Majelis Tinggi: Vonis Putri Candrawathi Karena Hakim Mampu Serap Nilai yang Hidup di Masyarakat
Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap terdakwa Putri Candrawathi.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap terdakwa Putri Candrawathi atas vonis pidana penjara 20 tahun.
Majelis tinggi mengesampingkan memori banding penasihat hukum terdakwa Putri Candrawathi namun menerima memori banding milik Jaksa Penuntut Umum (JPU).
"Memori banding dari pembanding penasihat hukum terdakwa harus dikesampingkan, sedangkan memori banding dari penuntut umum dapat dikabulkan," kata Hakim Ketua, Ewit Soetriadi dalam sidang putusan banding Putri Candrawathi di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Rabu (12/4/2023).
Baca juga: Banding Sia-sia, Putri Candrawathi Tetap Diganjar Pidana 20 Tahun Penjara
Hakim mengatakan setujun Pengadilan Tinggi atas vonis yang dijatuhkan oleh PN Jaksel selaku pengadilan tingkat pertama bukan karena desakan publik.
Melainkan karena telah menyerap pendapat publik, nilai-nilai dalam masyarakat serta pendapat sahabat pengadilan, sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 5 Ayat (1) UU Nomor 48 Tahun 2009.
Dalam pasal tersebut, menyatakan bahwa 'Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat'.
Selain itu perkara yang melibatkan Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi ini juga membuka tabir aib adanya kerusakan dalam lembaga, serta kesewenangan pejabat yang merusak lembaga penegak hukum.
"Akan tetapi karena majelis hakim telah dapat menyerap pendapat publik, nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, pendapat sahabat pengadilan sebagaimana Pasal 5 Ayat (1) UU Nomor 48 Tahun 2009 yang karenanya ini menjadi terbukanya kasus ini dan masyarakat menjadi tahu bahwa akibat perbuatan terdakwa dan terdakwa-terdakwa lainnya telah membuka aib adanya kerusakan dalam lembaga, dan kesewenangan pejabat yang merusak lembaga penegak hukum," kata hakim.
Padahal terang hakim, hukum semestinya hadir untuk menyejahterakan masyarakat, bukan justru mencederai dan membohongi publik sebagaimana yang dilakukan para terdakwa.
"Karena sebenarnya hukum itu ada untuk menyejahterakan masyarakat, dan bukan sebaliknya digunakan untuk mencederai untuk membohongi masyarakat," katanya.