KPK Tetapkan Dirut dan Dirkeu BUMN PT Amarta Karya Tersangka Korupsi Subkontraktor Fiktif
Keduanya dijerat dalam kasus dugaan korupsi terkait proyek pengadaan subkontraktor fiktif di perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Erik S
"Buku rekening bank, kartu ATM dan bongol cek dari badan usaha CV fiktif dipegang oleh staf bagian akuntansi PT AK Persero yang menjadi orang kepercayaan dari tersangka CP dan tersangka TS (Trisna Sutisna, Red) agar memudahkan pengambilan dan pencairan uang sesuai dengan permintaan tersangka CP," jelas Johanis.
KPK menduga ada sekira 60 proyek pengadaan PT Amarta Karya yang disubkontraktorkan secara fiktif oleh Catur dan Trisna, di antaranya sebagai berikut:
Baca juga: Kasus Dugaan Korupsi Proyek Amarta Karya, KPK Periksa Staf Utama Kemenhub
1. Pekerjaan konstruksi pembangunan rumah susun Pulo Jahe, Jakarta Timur
2. Pengadaan jasa konstruksi pembangunan gedung olahraga Univesitas Negeri Jakarta
3. Pembangunan laboratorium Bio Safety Level 3 Universitas Padjadjaran
Johanis mengatakan, uang yang diterima Catur dan Trisna kemudian diduga antara lain digunakan untuk membayar tagihan kartu kredit, pembelian emas, perjalanan pribadi ke luar negeri, pembayaran member golf, dan juga pemberian ke beberapa pihak terkait lainnya.
Baca juga: Korupsi Proyek di Amarta Karya, KPK Dalami Aliran Uang Terkait Pembentukan Subkontraktor Fiktif
Perbuatan Catur dan Trisna melanggar ketentuan di antaranya:
1. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
2. Peraturan Menteri BUMN PER-05/MBU/2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa BUMN
3. Prosedur PT Amarta Karya tentang pengadaan barang dan jasa di lingkungan internal PT Amarta Karya
"Akibat perbuatan kedua tersangka tersebut, diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp46 miliar. Saat ini tim penyidik masih terus menelusuri adanya penerimaan uang maupun aliran sejumlah uang ke berbagai pihak terkait lainnya," kata Johanis.
Atas perbuatannya, Catur dan Trisna disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.