Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pro Kontra Larangan Buka Bersama Selama Ramadan Bagi ASN, Kepala Daerah, Pejabat hingga Para Menteri

Larangan buka puasa bersama bagi pejabat dan ASN bukan berarti mengurangi amalan dan aktivitas ibadah.

Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Pro Kontra Larangan Buka Bersama Selama Ramadan Bagi ASN, Kepala Daerah, Pejabat hingga Para Menteri
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan arahan bagi penyelenggara negara baik di tingkatan menteri, kepala daerah hingga aparatur sipil negara (ASN) untuk tidak menggelar kegiatan buka puasa bersama selama Ramadhan 1444 Hijriah. Foto umat muslim berbuka bersama pada hari pertama ibadah puasa di Masjid Istiqlal, Jakarta, Kamis (23/3/2023). Pengurus Masjid Istiqlal menggelar kegiatan buka puasa untuk umum pada bulan Ramadan dengan menyediakan 2 ribu porsi makanan bagi umat Islam yang berpuasa. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan arahan bagi penyelenggara negara baik di tingkatan menteri, kepala daerah hingga aparatur sipil negara (ASN) untuk tidak menggelar kegiatan buka puasa bersama selama Ramadhan 1444 Hijriah.

Larangan itu juga ditujukan kepada TNI-Polri.

Arahan Presiden Jokowi tersebut tercantum dalam Surat Sekretaris Kabinet Nomor 38/Seskab/DKK/03/2023 tentang arahan terkait penyelenggaraan buka puasa bersama.

Surat diteken Menteri Sekretaris Kabinet Pramono Anung tertanggal 21 Maret 2023 yang ditembuskan kepada Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma’ruf Amien.

Baca juga: Komentar Politisi hingga Wakil Rakyat, Pejabat Dilarang Gelar Bukber & Sanksi Menanti Jika Melanggar

Surat arahan tersebut ditujukan kepada para Menteri Kabinet Indonesia Maju, Jaksa Agung, Panglima TNI, Kapolri dan kepala badan/lembaga.

"Pelaksanaan kegiatan Buka Puasa Bersama pada bulan suci Ramadan 1444H agar ditiadakan," bunyi poin kedua arahan tersebut dikutip Tribun Network, Kamis (23/3/2023).

Dalam surat tersebut dijelaskan bahwa pelarangan buka puasa bersama tersebut karena penanganan Covid-19 saat ini dalam transisi dari pandemi menuju endemi, sehingga dinilai masih diperlukan kehati-hatian.

Berita Rekomendasi

Dalam arahannya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian diminta untuk menindaklanjuti kepada Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.

"Demikian disampaikan agar Saudara mematuhi arahan Presiden dimaksud dan meneruskan kepada seluruh pegawai di instansi masing-masing," bunyi arahan tersebut.

Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PAN Saleh Partaonan Daulay menilai, bahwa larangan buka puasa bersama bagi pejabat dan ASN perlu dimaknai secara positif.

Pasalnya, alasan yang disampaikan dalam surat tersebut adalah bahwa saat ini Indonesia masih dalam masa transisi dari pandemi menuju endemi.

Baca juga: Hanya Pejabat dan Pegawai Pemerintah yang Dilarang Gelar Bukber, Masyarakat Umum Boleh

Artinya, masih terbuka kemungkinan adanya penyebaran virus Covid-19 di tempat-tempat ramai seperti itu.

"Secara global, status penanganan Covid-19 masih pandemi. WHO sampai saat ini belum berubah. Indonesia tentu harus ikut aturan WHO tersebut. Termasuk mewaspadai berbagai kemungkinan menyebarnya virus berbahaya tersebut," kata Saleh Partaonan Daulay.

"Lagian, kita juga masih mendengar adanya kasus-kasus baru. Pasien terpapar masih banyak yang dirawat. Ini menandakan, Indonesia masih perlu hati-hati dan waspada," sambungnya.

Saleh mengatakan, dalam konteks ini, larangan buka puasa bersama bagi pejabat dan ASN bukan berarti mengurangi amalan dan aktivitas ibadah.

Ada banyak aktivitas lain yang bisa dilakukan. Antara lain, melaksanakan pemberian santunan bagi masyarakat kurang mampu, melakukan tadarus, pengajian, dan aktivitas lain yang tidak dalam bentuk keramaian dan kerumunan.

"Anggaran buat bukbernya dialihfungsikan saja. Bisa dibuat untuk membantu masyarakat kurang mampu. Kegiatan seperti ini nilainya pasti tidak kalah dengan bukber," terangnya.

