Puan Maharani Jadi Meme Penolakan UU Cipta Kerja oleh BEM UI, Ini Tanggapan Demokrat
Demokrat sebagai salah satu fraksi di DPR yang menolak UU Cipta Kerja tersebut menyatakan, mengapresiasi dengan baik bentuk kritis dari BEM UI.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Demokrat turut menyoroti viralnya wajah Ketua DPR RI Puan Maharani menjadi meme penolakan Undang-Undang Cipta Kerja oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI).
Demokrat sebagai salah satu fraksi di DPR yang menolak UU Cipta Kerja tersebut menyatakan, mengapresiasi dengan baik bentuk kritis dari BEM UI.
"Kami mengapresiasi kritisisme BEM UI yang menolak dan protes terhadap penetapan Perppu Ciptaker menjadi undang-undang," kata Deputi Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat Kamhar Lakumani saat dimintai tanggapannya, Kamis (23/3/2023).
Baca juga: Puan Maharani Dijadikan Meme Penolakan UU Cipta Kerja, PKS: Hak Semua Orang Berpendapat
Lebih lanjut, Kamhar menyatakan, seruan penolakan yang dilayangkan oleh BEM UI dengan menggunakan meme wajah Puan Maharani berbadan tikus dengan latar belakang gedung DPR RI itu merupakan suatu respons atas arogansi kekuasaan.
Dirinya menyebut kreatifitas yang dibuat oleh mahasiswa BEM UI tersebut merupakan bentuk idealisme dalam mengkritisi sebuah kebijakan.
"Mahasiswa dengan idealismenya dan sebagai agen pembaharu sudah semestinya merespon dengan cara dan kreatifitasnya masing-masing terhadap praktek-praktek arogansi kekuasaan dalam menetapkan perundang-undangan dan kebijakan," ujarnya.
Penolakan ini juga kata dia, senada dengan apa yang menjadi sikap Partai Demokrat dalam rapat paripurna pengesahan UU Cipta Kerja beberapa hari lalu.
Kata dia, Partai Demokrat melihat banyak persoalan baik yang bersifat prosedural maupun substantif yang diterabas dalam pengesahan Perppu ini menjadi undang-undang.
Setidaknya ada 4 alasan partai pimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) itu menolak Perppu Ciptaker.
Pertama kata dia, tak sesuai amar putusan MK yang mengendaki pelibatan masyarakat dalam proses perbaikannya.
"Kedua, tidak memenuhi aspek formalitas, cacat secara konstitusi dan mencoreng konstitusi itu sendiri," tuturnya.
Ketiga, bukan solusi permasalahan dari ketidakpastian hukum dan ekonomi Indonesia.
Keempat, secara subtansi mencerminkan bergesernya semangat Pancasila utamanya sila keadilan sosial ke arah ekonomi kapitalistik dan mengarah neo-liberalistik.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.