlihat normatif dan serba ideal. Padahal realitas atau kenyataan di lapangan banyak sesungguhnya yang tidak sempurna.

Berita Rekomendasi

"Ketika bicara teori tentu semua menjadi normatif, serba ideal. Tapi realitasnya banyak yang tidak sempurna, ada lagi pemikiran preskriptif bagaimana mendekatkan kesenjangan itu yang tidak sempurna didekatkan ke yang sempurna. Tidak ada istilah kejahatan yang sempurna," jelas dia.

Sebagai informasi dalam surat dakwaan jaksa, Teddy Minahasa dijerat dengan Pasal 114 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana subsidair Pasal 112 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Teddy merupakan satu dari tujuh terdakwa yang sedang menjalani proses persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat terkait perkara peredaran narkoba.

Baca juga: Linda: Teddy Minahasa Minta Fee Rp 100 M Loloskan 1 Ton Sabu dari Taiwan, Dianggap Terlalu Mahal

Enam terdakwa lain dalam perkara ini, yaitu: Mantan Kapolres Bukittinggi, AKBP Dody Prawiranegara; Mantan Kapolsek Kalibaru, Kompol Kasranto; Mantan Anggota Satresnarkoba Polres Jakarta Barat, Aiptu Janto Parluhutan Situmorang; Linda Pujiastuti alias Anita Cepu; Syamsul Maarif alias Arif; dan Muhamad Nasir alias Daeng.

Dalam dakwaannya, jaksa penuntut umum (JPU) membeberkan peran masing-masing terdakwa dalam perkara ini.

Irjen Teddy Minahasa diduga meminta AKBP Dody Prawiranegara sebagai Kapolres Bukittinggi untuk menyisihkan sebagian barang bukti sabu dengan berat kotor 41,3 kilogram.

Pada 20 Mei 2022 saat dia dan Dody menghadiri acara jamuan makan malam di Hotel Santika Bukittinggi, Teddy meminta agar Dody menukar 10 kilogram barang bukti sabu dengan tawas.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas