Said Aqil Nilai Larangan Buka Bersama Over Intervensi, Mahfud MD: Enggak Apa-Apa, Itu Demokrasi
Mahfud mengatakan jika kritikan untuk pemerintah perlu sebagai bentuk pelaksanaan demokrasi.
Penulis: Abdi Ryanda Shakti
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdi Ryanda Shakti
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Mengkopolhukam), Mahfud MD tidak mempersoalkan terkait kritikan eks Ketua Umum (Ketum) PBNU, Said Aqil Siradj soal kebijakan larangan buka bersama (bukber).
Mahfud mengatakan jika kritikan untuk pemerintah perlu sebagai bentuk pelaksanaan demokrasi.
"Ya nggak apa-apa, itulah demokrasi, harus ada penilaian dari masyarakat dan banyak juga," kata Mahfud kepada wartawan di Hotel Royal Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (25/3/2023).
Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) itu bahkan bergurau jika buntut dari larangan itu, dia membatalkan sejumlah agenda bukber dan memilih bersama keluarga.
"Seperti saya sebenernya sudah menyiapkan buka bersama beberpaa sesi, tapi saya jadinya hanya buka bersama sama istri," ucapnya.
Lebih lanjut, Mahfud justru berterimakasih kepada Said Aqil karena kritik terhadap Pemerintah harus selalu ada.
Baca juga: Ketua Umum PBNU: Kalau Timnas Israel Datang ke Indonesia, Apa Palestina Rugi? Belum Tentu Juga
Menurutnya, kondisi itu menjadi tanda terlaksananya proses demokrasi di Indonesia.
"Ya nggak apa-apa, terima kasih, sebagai kritik itu harus selalu ada, yang seperti itu, itu namanya demokrasi," ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) KH Said Aqil Siradj menilai Pemerintah melakukan intervensi berlebihan dalam kebijakan pelarangan buka puasa bersama yang ditujukan untuk pejabat dan aparatur sipil negara (ASN).
Dirinya mengatakan Pemerintah telah memasuki ruang keagamaan yang menjadi urusan pemimpin agama.
"Ini adalah bentuk praktik over intervensi oleh pemerintah atas ruang-ruang kehidupan keagamaan, yang selama ini menjadi domain para pemimpin agama dan ormas-ormas keagamaan," tutur Said Aqil dalam Tadarus Kebangsaan di Hotel Royal Kuningan, Jakarta, Sabtu (25/3/2023).
Menurut Said Aqil, larangan itu berpotensi menimbulkan ketidakpercayaan umat terhadap Pemerintah jika dibiarkan terus terjadi.
“Fakta pelarangan buka puasa bersama, meskipun sudah ada penjelasan, rencana pembentukan komisi fatwa dan lain-lain sangat menimbulkan kegaduhan dan pada saatnya akan melahirkan distrust umat bila dibiarkan terus terjadi," ujar Said Aqil.
Said Aqil mengingatkan bahwa Pemerintah harus meluruskan kondisi ini kembali.
Mantan Ketua Umum PBNU ini bahkan menduga ada unsur kesengajaan dalam intervensi tersebut.
"Ini coba diambil alih dan dicoba dipaksakan (sengaja atau tidak sengaja) melalui intervensi kebijakan yang cenderung dan disinyalir cukup represif secara psikologis bagi umat," ungkap Said Aqil.
Seperti diketahui, Pemerintah mengeluarkan larangan buka puasa bersama untuk pejabat dan ASN selama bulan Ramadhan 1444 Hijriah.
Larangan itu merupakan arahan dari Presiden Joko Widodo yang tertuang dalam surat Surat Sekretaris Kabinet Nomor 38/Seskab/DKK/03/2023 tentang arahan terkait penyelenggaraan buka puasa bersama yang diteken Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung pada 21 Maret 2023.
Surat tersebut ditujukan kepada para menteri Kabinet Indonesia Maju, Jaksa Agung, Panglima TNI, Kapolri dan kepala badan/lembaga.
Di dalam surat itu ada tiga poin arahan Presiden Joko Widodo mengenai buka puasa bersama bagi pejabat dan ASN.
Pertama, penanganan Covid-19 saat ini dalam transisi dari pandemi menuju endemi, sehingga masih diperlukan kehati-hatian.
Kedua, sehubungan dengan hal tersebut, pelaksanaan buka puasa bersama pada bulan suci Ramadhan 1444 Hijriah agar ditiadakan.
Ketiga, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) agar menindaklanjuti arahan tersebut kepada para gubernur, bupati dan wali kota.
Dalam akhir surat juga ditekankan agar para menteri, kepala instansi, kepala lembaga serta kepala daerah mematuhi arahan Presiden tersebut dan meneruskan kepada seluruh pegawai di instansi masing-masing.