KPK Duga Ada Pembelian Aset Pakai Dana Tujangan Kinerja Fiktif Kementerian ESDM
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga ada pembelian aset menggunakan dana tunjangan kinerja (tukin) fiktif pegawai Kementerian ESDM.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga ada pembelian aset menggunakan dana tunjangan kinerja (tukin) fiktif pegawai Kementerian ESDM.
Hal itu didalami tim penyidik saat memeriksa saksi Sandra Angela Jeane Ester Berman selaku pegawai BUMN, Senin (31/7/2023).
"Saksi hadir dan dugaan adanya pembelian aset menggunakan pencairan dana tukin fiktif," ujar Juru Bicara KPK Ali Fikri, Selasa (1/8/2023).
Tak hanya itu, KPK juga mendalami ihwal teknis pembayaran tukin di Kementerian ESDM.
Materi pemeriksaan tersebut dikonfirmasi kepada dua PNS Kementerian ESDM, Mukti Lestari dan Kusmiarsih.
"Kedua saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan teknis pembayaran tukin di Kementerian ESDM," kata Ali.
Baca juga: KPK Kembangkan Kasus Tukin ESDM ke TPPU: Pelaku Korupsi Takut Harta Dirampas
Dalam kasus ini, KPK menetapkan 10 orang sebagai tersangka.
10 tersangka dimaksud antara lain, Priyo Andi Gularso (PAG), Subbagian Perbendaharaan/PPSPM; Novian Hari Subagio (NHS), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK); Lernhard Febian Sirait (LFS), Staf PPK; Abdullah (A), Bendahara Pengeluaran; dan Christa Handayani Pangaribowo (CHP), Bendahara Pengeluaran.
Kemudian, Haryat Prasetyo (HP), PPK; Beni Arianto (BA), Operator SPM; Hendi (H), Penguji Tagihan; Rokhmat Annashikhah (RA), PPABP; dan Maria Febri Valentine (MFV),Pelaksana Verifikasi dan Perekaman Akuntansi.
Baca juga: KPK: Kasus Korupsi Tukin Disebabkan Pengawasan Kementerian ESDM Lemah
Dari kontruksi perkara yang disampaikan Ketua KPK Firli Bahuri, diceritakan bahwa kasus bermula dari realisasi pembayaran belanja pegawai di Kementerian ESDM selama 2020 sampai 2022 sebesar Rp221.924.938.176 yang dimanipulasi para tersangka.
Komisi antikorupsi menduga proses pengajuan anggaran itu tidak disertai data dan dokumen pendukung.
"Pengkondisian daftar rekapitulasi pembayaran dan daftar nominatif di mana Tersangka PAG meminta kepada LFS agar 'dana diolah untuk kita-kita dan aman', menyisipkan' nominal tertentu kepada 10 orang secara acak, pembayaran ganda atau lebih kepada 10 orang yang telah ditentukan," kata Firli di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (15/6/2023).
Dari siasat itu, nominal tukin, yang seharusnya dibayar Rp1.399.928.153, menggelembung menjadi Rp29.003.205.373.