Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kuliah Umum di Lemhannas, Hasto: Terlalu Lama De-Soekarnoisasi Sehingga Kita Terlalu Inward Looking

Gubernur Lemhannas Andi Wijayanto membuka acara itu, dan peserta diikuti oleh ratusan siswa dari berbagai latar belakang militer maupun sipil.

Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Kuliah Umum di Lemhannas, Hasto: Terlalu Lama De-Soekarnoisasi Sehingga Kita Terlalu Inward Looking
Ist
Dr Hasto Kristiyanto saat memberi kuliah umum sekaligus berdiskusi dengan Peserta PPRA LXV dan PPSA XXIV Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI, pada Senin (17/4/2023), di Jakarta. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dosen Universitas Pertahanan (Unhan) RI yang juga Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto memaparkan betapa penting dan relevannya teori geopolitik Soekarno dalam menghadapi kondisi aktual dunia serta bangsa pada saat ini.

Hal itu disampaikan Hasto saat memberi kuliah umum sekaligus berdiskusi dengan Peserta PPRA LXV dan PPSA XXIV Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI, pada Senin (17/4/2023), di Jakarta.

Gubernur Lemhannas Andi Wijayanto membuka acara itu, dan peserta diikuti oleh ratusan siswa dari berbagai latar belakang militer maupun sipil.

Hasto sempat ditanya oleh para peserta soal teori geopolitik Soekarno yang bersubstansi sangat baik, namun kurang terlihat dalam praktik pemerintahan di masa kini.

Hasto menjawab bahwa selama ini Indonesia terlalu inward looking, jago kandang, dan lupa bahwa Indonesia dilahirkan untuk jadi pemimpin di antara bangsa-bangsa. Geopolitik Soekarno, yang dibangun oleh para pendiri bangsa, banyak dilupakan.

“Atas dasar hal tersebut, teori geopolitik Soekarno kami konstruksikan secara akademis dengan mixed method multiphase sehingga bisa dipertanggungjawabkan secara akademis," ujar Hasto.

Proses panjang de-Soekarnoisasi yang terjadi selama ini ikut menyebabkan pelaksanaan politik luar negeri dan pertahanan kehilangan daya imajinasi dan spiritnya di dalam membangun persaudaraan dunia.

Baca juga: Hasto: Penataan Kampus Harus Terintegrasi dengan Koridor Strategis Pembangunan Berdasar Geopolitik

Berita Rekomendasi

“Indonesia seharusnya memainkan global leadershipnya secara komprehensif yang berbekal daya imajinasi tentang tata dunia baru dimana sistem internasional yang anarkis harus direform melalui demokratisasi di PBB,” kata Hasto lebih lanjut.

Berkaitan dengan itu, maka Indonesia harus melihat keluar, outward looking, dan membangun kapasitas maupun kemampuan dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk penguasaan iptek, olah raga, budaya, pangan dan lain-lain.

“Akibat de-Soekarnoisasi yang sudah terlalu lama, kita terlalu lama meninggalkan pemikiran geopolitik Soekarno, Hatta, dan para bapak pendiri bangsa lainnya. Kondisi saat ini adalah akumulasi dari berpuluh tahun proses tersebut,” kata Hasto.

Di dalam kuliah umumnya, Hasto memberi pemaparan panjang soal teori geopolitik Soekarno, yang merupakan hasil penelitian disertasinya di Unhan RI. Dari latar belakang permasalahan, pengayaan akademik, penelitian hingga kesimpulan.

Hasto menyampaikannya dengan bersemangat dan mampu menarik perhatian para peserta yang sangat serius mendengarkannya. Berbagai contoh-contoh kasus yang aktual disampaikan, termasuk menyangkut pengalaman Indonesia dengan berbagai negara di dunia.

Intinya, ujar Hasto, pemikiran geopolitik Soekarno bertumpu pada beberapa poin.

Yakni didasarkan pada ideologi Pancasila; bertujuan membangun tata dunia baru; berdasarkan prinsip bahwa dunia akan damai apabila bebas dari imperialisme dan kolonialisme. Lalu bertumpu pada pentingnya menggalang solidaritas bangsa berdasarkan prinsip koeksistensi damai (peaceful coexistence); berorientasi pada struktur dunia yang demokratis, sederajat dan berkeadilan.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas