Setuju Pasal 425 RUU Kesehatan Dihapuskan, Menkes Budi Pastikan BPJS Tetap di Bawah Presiden
Menkes RI Budi Gunadi Sadikin setuju jika pasal 425 pada RUU Kesehatan mengenai BPJS bertanggung jawab kepada Presiden dihapuskan
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin setuju jika pasal 425 pada RUU Kesehatan mengenai BPJS bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri dihapuskan.
Hal ini disampaikan oleh Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar setelah berkunjung untuk berdialog ke kediaman Budi Gunadi pada Kamis (16/03/2023), bersama Pengamat Ekonomi Faisal Basri dan Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio. “Saya bilang kepada Pak Menteri yang menjadi masalah RUU Kesehatan di masyarakat adalah jika lembaga BPJS bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri, itu akan menjadi kontraproduktif buat masyarakat. Selama ini BPJS sudah berjalan dengan baik,” terang Timboel.
Pernyataan pada Pasal 425 dalam RUU Kesehatan memposisikan BPJS Kesehatan dalam mengelola program JKN berada di bawah Menteri Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan dalam mengelola program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan berada di bawah Menteri Ketenagakerjaan. Apalagi RUU Kesehatan ini pun memuat ketentuan tentang kewajiban BPJS melaksanakan penugasan Menteri.
Dalam dialog tersebut Menkes menyampaikan kepada Timboel bahwa dirinya setuju jika pasal 425 dihapus saja. Hal tersebut tidak menjadi masalah bagi Menkes karena yang diperlukan hanya koordinasi melalui Komite Kebijakan Sektor Kesehatan yang tertuang pada pasal 426 RUU Kesehatan.
Timboel menjelaskan jika Menkes hanya butuh koordinasi saja. “Koordinasi itu bukan berarti ada atasan dan bawahan, setara saja antara Menteri dan BPJS,” imbuh Timboel.
Ini perkembangan yang baik, sebab Menkes sudah sepakat terkait penghapusan pasal 425 RUU Kesehatan, sehingga BPJS tetap bertanggung jawab langsung kepada presiden dan tidak mendapatkan penugasan khusus dari Menteri.
Timboel menambahkan, Undang-Undang SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) termasuk bagian yang direvisi dalam RUU Kesehatan, isinya adalah hal-hal teknis yang ada dalam Perpres. Misalnya Perpres No. 82 Tahun 2018 Pasal 52 Ayat 1 yang menjelaskan bahwa korban kekerasan seksual, penganiayaan, trafficking, terorisme, sekarang tidak dijamin JKN. Harapannya saat dinaikan menjadi draft RUU Kesehatan, korban kekerasan seksual dan kecelakaan tunggal dijamin oleh JKN.
“Menurut saya ga perlu menjadi undang-undang, karena kebutuhan kedepan akan berubah cepat. Apakah kedepannya jika ada perubahan harus berganti undang-undang lagi? Sebaiknya tidak perlu menjadi undang-undang, sebatas Perpres saja sudah cukup,” tutup Timboel.