Gus Yahya dan para Guru Besar: Fikih Peradaban Bawa Indonesia Jadi Kiblat Pengkajian Islam Dunia
Gus Yahya sampaikan pemikirannya soal apakah Piagam PBB sah menurut syariat sebagai perjanjian internasional juga ditanyakan orang lain di forum ulama
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Theresia Felisiani
Oleh karena itu, menurutnya, pekerjaan rumah bagi semua pihak untuk melanjutkan imperatifnya. Jika Piagam PBB diterima sebagai kesepakatan, maka tentu harus ada imperatif ikutan.
Dalam perspektif Islam, ini sudah ada landasan syariat tentang kenapa kita tidak boleh bermusuhan dengan kelompok yang berbeda, yaitu perjanjian ini.
“Harapannya ke depan, wawasan terkait ini bisa dikembangkan lebih lanjut dan dijabarkan ke dalam berbagai produk akademik yang kita perlukan, termasuk bahan ajar untuk anak-anak kita,” kata Gus Yahya.
“Mulai hari ini bisa kita siapkan untuk anak-anak kita sehingga visi perdamaian bukan hanya mulut manis dari para imam dan pendeta saja, tetapi hidup dari umat beragama,” lanjutnya.
Baca juga: Silaturahmi ke Wakil Rais Aam PBNU, Mardiono Dapat Wejangan Agar PPP Menang di Pemilu 2024
Dekan Fakultas Studi Islam Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) Noorhaidi Hasan menyampaikan bahwa gagasan Gus Yahya mengenai fikih peradaban perlu disambut dengan gegap gempita.
Ia memberikan catatan bahwa gagasan tersebut memang sudah kuat secara epistimologi, tetapi perlu diperkuat lagi dari sisi metodologinya.
“Kalau bisa penekanan lebih jauh secara metodologis menjadi satu model yang akan diperhitungkan di seluruh dunia internasional,” katanya.
Implikasi dari pemikiran Gus Yahya ini, menurutnya, dapat membawa Indonesia sebagai kunci terkait reformasi agama.
“Kali ini, NU memasuki abad kedua, akan lahir pemikir besar dari Indonesia. khazanah pemikiran Indonesia akan dikenal luas yang bertumpu pada pemahaman keselarasan Islam dan budaya lokal,” katanya.
“Indonesia akan menjadi kiblat dunia pengkaijian Islam dengan menawarkan pemikiran segar yang kontributif bagi dunia,” jelasnya.
Sementara itu, Guru Besar Universitas Pelita Harapan Aleksius Jemadu menyampaikan bahwa memang ada peran organisasi dalam hubungan internasional.
Namun, peran itu hanya sebatas untuk mengamankan kontrol negara atas agama, memperlancar operasi sistem. Jika peran agama mengganggu, negara langsung melabeli negatif atau mengancam stabilitas politik.
Meskipun demikian, ia menegaskan bahwa gagasan Gus Yahya ini perlu didukung.
“Bersama dengan NU dan ormas lainnya, kita perlu mendukung gagasan brilian dan strategis dari Gus Yahya untuk masa depan Indonesia dan kemanusiaan universal,” katanya.
Baca juga: Strategi Pemberdayaan Perempuan Prasejahtera Indonesia Jadi Bahasan di Side Event Sidang CSW PBB