Studi SMRC Soal Polarisasi Ideologi Ekonomi: Masyarakat Ingin Negara Lebih Banyak Berperan
Pendiri SMRC Saiful Mujani menjelaskan pada masyarakat di negara-negara seperti Amerika Serikat atau Eropa Barat terjadi perdebatan antara dua kelompo
Penulis: Gita Irawan
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Studi Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) tentang ideologi pemilih soal kesejahteraan menunjukkan secara umum masyarakat ingin negara lebih banyak berperan untuk kesejahteraan.
Pendiri SMRC Saiful Mujani menjelaskan pada masyarakat di negara-negara seperti Amerika Serikat atau Eropa Barat terjadi perdebatan antara dua kelompok ideologi.
Kelompok pertama, adalah mereka yang menginginkan peran negara lebih besar untuk menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang berkembang di masyarakat.
Kelompok kedua, mereka lebih percaya masyarakat sendiri yang dapat menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mereka hadapi.
Di Eropa, kata dia, kelompok pertama disebut sosialis dan kelompok kedua disebut liberal.
Di AS, kata dia, kelompok pertama disebut kiri atau liberal sedangkan kelompok kedua disebut kanan atau konservatif.
Menurut Saiful perdebatan tentang ideologi ekonomi tersebut juga mungkin relevan di Indonesia.
Namun yang lebih penting, menurut dia, adalah apakah perbedaan ideologi tersebut akan membuat masyarakat terbelah atau tidak.
Hal tersebut disampaikannya dalam program Bedah Politik bersama Saiful Mujani’ episode “Polarisasi di Pilpres 2024? (bagian 2)” di kanal Youtube SMRC TV pada Kamis (23/3/2023).
"Setelah kita teliti semua, kita menemukan kecenderungannya memang, masyarakat kita inginnya peran negara lebih besar. Rata-ratanya skornya adalah 4,3," kata Saiful.
"Itu artinya secara umum menginginkan negara lebih banyak berperan untuk kesejahteraan masyarakat. Jadi cukup kiri kalau menggunakan istilah di Amerika. Atau cukup sosialis masyarakat kita kalau ini di Eropa. Itu keadaannya," sambung dia.
Namun demikian, kata dia, menurutnya gambaran pada studi tersebut tidak menunjukkan adanya polarisasi.
Kurva yang ditunjukan dalam studi tersebut, kata dia, mencerminkan kurva moderat.
"Di satu sisi, masyarakat ingin agar bisa berusaha sendiri, tapi di sisi lain juga tetap menganggap penting peran negara, karena kenyataannya banyak masyarakat yang membutuhkan peran atau bantuan negara," kata dia.
"Oleh karena itu kalau dilihat dari sisi ini, walaupun cenderung kiri dan menginginkan intervensi negara, tapi posisi ini moderat," sambung dia.
Pada masyarakat yang normal, lanjut Saiful, ada kekuatan moderat yang bisa menjembatani perbedaan atau keragaman.
Baca juga: PAN Kritik Keras SMRC Usai Diprediksi Tak Lolos ke Senayan: Hasil Surveinya Selalu Tidak Terbukti
Kekuatan moderat tersebut yang bisa menyatukan masyarakat atau negara.
Apabila tidak bisa disatukan, maka terjadi polarisasi atau anarki di mana ada banyak kutub yang tidak memiliki titik temu.
Dalam kondisi tersebut, kata dia, negara demikian bisa terancam bubar.
"Namun dalam kenyataan masyarakat kita sekarang setidak-tidaknua, kita melihat dari sisi ideologi, tanpa intervensi, tanpa persaingan politik, masyarakat normal, walaupun cenderung ke kiri. Cenderung pada perlunya intervensi negara untuk kesejahteraan," kata Saiful.