Jawab Tudingan Haris-Fatia Soal Luhut Diduga Korupsi, Jaksa: Merupakan Asumsi dan Pendapat Pribadi
tudingan terdakwa sekaligus aktivis HAM Haris Azhar dan Fatia Maulidyanti bahwa Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan terlibat korupsi asumsi belaka
Penulis: Fahmi Ramadhan
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menilai tudingan terdakwa sekaligus aktivis HAM Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti yang menyatakan Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan terlibat kasus korupsi merupakan asumsi belaka.
Hal itu diungkapkan Jaksa dalam sidang pembacaan tanggapan atas eksepsi atau nota keberatan Haris dan Fatia atas kasus dugaan pencemaran nama baik Luhut di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (8/5/2023).
Adapun hal itu dikatakan Jaksa setelah pihaknya memperhatikan hasil penelitian yang dibuat oleh koalisi masyarakat sipil bersihkan Indonesia yang dinilai tidak ada tindak pidana korupsi yang dilakukan Luhut.
"Bahwa dengan memperhatikan hasil penelitian yang dibuat oleh koalisi masyarakat sipil bersihkan Indonesia ternyata tidak satupun yang menyatakan adanya peristiwa hukum tindak pidana korupsi," kata Jaksa dalam ruang sidang, Senin (8/5/2023).
"Merupakan asumsi ataupun pendapat pribadi atas hasil penelitian yang tidak dapat dipastikan kebenarannya," sambungnya.
Sebelumnya diberitakan, Terdakwa sekaligus aktivis HAM Haris Azhar menjalani sidang pembacaan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait dugaan pencemaran nama baik terhadap Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan.
Adapun sidang pembacaan nota keberatan itu digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Timur Senin (17/4/2023) pukul 10.00 WIB.
Anggota tim kuasa hukum Haris, Asfinawati menuturkan bahwa pihaknya menilai dakwaan yang dijatuhkan terhadap Haris dianggap prematur.
Lanjut Asfinawati, seharusnya aparat penegak hukum terlebih dahulu melakukan penyelidikan terkait adanya dugaan tindak pidana gratifikasi yang diklaim melibatkan Luhut Binsar Panjaitan.
"Dakwaan prematur karena penyelidikan atau penyidikan dugaan pelanggaran HAM dan tindak pidana korupsi gratifikasi dan atau suap yang diduga melibatkan Luhut Binsar Panjaitan seharusnya didahulukan penegakan hukumnya," ucap Asfinawati dalam pembacaan nota keberatan tersebut.
Terkait dugaan gratifikasi itu dijelaskan eks Ketua YLBHI tersebut bahwa Luhut diduga menerima pemberian saham sebesar 30 persen dari perusahaan bernama West Wits Minning kepada PT Tobacom Del Mandiri.
Mengenai PT Tobacom Del Mandiri itu Asfinawati menyebut bahwa perusahaan tersebut merupakan anak perusahaan dari PT Toba Sejahtera yang dimiliki dan dikuasai oleh Luhut.
Baca juga: Aktivis HAM Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti Kembali Jalani Sidang Kasus Lord Luhut
Hal itu lah yang jadi pembahasan Haris dan Fatia dalam diskusi di akun Youtube milik Haris berjudul "ADA LORD LUHUT DIBALIK RELASI EKONOMI OPS MILITER INTAN JAYA!!JENDERAL BIN JUGA ADA" dan menjadi alat bukti atas dakwaan pencemaran nama baik yang menjerat Direktur Lokataru tersebut.
"Bahwa dugaan gratifikasi yang diduga diterima oleh saksi Luhut Binsar Pandjaitan merupakan permasalahan utama yang muncul dan dibahas
dalam podcast karena dampak dari dugaan gratifikasi tersebut dapat membuat kerugian Negara" jelasnya.
Asfinawati juga menilai, atas dasar kepentingan itu lah sudah selayaknya laporan atas dugaan gratifikasi menjadi prioritas dari kepolisian guna melakukan pemeriksaan.
"Namun laporan dugaan gratifikasi tersebut tidak berjalan hingga saat ini dan masih dalam proses penyelidikan," tegasnya.