Ditetapkan Jadi Tersangka, Ketua LEU MUI Surati Kapolda Metro Jaya Minta Gelar Perkara Ulang
Ketua Lembaga Ekonomi Umat Majelis Ulama Indonesia (LEU MUI), Sutrisno Lukito Disastro menyurati Kapolda Metro Jaya soal penetapan tersangka dirinya.
Penulis: Abdi Ryanda Shakti
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdi Ryanda Shakti
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Lembaga Ekonomi Umat Majelis Ulama Indonesia (LEU MUI), Sutrisno Lukito Disastro menyurati Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto soal penetapan status tersangka kepada dirinya.
Surat tersebut bermaksud agar penyidik melakukan gelar perkara kembali untuk menelaah penetapan tersangka tersebut.
"Kami mau tanya lagi surat permohonan untuk gelar perkara dari 29 Maret 2023 apa akan digelar, apa gimana," kata Pengacara Sutrisno, Tomson Situmeang kepada di Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (14/4/2023).
Untuk informasi, Sutrisno ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Pemberitahuan Penetapan Tersangka Nomor: B/13/II/RES.1.2./2023/Restro Tangerang Kota, tanggal 9 Februari 2023.
Dia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan Tindak Pidana Pemalsuan Surat dan/atau Menyuruh Menempatkan Keterangan Palsu ke dalam Akta Otentik sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 263 ayat (1) dan ayat (2) KUHPidana jo. Pasal 55 KUHP dan/atau Pasal 266 ayat (1) dan ayat (2) KUHPidana jo Pasal 55 KUHP yang terjadi pada bulan Maret 2018 di Desa Dadap, Kecamatan Kosambi, Kabupaten Tangerang.
"Menurut kami ada kriminaliasasi tokoh ulama, Bendahara Pengurus NU, Dewan Pakar Muhammadiyah dan MUI selaku Bidang Ekonomi," ucapnya.
Baca juga: Janji Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto Tindak Tegas Anggota Bermasalah: Penyakit Harus Diobati
Kasus ini bermula atas laporan seorang pria bernama Idris dengan terlapor bernama Djoko Sukamtono.
Dalam laporan polisi itu, Idris tak menyertakan Pasal 55 KUHP tentang pemyertaan, sehingga terlapornya hanya Djoko.
Berkas perkara Djoko sendiri telah dinyatakan lengkap atau P21. Bahkan sudah diputus melalui persidangan.
Selama proses persidangan pun tidak ada pengenaan Pasal 55 KUHP. Sehingga menjadi janggal jika nama Sutrisno menjadi terseret kasus ini.
"Joko ini karyawan si ulama (Sutrisno), dia ditersangkakan karena dianggap harus ikut bertanggung jawab," ucapnya.
Baca juga: Jadi Kapolda Metro Jaya, Irjen Karyoto Ungkap Perbedaan Saat Menjabat Deputi Penindakan KPK
Tomson pun beranggapan bahwa Idris bukan pemilik sah tanah yang disengketakan dengan Djoko.
Sebab, Idris berada di Lampung dari Tahun 1982 sampai dengan 2018. Idris mendapatkan tanah tersebut sebagai warisan dari orangtuanya bernama Iran pada tahun 1982 dan kemudian dibuatkan girik.
Padahal, sejak terbitnya UU Nomor 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, 24 September 1960 dan PP Nomorb10/1961 tentang Pendaftaran Tanah, 23 Maret 1961 sudah tidak ada lagi penerbitan girik sebagai alas hak tanah adat, sesuai ketentuan Pasal 24 ayat (1) PP Nomor 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah dan Penjelasannya.
Baca juga: Respons KPK Sikapi Laporan Brigjen Endar Priantoro ke Polda Metro Jaya: Harusnya PTUN
Hal ini dikuatkan dengan pihak Kelurahan Dadap yang mengeluarkan surat yang menyatakan girik milik Idris tidak ada dalam arsip di kelurahan.
Namun, dalam persidangan mendadak berubah bahwa girik Idris ditemukan di sebuah bundle yang acak-acakan.
Selain itu, Lurah Dadap juga menyatakan kepemilikan surat girik nomor 727 yang diklaim Idris sesungguhnya atas nama Layung. Dan tidak pernah ada mutasi maupun peralihan kepemilikan dari Layung kepada Idris.