Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Tema dan Logo Peringatan ke-77 Bandung Lautan Api, Mengenang Sejarah Pembumihangusan Kota

Tema dan logo Peringatan ke-77 Bandung Lautan Api, resmi dari Pemerintah Kota Bandung, Jawa Barat, dapat menginspirasi gagasan kreativitas pemuda.

Penulis: Muhammad Alvian Fakka
Editor: Tiara Shelavie
zoom-in Tema dan Logo Peringatan ke-77 Bandung Lautan Api, Mengenang Sejarah Pembumihangusan Kota
anri.sikn.go.id
Kota Bandung bagian Selatan yang dibakar oleh para pejuang sesaat sebelum ditinggalkan, menghasilkan asap tebal yang membumbung tinggi yang bisa terlihat dari kejauhan - Tema dan logo Peringatan ke-77 Bandung Lautan Api, resmi dari Pemerintah Kota Bandung, Jawa Barat, dapat menginspirasi gagasan kreativitas pemuda. 

Setelah itu pada saat memasuki awal tahun 1946, pertempuran semakin berkobar secara sporadis.

Pertempuran berlangsung, banyak serdadu India yang merupakan bagian dari pasukan Sekutu melakukan desersi dan bergabung dengan pasukan Indonesia.

Satu diantara serdadu India yang membelot di antaranya adalah Kapten Mirza dan pasukannya saat terjadi pertempuran di jalan Fokker (sekarang jalan Garuda) pada pertengahan Maret 1946.

Tidak lama setelah itu, pihak Sekutu menghubungi Panglima Divisi III Jenderal A.H Nasution meminta agar pasukan India tersebut diserahkan kembali kepada Sekutu.

Jelas Nasution menolaknya, bukan hanya untuk mengembalikan pasukan India semata, tetapi juga untuk mengadakan pertemuan dengan pihak Sekutu.

Serangan sporadis dari pasukan Indonesia dan kegagalan mencari penyelesaian di tingkat daerah menyebabkan posisi Sekutu semakin terdesak.

Sekutu pun akhirnya melakukan pendekatan terhadap pihak petinggi pemerintahan Republik Indonesia.

BERITA REKOMENDASI

Tepat pada tanggal 23 Maret 1946, mereka menyampaikan ultimatum kepada Perdana Menteri Syahrir agar selambat – lambatnya pada pukul 24.00 tanggal 24 Maret 1946.

Pasukan Indonesia sudah meninggalkan Bandung Selatan sejauh 10 sampai 11 kilometer dari pusat kota.

Menanggapi Ultimatum tersebut, Syahrir menugasi Syafruddin Prawiranegara dan Jenderal Mayor Didi Kartasasmita hadir ke Bandung.

Tentu baik Jenderal Mayor Nasution maupun aparat pemerintah menolak Ultimatum.

Karena sangat mustahil memindahkan ribuan pasukan dalam waktu singkat.


Mereka menemui Mayor Jenderal Hawthorn meminta agar batas Ultimatum diperpanjang.

Sementara itu, pihak Sekutu terus menyebarkan pamflet berisi tentang berita Ultimatum tersebut.

Hingga sore hari tanggal 23 Maret 1946, Nasution ikut ke Jakarta bersama Syafruddin dan Didi Kartasasmita untuk menemui Perdana Menteri Syahrir.

Syahrir pun menanggapi ultimatum tersebut, dengan menugasi Syafruddin Prawiranegara dan Jenderal Mayor Didi Kartasasmita hadir ke Bandung.

Jenderal Mayor Nasution maupun aparat pemerintah menolak Ultimatum karena dianggap sangat mustahil jika harus memindahkan ribuan pasukan dalam waktu singkat.

Mereka pun akhirnya menemui Mayor Jenderal Hawthorn meminta agar batas Ultimatum diperpanjang.

Pihak Sekutu terus menyebarkan pamflet berisi tentang berita Ultimatum tersebut.

Tiba pada saat sore harinya tanggal 23 Maret 1946, Nasution ikut ke Jakarta bersama Syafruddin dan Didi Kartasasmita untuk menemui Perdana Menteri Syahrir.

Mereka membuat alasan untuk menyelamatkan Tentara Republik Indonesia (TRI) dari kehancuran.

Pihak Syahrir mendesak Nasution agar memenuhi Ultimatum tersebut.

Syahrir pun berpendapat bahwa TRI belum mampu menandingi kekuatan pasukan Sekutu.

Keesokannya, Nasution kembali ke Bandung untuk sekali lagi dan melakukan negosiasi terkait penundaan pelaksanaan Ultimatum.

Tetapi, tentara Sekutu tetap pada pendiriannya menolak penundaan Ultimatum.

Bahkan Nasution juga menolak tawaran Sekutu yang hendak meminjamkan seratus truk untuk membawa pasukan Indonesia ke luar kota.

Pertemuan yang diadakan Nasution dengan para Komandan TRI para pemimpin laskar dan aparat pemerintahan akhirnya mencapai kesepakatan untuk membumihanguskan Bandung sebelum kota itu ditinggalkan.

Mereka berencana untuk membumihanguskan wilayah itu pada tanggal 24 Maret pukul 00.00.

Tetapi ternyata peristiwa tersebut dilaksanakan lebih awal yakni pukul 21.00.

Gedung pertama yang diledakkan ialah Bank Rakyat.

Kemudian disusul dengan pembakaran tempat seperti Banceuy, Cicadas, Braga dan Tegalega.

Anggota TRI membakar sendiri asrama – asrama mereka.

Pada malam tanggal 24 Maret 1946 bukan hanya pasukan bersenjata yang meninggalkan kota Bandung, tetapi seketika kota itu pun terbakar dan menjadi seperti lautan api.

Maka dari peristiwa bersejarah itulah disebut sebagai Bandung Lautan Api.

(Tribunnews.com/Muhammad Alvian Fakka)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas