Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kombatan Minta Pemerintah Jangan Kendor Bongkar Transaksi Mencurigakan Rp349 Triliun

tidak kendor menyelamatkan keuangan negara, pasca mengumumkan ada Rp349 triliun transaksi mencurigakan di Tanah Air, sejak Tahun 2009 hingga 2023.

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Wahyu Aji
zoom-in Kombatan Minta Pemerintah Jangan Kendor Bongkar Transaksi Mencurigakan Rp349 Triliun
Ist
Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Komunitas Banteng Asli Nusantara (Kombatan), Budi Mulyawan. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ormas Nasionalis Komunitas Banteng Asli Nusantara (Kombatan) mendesak pemerintah, lewat Ketua Komite dan Pemberantasan TPPU Mahfud MD agar tidak kendor menyelamatkan keuangan negara, pasca mengumumkan ada Rp349 triliun transaksi mencurigakan, sejak Tahun 2009 hingga 2023.

"Keberanian Menkopolhukam melawan arus demi menyelamatkan keuangan negara, patut diapresiasi. Sikap tegas dan kontroversial itu bagian dari terobosan revolusi mental yang harus kita dukung. Negara tidak boleh kalah dengan segala bentuk etikad jahat sistematis," kata Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Kombatan, Budi Mulyawan dalam keterangannya, Sabtu (25/3/2023).

Budi Mulyawan yang akrab dipanggil Cepi, menilai sikap kontroversi Mahfud MD mengumumkan transaksi mencurigakan terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam jumlah sangat mengejutkan itu, hal yang wajar jika mengundang banyak yang kontra.

"Sebagai Menkopolhukam representasi pemerintah, kebijakan berani Mahfud MD itu adalah terobosoan implementasi undang undang keterbukaan supaya tidak lagi didominasi lips service kepada publik. Kalau ada yang kebakaran jenggot menyerang balik, itu wajar. Pasti lah, ada yang takut boroknya terbongkar," ujarnya.

Terkait ancaman Komisi III DPR RI akan memidanakan Mahfud MD karena menganggap tindakan mengumumkan temuan PPATK kepada publik bertentangan dengan konstitusi, Cepi menilai ancaman 'gertak sambal'. 

Cepi tidak sependapat jika Komisi III berdalih, seharusnya PPATK melaporkan lebih dulu temuannya kepada Komisi III DPR RI, disamping kepada Presiden. 

"Karena yang diumumkan Menkopulhukam itu dugaan TPPU hasil laporan Ketua PPTAK bukan dugaan TPPU pribadi-pribadi, jadi keterbukaan Ketua Komite & Pemberantaran TPPU itu sah. Kita sebagai rakyat harus mendukung penuh, agar tidak terus terjadi secara diam-diam. Apalagi, terjadi sejak 2009 tidak terungkap ke publik," ucapnya.

Berita Rekomendasi

Ketua Umum Kombatan yang sebelum jadi Ormas Nasionalis merupakan relawan militan Jokowi ini mengatakan, Mahfud MD sebagai Ketua Komite dan Pemberantasan TPPU justru salah besar jika tidak mengumumkan kepada publik, kalau ada transaksi ratusan triliun diduga TPPU

"Itu indentik kesengajaan menyembunyikan kondisi negara terancam kejahatan besar TPPU. Apalagi, terjadi sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY-red)," ucapnya.

Baca juga: Wakil Ketua DPR Ungkap Alasan Batal Panggil Mahfud MD Soal Dugaan TPPU Rp349 Triliun di Kemenkeu

Cepi memperingatkan, jangan sampai di tahun politik jelang transisi pemerintahan ini, dimanfaatkan kekuatan politik luar dan dalam negeri untuk bermanuver hanya bertujuan ambisi mengambil alih kendali perekonomian nasional. 

Apalagi, jika ada unsur balas dendam karena pemerintahan selama ini tidak berpihak kepentingan perekonomiannya.  

"Memasuki tahun politik ini, semua bisa saling serang, saling klaim paling benar hanya untuk mencari simpati publik demi menaikkan elektoral dalam Pemilu 2024. Jadi, publik harus kritis untuk tidak dibodohkan," katanya.

Soal keterbukaan Ketua Komite dan Pemberantasan TPPU terkait transaksi mencurigakan ratusan triliun sejak Tahun 2009, atau era Presien SBY, Cepi menilai justru lompatan pendidikan politik transparansi terkait keuangan negara.

