Kasus Suap Bupati Kepulauan Meranti, KPK Periksa Bos Tanur Muthmainnah Reza Pahlevi
Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap bos PT Hamsa Mandiri International, Muhammad Reza Pahlevi, Kamis
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap bos PT Hamsa Mandiri International, Muhammad Reza Pahlevi, Kamis (4/5/2023).
Pemilik perusahaan travel umrah Tanur Muthmainnah itu diagendakan diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat Bupati nonaktif Kepulauan Meranti Muhammad Adil (MA).
"Pemeriksaan bertempat di gedung Merah Putih KPK," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Kamis (4/5/2023).
Selain Reza Pahlevi, penyidik juga memanggil Heny Fitriani.
Dia juga dijadwalkan diperiksa sebagai saksi sekaligus untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka Adil dan kawan-kawan.
Reza Pahlevi dan Heny Fitriani diketahui telah dicegah bepergian ke luar negeri.
Selain dua nama itu, KPK juga meminta Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mencegah Maria Giptia dan Deny Surya AR ke luar negeri.
Mereka dicegah bepergian ke luar negeri untuk enam bulan ke depan terhitung sejak 27 April 2023.
KPK mengimbau agar para pihak yang dicegah tersebut kooperatif jika dipanggil sebagai saksi.
Keempat orang tersebut dicegah karena keterangannya sangat dibutuhkan untuk percepatan kelengkapan alat bukti kasus dugaan suap Bupati Kepulauan Meranti.
KPK sebelumnya telah menetapkan Bupati nonaktif Kepulauan Meranti M Adil (MA) sebagai tersangka.
Adil ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan Kepala BPKAD Pemkab Kepulauan Meranti Fitria Nengsih (FN) serta Pemeriksa Muda Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Riau M Fahmi Aressa (MFA).
Adil dijerat dengan tiga kasus sekaligus.
Pertama, Adil diduga telah melakukan korupsi terkait pemotongan Uang Persediaan (UP) dan Ganti Uang Persediaan (GUP) dengan kisaran 5 persen sampai 10 persen untuk setiap SKPD.
Pemotongan anggaran tersebut disamarkan Adil seolah-olah sebagai utang.
Kedua, berkaitan kasus dugaan suap pengondisian pemeriksaan keuangan pada 2022 di Pemkab Kepulauan Meranti.
Adil diduga telah menyuap M Fahmi Aressa senilai Rp1,1 miliar agar Pemkab Kepuasan Meranti mendapatkan status predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Kasus Ketiga, terkait dugaan korupsi penerimaan fee dari jasa travel umrah.
Adil diduga menerima fee Rp1,4 miliar dari perusahaan travel umrah PT Tanur Muthmainnah melalui Fitria Nengsih.
Pemberian uang melalui Fitria Nengsih yang juga merupakan Kepala Cabang PT Tanur Muthmainnah terjadi pada bulan Desember 2022.
Baca juga: KPK Cegah 3 Pihak Penyedia Jasa Travel Umrah ke Luar Negeri Terkait Kasus Suap Bupati Meranti
Diduga Suap tersebut sebagai fee pemulus lantaran perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa travel perjalanan umrah itu telah dimenangkan untuk proyek pemberangkatan umroh bagi para Takmir Masjid di Kabupaten Kepulauan Meranti.
"MA menerima uang sejumlah sekitar Rp1,4 miliar dari PT TM (Tanur Muthmainnah) melalui FN yang bergerak dalam bidang jasa travel perjalanan umroh karena memenangkan PT TM untuk proyek pemberangkatan umroh bagi para Takmir Masjid di Kabupaten Kepulauan Meranti," ungkap Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam jumpa pers, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (7/4/2023) malam.
Kasus dugaan suap itu dibongkar lembaga antikorupsi melalui Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Kamis (6/4/2023).
Pemilik PT Tanur Mutmainah Reza Fahlevi merupakan 1 dari 28 orang yang ditangkap tim satgas KPK dalam OTT tersebut.
Atas dugaan perbuatan rasuah tersebut, Adil yang diduga sebagai penerima suap disangkakan melanggar pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selain itu, Adil juga sebagai pihak yang diduga pemberi dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara itu, Fitria Nengsih sebagai pihak yang diduga pemberi dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan M Fahmi Aressa yang diduga sebagai penerima melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Para tersangka itu telah dijebloskan oleh penyidik KPK ke jeruji besi.
Adil bersama Fitria Nengsih dojebloskan ke Rutan KPK pada Gedung Merah Putih.
Sementara tersangka M Fahmi Aressa dijebloskan ke Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur.
KPK memastikan bakal mengembangkan kasus tersebut.
Pun termasuk menjerat pihak-pihak lain yang diduga terlibat baik itu memberi atau menerima suap.