Tolak Permenaker 5/2023, Serikat Buruh Akan Ajukan Perlawanan Hukum ke PTUN dan MA
Said Iqbal mengatakan, langkah hukum pertama adalah mengajukan permohonan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) untuk membatalkan Permenaker tersebut
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang juga Presiden Partai Buruh, Said Iqbal mengaku mereka akan mengajukan perlawanan hukum terhadap Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 2023.
Permenaker 5/2023 adalah peraturan tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan Pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor Yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global.
Said Iqbal mengatakan, langkah hukum pertama adalah mengajukan permohonan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) untuk membatalkan Permenaker tersebut.
Pengajuan hukum ke PTUN akan disampaikan pada pekan depan.
"Partai Buruh dan serikat buruh akan mengajukan perlawanan melalui hukum yakni mengajukan permohonan ke PTUN," kata Said Iqbal dalam konferensi pers, Sabtu (8/3/2023).
Langkah hukum lainnya lanjut Said Iqbal, yakni mengajukan Judicial Review (JR) ke Mahkamah Agung (MA) terhadap Permenaker 5/2023 lantaran bertentangan dengan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, dan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
"Langkah hukum lain adalah JR ke Mahkamah Agung untuk dibatalkan karena bertentangan dengan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 dan UU Nomor 13 Tahun 2003," katanya.
Baca juga: Soal Permenaker 5/2023, KSPI Sebut Menteri Ketenagakerjaan Sedang Melawan Presiden
KSPI meyakini upaya hukum mereka akan dikabulkan.
Pasalnya Permenaker 5/2023 merupakan diskriminasi terhadap buruh yang bekerja di perusahaan orientasi ekspor dengan dibolehkannya memotong upah pekerja 25 persen.
Polemik penolakan Permenaker 5/2023
Dikutip dari Kompas.com, perusahaan atau industri padat karya berorientasi ekspor mendapatkan "lampu hijau" dari pemerintah untuk melakukan pemotongan upah pekerjanya sebesar 25 persen.
Pemangkasan upah ini diatur melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global.
Pada Pasal 8 ayat 1 Permenaker tersebut tertulis bahwa pengusaha ekspor diizinkan untuk membayarkan upah kepada pekerjanya hanya sebesar 75 persen alias tidak penuh dari gaji yang diterima selama ini.
"Perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor yang terdampak perubahan ekonomi global dapat melakukan penyesuaian besaran upah pekerja/buruh dengan ketentuan upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh paling sedikit 75 persen dari upah yang biasa diterima," demikian isi dari Pasal 8 dalam beleid yang diteken Menaker Ida Fauziyah pada 7 Maret 2023.
Alasan terbitnya aturan itu menurut Menaker adalah bertujuan memberikan perlindungan bagi pekerja serta berupaya memberikan keberlangsungan usaha.
Terbitnya permenaker tersebut sontak menuai respons dari pekerja/buruh dan pengusaha.
Said Iqbal bilang, apabila nilai penyesuaian tersebut di bawah upah minimum, maka hal ini merupakan tindak pidana kejahatan.
"Saya ingatkan, Permenaker ini melanggar undang-undang dan peraturan pemerintah yang telah ditandatangani Presiden. Di mana kebijakan Presiden hanya ada upah minimum. Kenapa Menaker membuat Permenaker yang isinya bertentangan dengan peraturan di atasnya?" ucapnya.