Ponsel Ketua KPK Firli Bahuri Diretas Sejak Senin Lalu, Siapa Pelakunya?
Ponsel salah satu pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan salah seorang pegawai diretas hacker sejak Senin (10/4/2023).
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ponsel salah satu pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan salah seorang pegawai diretas hacker sejak Senin (10/4/2023) pagi hingga Selasa (11/4/2023) siang ini.
Belum diketahui apa maksud dan tujuan dua gawai tersebut kena retas.
"Saat ini sedang terjadi, sejak (10/4) pagi ponsel salah satu pimpinan KPK dan pegawai sedang di-hack," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Selasa (11/4/2023).
Berdasarkan sumber Tribunnews.com, ponsel pimpinan yang diretas adalah milik Ketua KPK Firli Bahuri.
Sementara terkait gawai pegawai, belum diketahui punya siapa.
Baca juga: Novel Baswedan: Firli Bahuri Sering Foto Dokumen Rahasia saat Jabat Deputi Penindakan KPK
Ali mengatakan saat ini pihak IT KPK masih berupaya memulihkan dua handphone yang diretas hacker.
Permasalahan ini pun sudah dikoordinasikan dengan pihak Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).
Akibat ponsel yang kena retas, Ali menyebut belakangan banyak informasi yang mengatasnamakan pimpinan ataupun insan KPK lainnya.
Dia pun berharap masyarakat selalu waspada dan hati-hati terhadap berbagai penyebaran hoaks tersebut.
"Namun setelah dilakukan cross check ternyata tidak benar. Kami mewanti, agar masyarakat terus berhati-hati jika ada modus-modus yang melanggar hukum dengan mengatasnamakan pimpinan ataupun pegawai KPK," kata Ali.
Dituduh Laporkan Dokumen Kasus Korupsi
Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi yang terdiri dari pimpinan KPK, akademis, organisasi masyarakat sipil, hingga mantan pegawai KPK melaporkan Ketua KPK Firli Bahuri ke Dewan Pengawas KPK, Senin (10/4/2023).
Mereka menduga Firli Bahuri telah melanggar lima kode etik dan empat dugaan tindak pidana.
Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi mendesak agar Dewas KPK lebih serius dalam menindaklanjuti laporan tersebut dengan menjatuhkan sanksi berat berupa permintaan pengunduran diri terhadap Firli Bahuri.
Dalam laporan kali ini, koalisi melaporkan Firli atas dugaan membocorkan dokumen-dokumen hasil penyelidikan dugaan korupsi tunjangan kinerja tahun anggaran 2020-2022 di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Dugaan pembocoran yang dilakukan Firli ini, disebut melanggar hukum dan kode etik sekaligus selain adanya dugaan rekayasa kasus.
Koalisi ini juga melaporkan dugaan Firli dengan sewenang-wenang mengembalikan Direktur Penyelidikan KPK Brigjen Endar Priantoro ke Kepolisian Republik Indonesia.
Koalisi menyebut kontroversi tidak hanya terjadi sekali selama Firli menahkodai KPK.
Dalam aksi ini, koalisi juga kembali melaporkan dosa-dosa Firli pada masa lalu.
Mulai dari dugaan kerap mengadakan pertemuan dengan pihak-pohak yang sedang berperkara, hingga dugaan penerimaan gratifikasi untuk menyewa helikopter.
“Semua dugaan pelanggaran yang kami laporkan, rasanya sangat lebih dari cukup sebagai alasan untuk memecat atau menon-aktifkan Firli Bahuri dari tugasnya skrg, yaitu Ketua KPK,” kata Novel Baswedan di Kantor Dewas KPK, Jakarta Selatan, Senin.
Adapun koalisi mendesak agar Dewan Pengawas KPK kali ini bisa lebih serius menindaklanjuti laporan.
Sebab, laporan ini adalah bentuk konsistensi masyarakat sipil dalam menjaga KPK.
Dalam hal ini, dari pihak-pihak yang ingin memanfaatkan KPK untuk kepentingan tertentu.
Apalagi, Firli sudah pernah mendapatkan sanksi ringan atas pelanggaran sebelumnya.
Sehingga tidak ada alasan Dewas untuk tidak menjatuhkan sanksi berat berupa rekomendasi agar Firli mengundurkan diri.
Hal ini tertuang dalam Perdewas 2/2020, Pasal 11 ayat (2) yang menyebutkan dalam hal terjadi pengulangan pelanggaran etik oleh insan komisi pada jenis pelanggaran yang sama, maka sanksi dapag dijatuhkan satu tingkat di atasnya.
“Pelaporan ini adalah bukti konsistensi Firli Bahuri dalam melanggar hukum dan konsistensi Dewas membiarkannya, padahal seharusnya sebagai Ketua KPK, dia menganut zero tolerance, Dewas juga harus lebih zero tolerance,” kata Kurnia Ramadhana, peneliti ICW menambahkan.
Sementara, eks Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan keberadaan Firli Bahuri di KPK sangat merugikan bagi nasib pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Bukan hanya membuang uang masyarakat untuk menggajinya, melainkan masyarakat juga dirugikan karena KPK yang selama ini menjadi garda terdepan pemberantasan korupsi, malah jadi tempat terjadinya dugaan korupsi dan pelanggaran hukum oleh pimpinan tertingginya," kata Saut.