Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

3 Pakar Kelautan & Nelayan Obi Menjawab: Produktivitas Perairan Pulau Obi Masih Terjaga

Hasil penelitian mengungkapkan produktivitas perikanan di perairan yang secara administratif berada di Kabupaten Halmahera Selatan itu masih terjaga.

Penulis: Nurfina Fitri Melina
Editor: Content Writer
zoom-in 3 Pakar Kelautan & Nelayan Obi Menjawab: Produktivitas Perairan Pulau Obi Masih Terjaga
Ist
Produktivitas Perairan Pulau Obi masih terjaga. 

“Di Obi itu perairannya subur karena klorofilnya melimpah, sehingga nelayan tetap menjadi nelayan,” jelas Janib Achmad, yang juga menjabat sebagai Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan Unkhair.

Temuan itu sebagaimana diilustrasikan dalam studi “Fish Basket Survey di Desa Kawasi dan Desa Soligi, Pulau Obi” yang dilakukan pihaknya pada tahun 2022 lalu.  Hasil studi atas survei di dua desa lingkar tambang Harita Nickel itu menjelaskan bahwa sebaran dengan konsentrasi klorofil a tertinggi berada di bagian utara Pulau Obi, di mana suhu permukaan relatif hangat dan membuat nelayan pulau obi semakin meningkat juga.

Fenomena Arlindo di Perairan Obi

Produktivitas perikanan di perairan Obi dipengaruhi oleh faktor oseanografi. Perairan ini merupakan jalur pertemuan antara samudera Pasifik dan samudera Hindia. Pertemuan dua samudera besar tersebut dikenal dengan Arus Lintas Indonesia (Arlindo). Demikian disampaikan Prof Denny Nugroho Sugianto, pakar kelautan pada Departemen Oseanografi Universitas Diponegoro Semarang.

Secara lebih rinci, Prof Denny menerangkan jalur Arlindo di perairan Obi. Menurutnya, Arlindo melewati bagian utara Obi melalui utara Pulau Bisa, bagian barat Obi, dan bagian selatan melalui selatan Pulau Gamumu. Hal itu yang membuat produktivitas perairan Pulau Obi sangat tinggi.

Menurut Prof Denny, produktivitas perairan Pulau Obi terlihat dari jumlah ikan pelagis di wilayah itu. “Keberadan ikan tersebut membawa dampak positif untuk keberlangsungan produktivitas perikanan di Indonesia,” tegasnya.

“Produktivitas primer suatu perairan erat kaitannya dengan kondisi oseanografi yang membawa nutrisi untuk pertumbuhan fitoplankton di dekat permukaan laut, sehingga memperkaya biomassa di kawasan tersebut,” kata Prof Denny, yang pernah melakukan penelitian di perairan Obi tersebut.

Berita Rekomendasi

Lebih lanjut disampaikan, Arlindo merupakan pergerakan massa air dari Samudera Pasifik menuju Samudera Hindia yang membawa dampak positif bagi perairan yang dilalui. Pertemuan arus dua samudera itu menjadi media migrasi ikan pelagis berukuran besar, seperti tuna dan cakalang. Ikan pelagis bernilai ekonomis tinggi tersebut akan banyak dijumpai di sekitar perairan yang dilalui Arlindo.

Hanya saja, untuk menikmati kelimpahan produktivitas perikanan di jalur Arlindo yang ada di perairan Obi dibutuhkan peralatan yang memadai. Karena Arlindo berada di lepas pantai (offshore), sehingga dibutuhkan armada dan peralatan tangkap yang mendukung.

“Kalau di sekitaran pantai, itu yang dimanfaatkan oleh nelayan kecil. Tapi kalau kita mau bicara yang besar potensinya, ya offshore. Indonesia bagian timur itu memang lumbung ikan, karena ada proses oseanografi,” ungkapnya, berpesan agar potensi kekayaan laut itu dapat terus dijaga.

Nelayan di Kawasi Masih Melaut

Hasil penelitian Prof Inneke diamini oleh nelayan lokal di Desa Kawasi. Saidi Jouronga (58 tahun) mengatakan ikan di perairan Kawasi masih melimpah. Dia mengaku hingga hari ini masih mencari ikan di perairan yang berada di sekitar operasional Harita Nickel, perusahaan tambang dan hilirasi nikel yang telah beroperasi sejak tahun 2010.

“Saya cari ikan di dekat-dekat sini saja. Dari Kawasi sampai Akelamo. Kalau ikan-ikan yang besar seperti Tuna dan Cakalang memang harus ke tengah laut. Tapi kalau terlalu ke tengah, lautnya dalam dan ombak juga besar. Saya juga pikir keselamatan,” ungkapnya. 

Menggunakan peralatan tradisional berupa pancing, hasil tangkapan ikan setiap hari antara 20-30 kilogram. Ikan tangkapannya dia jual di penampung lokal dengan harga berkisar antara Rp40 ribu sampai Rp 50 ribu per kilogram.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas