Putusan Majelis Hakim PN Jakarta Pusat Soal Penundaan Pemilu Patut Diduga Ultra Petita
putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim itu patut diduga telah melampaui apa yang menjadi gugatan dari penggugat atau disebut ultra petita.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Akademisi dari Universitas Trisakti Bayu Saputra Muslimin turut merespons soal putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat atas gugatan dari Partai Prima terhadap Komisi Pemilahan Umum (KPU) terkait penundaan Pemilu.
Menurut Bayu, putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim itu patut diduga telah melampaui apa yang menjadi gugatan dari penggugat atau disebut ultra petita.
Dirinya mendasari pada petitum atau tuntutan dari Partai Prima yang dilayangkan dan teregister dengan nomor perkara 757 di PN Jakarta Pusat.
"Di dalam petitum ini kami memperhatikan bahwa Partai Prima sebagai penggugat itu tidak meminta yang bersangkutan untuk menjadi peserta partai pemilu sebagaimana lazim nya gugatan-gugatan partai politik yang tidak diloloskan oleh KPU untuk menjadi peserta pemilu," kata dia dalam forum groud discussion di Fakultas Hukum Trisakti, Senin (20/3/2023).
Akan tetapi kata Bayu, dalam putusannya, majelis hakim PN Jakarta Pusat malah menjatuhkan putusan untuk penundaan seluruh tahapan pemilu.
Padahal menurut dia, pengadilan negeri bukanlah tempat peradilan yang tepat untuk mengabulkan gugatan soal penundaan pemilu.
"Apa yang menjadi permasalahan di sini? Artinya hakim melihat petitum ini kemudian memutuskan penundaan seluruh tahapan pemilu hingga 2025," kata dia.
Dengan begitu, pria yang merupakan Ketua Bidang Kajian Hukum dan Kebijakan Publik IKA FH Trisakti itu menduga bahwa putusan yang dijatuhkan majelis hakim tersebut sudah diluar dari gugatan dari Partai Prima.
Bahkan lebih jauh, Bayu menyatakan, kalau Majelis Hakim PN Jakarta Pusat telah menjatuhkan putusannya tersendiri.
"Artinya majelis hakim membuat putusan tersendiri di sini, patut diduga majelis hakim telah melakukan dengan istilah ultra petita, artinya memutus putusan di luar dari pada tuntutan penuntut dalam hal ini Partai Prima," tukas dia.
Sebelumnya, PN Jakpus mengabulkan gugatan Partai Prima. PN Jakpus baru saja menghukum KPU sebagai tergugat untuk menunda Pemilu dalam putusannya.
Diketahui, Gugatan perdata kepada KPU yang diketok pada Kamis (2/3/2023) itu dilayangkan Partai Prima pada 8 Desember 2022 lalu dengan nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst.
Baca juga: Ketua MPR RI Bamsoet Tegaskan Masih Sangat Prematur Meributkan Wacana Penundaan Pemilu
Partai Prima merasa dirugikan oleh KPU dalam melakukan verifikasi administrasi partai politik yang ditetapkan dalam Rekapitulasi Hasil Verifikasi Administrasi Partai Politik Calon Peserta Pemilu.
Sebab, akibat verifikasi KPU tersebut, Partai Prima dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dan tidak bisa mengikuti verifikasi faktual.
"Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari," demikian bunyi putusan tersebut.