MK Putuskan Tidak Menerima Gugatan Zico soal Pencopotan Hakim Aswanto
Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 terkait pencopotan hakim Aswanto ini dipimpin Ketua MK Anwar Usman dan dihadiri seluruh hakim
Penulis: Naufal Lanten
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi menggelar sidang putusan pada perkara Nomor 17/PUU-XXI/2023 yang merupakan perkara ulang putusan Putusan MK No. 103.
Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 terkait pencopotan hakim Aswanto ini dipimpin Ketua MK Anwar Usman dan dihadiri seluruh hakim konstitusi.
Adapun sidang tersebut digelar di Ruang Sidang Pleno, Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (30/3/2023).
Dalam putusannya, Anwar Usman memutuskan tidak menerima perkara yang dimohonkan Zico Leonard Zagardo Simanjuntak ini.
“Mengadili: Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” ucapnya seraya mengetuk palu.
Dalam keputusannya itu, Mahkamah Konstitusi menyebutkan ada sejumlah poin kesimpulan.
Pertama, kata Anwar Usman, Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo. Kemudian yang kedua, Pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan tersebut.
Kemudian yang ketiga, permonhonan pemohon dianggap tidak jelas atau kabur (obscuur). Kemudian terskhur, Provisi dan Pokok Permohonan tidak dipertimbangkan lebih lanjut.
Untuk informasi, pada Kamis (16/2/2023) lalu, Mahkamah Konstitusi menggelar sidang perdana perkara bernomor 17/PUU-XXI/2023 itu.
Zico tercatat sebagai pemohon pada perkara sejenis, bernomor 103/PUU-XX/2022. Namun, terjadi dugaan pelanggaran etik, sebab putusan perkara yang dibacakan hakim Saldi Isra itu diubah dalam salinan perkara.
Hal itu disebut menjadi latar belakang Zico kembali memperkarakannya, dengan menguji materil lagi Pasal 23 ayat (1) ditambah Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 27 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK.
Dalam paparannya, Zico menyampaikan pokok permohonannya, yang diantaranya saat pertama kali menemukan perbedaan substansi putusan yang dibacakan dengan substansi file putusan dan juga risalah sidang.
“Dimana ada perubahan dari kata dengan demikian menjadi kedepan. saya yakin ininsuatu kesengajaan yang sangat terang benderang dan bukan typo belaka, dikarenakan makna kata-kata yang diubah sangat signifikan bedanya,” kata Zico.
Menurut dia, perubahan putusan ini belum pernah terjadi sebelumnya di Indonesia dan baru di Mahkamah Konstitusi. Dengan demikian, Zico mengatakan pihaknya tidak dapat mengelakkan pikirian negatif atas perubahan putusan tersebut.
Baca juga: Guntur Hamzah Ubah Substansi Putusan MK Terkait Pencopotan Aswanto, MKMK Beri Teguran Tertulis
Ia pun meyakini ini merupakan sebuah kesengajaan yang ditujukan untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu.
“Permasalahan yang sekarang harus dicari jawabannya, siapakah pelakunya, dalam kapasitas saya, saya hanya bisa menduga untuk menyempitkan lingkup pelakunya,” kata Zico.
“Yaitu mereka yang menghadle putusan dan sidang. Sehingga terduga pelaku ada di kepaniteraan Mahkamah Konstitusi ataupun individu hakim,” lanjut dia.
Diketahui, Zico menemukan perubahan substansi putusan perkara nomor: 103/PUU-XX/2022 terkait uji materi UU MK yang membahas pencopotan Hakim Aswanto.
Perubahan yang dimaksud yakni putusan yang dibacakan berbeda dengan salinan putusan.
Adapun substansi putusan yang dibacakan yakni:
"Dengan demikian pemberhentian hakim konstitusi sebelum habis masa jabatannya hanya dapat dilakukan karena alasan: mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada ketua Mahkamah Konstitusi, sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus selama 3(tiga) bulan sehingga tidak dapat menjalankan tugasnya yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, serta diberhentikan tidak dengan hormat karena alasan sebagaimana termaktub dalam Pasal 23 ayat (2) UU MK..... dan seterusnya."
Sementara dalam salinan putusan, kalimat yang yang tertulis yakni:
"Ke depan, pemberhentian hakim konstitusi sebelum habis masa jabatannya hanya dapat dilakukan karena alasan: mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada ketua Mahkamah Konstitusi, sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus selama 3(tiga) bulan sehingga tidak dapat menjalankan tugasnya yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, serta diberhentikan tidak dengan hormat karena alasan sebagaimana termaktub dalam Pasal 23 ayat (2) UU MK..... dan seterusnya."