Dijanjikan Kerja di Thailand Malah Dikirim ke Myanmar, 30 TKI Ilegal Mengaku Disekap dan Disiksa
Kabar penyekapan dan penyiksaan ini terungkap menyusul rekaman video yang mereka buat dan berhasil mereka kirimkan pada keluarga
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, INDRAMAYU - Nasib malang menimpa puluhan pekerja migran Indonesia (PMI) atau biasa disebut TKI.
Dijanjikan mendapat pekerjaan yang layak, sekitar 30 buruh migran tersebut ternyata menjadi korban perdagangan manusia.
Mereka mengaku diperlakukan seperti budak di Myanmar, negara yang bukan dijanjikan oleh para agen mereka.
Baca juga: Silaturahmi dengan Jokowi, Ketua Solmet Usul 5 Hal Termasuk soal Moratorium TKI ke Malaysia
Dalam video yang dikirim salah satu dari mereka, para TKI tersebut disekap dan disiksa di Myanmar.
Hingga Minggu (2/4/2023) malam, penyekapan masih berlangsung. Belum diketahui bagaimana kondisi terakhir mereka.
Kabar penyekapan dan penyiksaan ini terungkap menyusul rekaman video yang mereka buat dan berhasil mereka kirimkan pada keluarga mereka di Indonesia.
Dalam rekaman video itu puluhan TKI mengaku sudah tak kuat lagi. Mereka memohon Presiden Joko Widodo segera menyelamatkan mereka.
"Kami tidak sanggup lagi, nyawa kami terancam di sini. Mohon bantuannya segera mungkin," ujar salah satu TKI dalam rekaman video yang diterima Tribun, Minggu (2/4).
Tak hanya memohon segera diselamatkan, para TKI juga merekam kondisi mereka di sana dalam video berdurasi 02:29 menit tersebut.
Mereka mengatakan, ada 30 TKI yang disekap di Myanmar. Tiga di antaranya dari Indramayu. Sisanya dari Jakarta, Sukabumi, Bekasi, dan Medan.
Para TKI juga mengatakan, dipaksa bekerja bahkan sampai 18 jam setiap harinya. Mereka disiksa jika melawan. Kondisi tersebut sudah berlangsung hampir setahun.
Baca juga: TKI Elan Sepiawan Meninggal akibat Kecelakaan Lalu Lintas di Prefektur Aichi Jepang
"Semua dokumen kami sengaja dihilangkan. Terakhir kami diterbangkan dari Malaysia ke Thailand. Dari Thailand jalur darat masuk ke negara Myanmar," ujar salah seorang TKI.
Ia juga mengatakan pada awalnya bersedia karena dijanjikan bekerja di sebuah perusahaan yang legal.
"Ternyata sampai di sini kami diperdagangkan. Hak-hak kami sebagai warga negara atau manusia sudah tidak diberlakukan lagi," ujarnya.