"Yang jelas, larangan bukber ini jangan disalahartikan. Bukan melarang kegiatan keagamaan. Toh, kegiatan tarawih, tadarus, qiyamul lail, dan kegiatan Ramadan lainnya masih diperbolehkan," tandas Ketua Fraksi PAN DPR RI itu.

Baca juga: Gelar Bukber di Ponpes Az-Ziyadah, Idepreneurs Perkenalkan Digital Pesantren kepada Santri

Harusnya Tidak Dilarang

Sementara, Ahli Hukum Tata Negara yang juga Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Izha Mahendra menyarankan kepada Presiden Joko Widodo, agar kegiatan buka bersama yang dilakukan umat Islam baik di lingkungan instansi Pemerintah maupun masyarakat dibolehkan, dan tidak dilarang.

Surat yang diteken Seskab Pramono Anung itu berisi 'Arahan (Presiden) terkait Penyelenggaraan Buka Puasa Bersama' menyebut alasan penanganan pandemi yang berada di tahap transisi menuju endemi dan diperlukan sikap kehati-hatian.

Sehingga Presiden memberi arahan 'kegiatan Buka Puasa Bersama pada bulan Suci Ramadhan 1444 H agar ditiadakan'.

"Surat itu ditujukan kepada para Menteri, Jaksa Agung, Kapolri serta badan dan lembaga pemerintah. Mendagri diminta untuk menindaklanjuti surat tersebut ke jajaran pemerintah daerah," kata Yusril.

"Meskipun surat Seskab itu ditujukan kepada para pejabat pemerintahan, namun larangan penyelenggaraan buka puasa bersama itu tidak secara tegas menyebutkan hanya berlaku di internal instansi pemerintahan," sambungnya.

Menurut Yusril, akibatnya, surat itu potensial 'dipelesetkan' dan diperluas maknanya sebagai larangan buka puasa bersama di masyarakat.

Yusril menilai surat yang bersifat 'rahasia' namun bocor ke publik itu bukanlah surat yang didasarkan atas kaidah hukum tertentu, melainkan sebagai 'kebijakan' (policy) belaka, sehingga setiap saat dapat diralat setelah mempertimbangkan manfaat-mudharatnya.

"Karena itu dia menyarankan agar Sekretaris Kabinet meralat surat yang bersifat rahasia itu dan memberikan keleluasaan kepada pejabat dan pegawai pemerintah serta masyarakat yang ingin menyelenggarakan kegiatan buka bersama," ujar Yusril.

"Saya khawatir surat tersebut dijadikan sebagai bahan untuk menyudutkan Pemerintah dan menuduh Pemerintah Presiden Jokowi anti Islam," tambahnya.

Masyarakat yang berseberangan dengan Pemerintah, menurut Yusril, akan mengambil contoh aneka kegiatan seperti konser musik dan olah raga yang dihadiri ribuan orang, malah tidak dilarang oleh Pemerintah.

Sebaliknya kegiatan yang bersifat keagamaan dengan jumlah yang hadir pasti terbatas, justru dilarang Pemerintah.

Dia juga mengkhawatirkan Surat Seskab Pramono Anung itu akan menjadi bahan kritik dan sorotan aneka kepentingan dalam kegiatan-kegiatan Ceramah Ramadhan di berbagai tempat tahun ini.

Wakil Ketua MPR RI Yandri Susanto menilai, bahwa larangan soal buka puasa bersama para menteri dan pejabat bertentangan dengan yang ada selama ini terjadi.

Di mana, kegiatan kerumunan seperti konser musik tidak dilarang, bahkan pusat perbelanjaan ramai.

Karena itu, Yandri mempertanyakan larangan dari Presiden Jokowi tersebut.

"Ya sebaiknya tidak dilarang, karena selama ini sudah banyak acara yang melibatkan ribuan orang seperti konser musik, mal juga sudah sangat ramai, acara partai juga sudah melibatkan ribuan orang," kata Yandri dikonfirmasi, Kamis.

Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini mengingatkan, larangan tersebut seolah-olah buka bersama yang menyebabkan penyebaran Covid-19.

Padahal, menjalankan protokol kesehatan seperti menggunakan masker yang baik dan benarlah salah satu kuncinya.

"Jangan sampai ada kesan seolah-olah Covid-19 bisa hanya ditularkan dengan kegiatan bukber, sementara masjid-masjid sudah full tanpa pakai masker," jelas Yandri. (Tribun Network/Yuda)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas