Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Akademisi Sebut Anggaran Pembangunan SJUT Harusnya Ditanggung Pemerintah

regulasi Sarana Jaringan Utilitas Terpadu (SJUT) di DKI Jakarta dan pengenaan sewa yang dilakukan Pemkot Surabaya terhadap penggelaran jaringan.

Penulis: Erik S
Editor: Wahyu Aji
zoom-in Akademisi Sebut Anggaran Pembangunan SJUT Harusnya Ditanggung Pemerintah
Istimewa
Henry D Hutagaol Pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonesia dalam diskusi yang dilakukan beberapa waktu yang lalu oleh Master of Arts in Digital Transformation and Competitiveness, Departemen Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (UGM). 

Jika pemda ingin menetapkan tarif harga pemanfaatan infrastruktur pasif menurut Henry mereka harus mempertimbangkan efisiensi nasional, kondisi pasar, dampak positif keekonomian, dan kepentingan masyarakat, jangan Pemda merancang regulasi yang membuat adanya pungutan pungutan baru diluar yang di atur oleh Undang Undang dan akhirnya masyarakat yang akan terbebani. 

Bahkan di dalam PM KOMINFO 5/2021, Penyelenggaraan Telekomunikasi sudah jelas disebutkan, tarif pemanfaatan infrastruktur pasif sesuai kesepakatan dengan mempertimbangkan biaya investasi, biaya operasional, biaya pemeliharaan, dan keuntungan yang wajar.

Lanjut Henry, sebenarnya berdasarkan UUD 1945, Pasal 28F negara telah menjamin hak masyarakat untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi.

Hak masyarakat tersebut diperkuat dalam UU 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan UU 2 tahun 2022 tentang Jalan. Dalam UU 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi memberikan dasar hukum bagi jaringan telekomunikasi untuk memanfaatkan atau melintasi tanah negara, bangunan milik atau dikuasai pemerintah (Pasal 12).

Sedangkan di UU 2 tahun 2022 dijelaskan setiap jalan harus memiliki bagian-bagian Jalan yang merupakan ruang yang dipergunakan untuk mobilitas, konstruksi Jalan, keperluan peningkatan kapasitas Jalan, dan keselamatan bagi pengguna Jalan. Ruang manfaat jalan tersebut dimanfaatkan untuk . jalur jaringan utilitas terpadu.

“Sehingga dalam UU Jalan, Jalur Jaringan Utilitas Terpadu sudah menjadi kewajiban pemerintah baik itu pemerintah pusat atau daerah pada saat membangun jalan. UU 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik pasal 5 juga menjelaskan, kabel telekomunikasi (komunikasi & Informasi), air, listrik merupakan bagian dari barang milik publik. Tujuan agar harga barang/jasa di masyarakat akan lebih murah,”kata Henry.  

Baca juga: Stafsus KSP Kritik SJUT di DKI Jakarta: Tak Sejalan dengan UU Cipta Kerja

Karena jaringan telekomunikasi merupakan bagian barang milik publik, maka menurut Henry pemerintah pusat memberikan privilege khusus terhadap sektor telekomunikasi.

BERITA TERKAIT

Privilege khusus terhadap sektor telekomunikasi tersebut tertuang dalam PP 52 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi, PP 46 tahun 2021 tentang Pos Telekomunikasi Penyiaran, PM kominfo 5 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi dan kebijakan untuk mempercepat transformasi digital: Rapat Terbatas Perencanaan Transformasi Digital (3 Agustus 2020).

“Jika merujuk pada PP 52 tahun 2000 jika pemda meminta operator telekomunikasi memindahkan jaringannya, maka operator telekomunikasi berhak atas ganti rugi sebagai akibat pemindahan atau perubahan jaringan telekomunikasi karena adanya kegiatan atau atas permintaan instansi/departemen/lembaga atau pihak lain,”ucap Henry.

Agar aturan di daerah seperti revisi Perda mengenai SJUT ini tidak tumpang tindih dengan regulasi diatasnya, menurut Henry pemerintah pusat harus melakukan harmonisasi dan sinkronisasi.

Baik itu rumusan pasal atau penafsiran terhadap regulasi yang dibuat oleh pemda. Jangan sampai pemerintah pusat menganggap pembangunan SJUT adalah kewajiban pemerintah, namun pemda menafsirkan yang berbeda.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas