Mengingat Ucapan Anas Urbaningrum: Satu Rupiah Saja Anas Korupsi di Hambalang, Gantung Anas di Monas
Saat namanya terseret kasus korupsi, Anas Urbaningrum sesumbar siap digantung di Monas jika menerima uang satu rupiah pun dari proyek Hambalang.
Penulis: Sri Juliati
Editor: Nuryanti
TRIBUNNEWS.COM - Terpidana kasus korupsi Wisma Atlet Hambalang, Anas Urbaningrum akan menghirup udara bebas pada Selasa (11/4/2023) hari ini.
Ia sudah menjalani masa tahanan selama delapan tahun di Lapas Sukamiskin, Bandung.
Mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu dinyatakan bersalah serta terbukti korupsi menerima hadiah dan tindak pidana pencucian uang.
Terkait sosok Anas Urbaningrum, maka awam akan diingatkan dengan ucapannya yang penuh kontroversi.
Anas Urbaningrum pernah sesumbar siap digantung di Monas jika menerima uang satu rupiah pun dari proyek Hambalang.
Ucapan siap digantung di Monas itu dikatakan Anas pada 9 Maret 2013 saat masih memimpin Partai Demokrat.
Baca juga: Anas Urbaningrum Bebas, Segini Harta Kekayaannya Sebelum Ditahan karena Korupsi, Capai Rp 5,3 M
Nama Anas disebut oleh mantan bendahara Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin sebagai orang yang paling bertanggung jawab dalam kasus proyek Hambalang, Bogor.
Nazaruddin menyebut pengambilan uang itu tak lain untuk pemenangan Anas Urbaningrum untuk menjadi calon Ketum Demokrat.
Gerah karena namanya terus dikaitkan, Anas Urbaningrum kembali menegaskan tak terlibat sedikit pun dalam kasus itu.
"Saya yakin. Yakin. Satu rupiah saja Anas korupsi di Hambalang, gantung Anas di Monas," ujar Anas di Kantor DPP Demokrat, Jakarta Pusat.
Ia juga mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak perlu repot-repot mengurusi kasus Hambalang karena kasus itu hanya isu yang beredar di publik.
Ia menganggap pernyataan Nazaruddin yang pertama kali menyebut Anas terlibat dalam kasus itu sebagai ocehan dan karangan semata.
"Saya tegaskan, ya, KPK sebetulnya tidak perlu repot-repot mengurus soal Hambalang."
"Mengapa? Karena itu, kan, asalnya ocehan dan karangan yang tidak jelas. Ngapain repot-repot," ujarnya, dikutip dari Kompas.com.
Baca juga: Anas Urbaningrum Bebas Hari Ini, 16 Ormas Siap Jemput ke Lapas Sukamiskin, Diminta Jaga Ketertiban
Namun akhirnya, Anas ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK terkait kasus korupsi proyek Hambalang pada 22 Februari 2013.
Ia diduga menerima pemberian hadiah berupa Toyota Harrier terkait Hambalang.
KPK telah memulai penyelidikan aliran dana Hambalang ini sejak pertengahan 2012.
Sehari kemudian, ia memutuskan berhenti dari jabatannya sebagai Ketua Umum DPP Partai Demokrat.
Terkait ucapan siap digantung di Monas, Anas menyatakan kata-kata itu bukan ungkapan spontan, melainkan sudah dipikirkan secara matang sebelum dilontarkan ke publik.
"Saya berpikir dulu dan saya yakin itu didasarkan pada keyakinan," kata Anas saat wawancara dengan Kompas TV pada 28 Februari 2013.
Anas kembali menegaskan, ucapan itu dikatakannya sebab ia yakin tidak terlibat dalam kasus Hambalang.
"Tetapi, ya kalau mau dicari-cari, dihubung-hubungkan silakan saja. Tapi, saya yakin betul tidak ada kaitan apa-apa dengan apa yang disebut sebagai proyek Hambalang," tegasnya.
Berkali-kali pernyataan ini dipertanyakan, Anas tetap kukuh dengan jawabannya.
Mantan Ketua PB HMI itu terus menjawab 'yakin' dengan singkat.
Setelah menjalani sejumlah persidangan, Anas pun dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi proyek Hambalang oleh majelis hakim.
Baca juga: Rencana Anas Urbaningrum Setelah Bebas, Bertemu Orang Tua di Blitar dan Kembali ke Jakarta
Anas Urbaningrum dijatuhi vonis delapan tahun penjara dan denda Rp 300 juta oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Tak hanya itu, tanah Pondok Ali Ma'sum di Krapyak, Yogyakarta seluas 7.870 meter persegi yang disebut-sebut merupakan hasil korupsi, disita.
Anas juga wajib membayar uang pengganti yang dijatuhkan pengadilan, yakni Rp 57.592.330.580 dan 5.261.070 dolar AS atau setara Rp 62 miliar.
Bila tidak mau membayar, asetnya disita. Bila masih tidak cukup, diganti dua tahun kurungan.
Ia pun mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta atas vonis tersebut.
Oleh PT DKI Jakarta, pada Februari 2015, vonis Anas Urbaningrum berkurang dari delapan tahun penjara, menjadi tujuh tahun.
Tanahnya di Krapyak, Yogyakarta pun dikembalikan karena dinilai untuk kepentingan umat.
Namun, ia tetap diwajibkan membayar denda Rp300 juta subsider tiga bulan.
Meski vonisnya telah diringankan, Anas Urbaningrum mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
Namun, MA menolak kasasi Anas Urbaningrum dan justru memperbanyak masa hukumannya dua kali lipat menjadi 14 tahun.
Vonis ini diputuskan oleh Hakim Agung Almarhum Artidjo Alkostar pada Juni 2015.
Terkait semakin berat vonisnya itu, Anas Urbaningrum mengajukan peninjauan kembali (PK) pada 2018, setelah Artidjo pensiun.
Hasilnya, vonis Anas Urbaningrum disunat MA menjadi delapan tahun penjara.
Saat mengajukan PK, Anas sempat kembali menyinggung ucapannya soal gantung di Monas.
Ia tetap bersikukuh tidak menerima uang sepeser pun dalam kasus korupsi proyek Hambalang.
Baca juga: Kepala Lapas Sukamiskin: Anas Urbaningrum Bebas Siang Ini Pukul 14.00 WIB
Rekam Jejak Anas Urbaningrum
Anas Urbaningrum lahir di Blitar, Jawa Timur pada 15 Juli 1969.
Sehingga saat ini, ia berumur 53 tahun.
Dalam kehidupan pribadi, Anas Urbaningrum menikah dengan Athiyyah Laila dan dikarunia empat anak.
Anas Urbaningrum menempuh pendidikan dari SD hingga SMA di Kabupaten Blitar.
Setelah lulus dari SMA 1 Srengat, ia masuk ke Universitas Airlangga, Surabaya, melalui jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK) pada 1987.
Di kampus ini, ia belajar di Jurusan Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, hingga lulus pada 1992.
Anas melanjutkan pendidikannya di Program Pascasarjana Universitas Indonesia dan meraih gelar master bidang ilmu politik pada 2000.
Anas Urbaningrum termasuk sosok yang aktif di organisasi.
Saat di bangku kuliah, Anas bergabung dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Ia sempat menjadi Ketua Umum Pengurus Besar HMI pada kongres yang diadakan di Yogyakarta pada 1997.
Era Reformasi 1998, Anas menjadi anggota Tim Revisi Undang-Undang Politik atau Tim Tujuh yang menjadi salah satu tuntutan Reformasi.
Setahun kemudian, ia menjadi anggota Tim Seleksi Partai Politik atau Tim Sebelas pada Pemilu 1999.
Tugas Anas dkk saat itu adalah memverifikasi kelayakan partai politik untuk ikut dalam pemilu.
Total ada 48 partai yang berhak mengikuti Pemilu 1999.
Kemudian, Anas juga menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2001-2005 yang mengawal pelaksanaan Pemilu 2004.
Setelah mengundurkan diri dari KPU pada 8 Juni 2005, Anas Urbaningrum merapat dan bergabung dengan Partai Demokrat.
Di partai berlambang Mercy itu, Anas didaulat menjadi Ketua Bidang Politik dan Otonomi Daerah.
Partai inilah yang akhirnya mengantarkan Anas Urbaningrum lolos ke Senayan pada Pemilu 2009 dengan perolehan suara sebanyak 178.381 suara.
Ia maju mewakili dapil Jawa Timur VII meliputi Kota Blitar, Kabupaten Blitar, Kota Kediri, Kabupaten Kediri, dan Kabupaten Tulungagung.
Sekira satu tahun di DPR, Anas Urbaningrum mengundurkan diri pada 23 Juli 2010 karena terpilih menjadi Ketua Umum Partai Demokrat.
Saat itu, Anas mengalahkan dua koleganya yaitu Andi Mallarangeng dan Marzuki Alie dalam kongres ke-2 Partai Demokrat di Bandung.
(Tribunnews.com/Sri Juliati/Rizki Sandi Saputra) (Kompas.com)