Eks Pimpinan KPK Desak Firli Bahuri Mundur, Ngabalin: Semacam Post Power Syndrome
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Ali Mochtar Ngabalin, menyentil para mantan pimpinan KPK terkait orasi pada Senin (10/4/2023) lalu.
Penulis: Milani Resti Dilanggi
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Ali Mochtar Ngabalin, mengkritik langkah para mantan pimpinan KPK terkait orasi pada Senin (10/4/2023) lalu.
Sebelumnya, para mantan pimpinan KPK itu melakukan orasi di depan Gedung Merah Putih untuk mendesak Firli Bahuri mundur sebagai Ketua KPK.
Desakan tersebut buntut polemik pencopotan Brigjen Endar Priantoro dari KPK.
Kasus tersebut kemudian melebar hingga menjadi pemantik protes terhadap Ketua KPK Firli Bahuri yang dinilai melakukan sejumlah pelanggaran etik.
Ngabalin mengatakan, melaporkan Firli Bahuri ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK terkait dugaan pelanggaran etik dan pidana sah-sah saja dalam demokrasi.
Namun, ia menyesalkan jika langkah itu dibarengi dengan adanya desakan mundur hingga berujung orasi.
Baca juga: MAKI Resmi Laporkan Dugaan Pembocoran Dokumen Kasus Tambang ESDM ke KPK
"Bahwa langkah-langkah dan proses yang sudah diajukan itu sudah benar kalau diduga ada pelanggaran dengan dokumen yang ada," ujar Ngabalin, Kamis (13/4/2023) dikutip dari youTube Kompas TV.
Ngabalin menilai apa yang dilakukan oleh mantan penyidik KPK itu adalah semacam post power syndrome.
Mengutip jatengprov.go.id, post power syndrome adalah suatu kondisi kejiwaan yang umumnya dialami oleh orang-orang yang kehilangan kekuasaan atau jabatan yang diikuti dengan menurunnya harga diri.
"Ini ada semacam post power syndrome, kedua jangan memasukan gerakan-gerakan baru seperti mengisyaratkan kebencian dan kemarahan kepada lembaga tinggi negara seperti ini."
Ia menilai, apa yang dilakukan oleh sejumlah pimpinan KPK itu tak mengedukasi publik.
"Diikuti dengan dengan narasi atau dengan tuntutan untuk segera diberhentikan kemudian pengunduran diri dan lain-lain menurut saya ini tidak memberi edukasi publik bagaiamana menyampaikan pendapat di ruang publik," ujar Ngabalin.
"Itu tidak mendidik orang banyak, apa-apa demonstrasi, apa-apa gelar spanduk, pamflet untuk menuntut-menuntut," ujar Ngabalin.
Orasi Desak Firli Bahuri Mundur