"Ironis sekali, kalau baru terungkap sekarang. Lebih ironis lagi, ada transaksi ratusan triliun mencurigakan sejak 2009, Komisi III DPR tidak pernah tahu. Padahal, DPR diberi mandat rakyat mengawasi keuangan negara," kata Cepi. 

Untungnya, lanjut Cepi, Menkopulhukam Mahfud MD membuka ke publik. Jika tidak, sangat mungkin hingga pemerintahan ke berganti lagi, transaksi mencurigakan terus bertambah dan tetap gelap. 

"Sekarang, publik menunggu bagaimana tanggungjawab pihak-pihak yang berwenang menangani transaksi mencurigakan terkait tindak pidana pencucian uang tersebut. Jangan sampai dikaburkan isu mencari-cari kesalahan kenapa TPPU ratusan triliun diungkap," tandasnya.

Sebelumnya ramai diberitakan, Kepala PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) Ivan Yustiavanda saat dipanggil Komisi III DPR RI, menjelaskan bahwa uang sebesar Rp 349 triliun yang tertuang dalam LHA (Laporan Hasil Audit) dan LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan), jelas dan pasti adalah uang dalam konteks TPPU

Komisi III memanggil Kepala PPATK untuk rapat dengar pendapat (RDP) pada Selasa (21/03/2023) itu, terkait pernyataan Mahfud MD di media massa bahwa ada transaksi mencurigakan Rp300 triliun terkait TPPU

Pernyataan Mahfud MD pada 8 Maret 2023 itu, berbuntut gaduh politik. Apalagi, menyeruak di tengah isu panas nasional soal pamer kekayaan oknum pejabat maupun keluarganya di lingkungan Kementerian Keuangan, yakni jajaran Dirjen Bea Cukai (DBC) maupun Direktorat Jenderal Pajak (DPJ).

Belakangan, pernyataan Mahfud MD jadi terang benderang setelah Kepala PPATK membeberkan kepada Komisi III, soal angka mencurigakan bahkan mencapai Rp349 triliun. PPATK mengakui, dugaan ada TPPU tidak semata-mata tertuju pada oknum ASN (Aparatur Sipil Negara) Kemenkeu.

Baca juga: DPR Buka Peluang Ajukan Hak Angket Soal Dugaan TPPU Rp 349 Triliun di Kemenkeu

“Jika itu sudah keluar sebagai produk HA [hasil analasis] dan HP [hasil pemeriksaan], itu tentunya kami sudah berkeyakinan ada indikasi tindak pidana pencucian uang,” kata Ivan, saat rapat bersama Komisi III DPR RI.

TPPU tersebut dalam konteks transaksi hukum dan ekonomi yang terjadi dalam lingkungan atau terkait instansi Dirjen Bea Cukai.

Antara lain, dalam konteks transaksi ekspor impor. Berikutnya, terkait Dirrektorat Jenderal Pajak, antara lain dalam konteks pemenuhan tax compliance. 

Dalam dugaan TPPU itu, soal pidana predikatnya/asal (core crime-nya), ada pula yang diduga melibatkan oknum oknum di kedua Dirjen tersebut. Artinya, TPPU sebesar Rp349 triliun ini juga diduga melibatkan pihak-pihak di luar ASN Kemenkeu. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani saat jumpa pers bersama Menkopolhukam Mahfud MD, Sabtu (18/03/2023), mengatakan, transaksi mencurigakan bisa saja terjadi pelanggaran tindak pidana pabean dan pajak yang justru ditindak oleh aparat Bea Cukai dan pajak.  

Soal PPATK melaporkan LHA dan LHP ke Menkeu, karena dugaan pidana predikat/asal (core crime) terjadi di dua direktorat jenderal di bawah Kemenkeu.  

Kini, yang masih ditunggu publik, kejelasan rincian transaksi mencurigakan Rp349 triliun berlangsung dari tahun 2009 hingga 2023. Siapa saja yang diduga terlibat?

Baca juga: Mahfud Md: Transaksi Rp 349 T soal Pencucian Uang, Bukan Korupsi dan Bukan Uang Negara

"Itu (transaksi Rp349 triliun -red) tetap dihitung sebagai perputaran uang. Jadi, jangan berasumsi bahwa pegawai Kemenkeu korupsi Rp 349 T, enggak, ini transaksi mencurigakan, dan ini melibatkan ‘dunia luar’,” kata Mahfud, saat konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam, Senin sore (20/03/2023).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas