Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pemerintah Tunggu Undangan DPR Bahas RUU Perampasan Aset, Wamenkumham: Tak Hanya Soal Korupsi

Surpres yang masuk ke DPR harus dibahas melalui Rapat Pimpinan (Rapim) terlebih dulu untuk kemudian dibawa ke Rapat Badan Musyawarah (Bamus).

Penulis: Reynas Abdila
Editor: Seno Tri Sulistiyono
zoom-in Pemerintah Tunggu Undangan DPR Bahas RUU Perampasan Aset, Wamenkumham: Tak Hanya Soal Korupsi
Tribunnews.com/Ilham
Wakil Menteri Hukum dan HAM, Eddy Hiariej. Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset terkait tindak pidana sudah diteken Presiden Joko Widodo. Surat presiden (supres) bernomor R-22/Pres/05/2023 telah dikirim ke DPR pada Kamis (4/5/2023). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset terkait tindak pidana sudah diteken Presiden Joko Widodo.

Surat presiden (supres) bernomor R-22/Pres/05/2023 telah dikirim ke DPR pada Kamis (4/5/2023).

"Dengan ini kami menyampaikan Rancangan Undang-Undang tentang Perampasan Aset terkait dengan Tindak Pidana untuk dibahas dalam Sidang Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, guna mendapatkan persetujuan dengan prioritas utama," tulis Presiden dalam Supres bernomor R-22/Pres/05/2023.

Baca juga: Siap Bahas RUU Perampasan Aset, Anggota Komisi III Pastikan DPR Butuh Masukan dari Para Ahli




Lantas apakah RUU Perampasan Aset Tindak Pidana akan membuat koruptor jera melakukan tindak pidana korupsi?

Salinan draf yang diterima Tribun Network, keberadaan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana untuk mendukung upaya penegakan hukum yang berkeadilan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Hal itu sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Keberadaan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana diyakini akan membangun suasana pengaturan yang jelas dan komprehensif mengenai pengelolaan aset yang telah dirampas serta mendorong terwujudnya penegakan hukum yang profesional.

Ada beberapa bagian yang menarik, dari draf RUU Perampasan Aset.

BERITA TERKAIT

Di pasal dua disebutkan bahwa RUU Perampasan Aset tidak hanya merampas aset hasil korupsi, namun semua aset terkait tindak pidana.

Aset tindak pidana yang dapat dirampas sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat 2 adalah dengan nilai lebih besar dari Rp 100 juta.

Adapun Aset yang disita berasal dari tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara empat tahun atau lebih.

Aset yang dapat dirampas berdasarkan RUU perampasan aset, di antaranya aset yang diperoleh secara langsung atau tidak langsung dari tindak pidana.

Selain itu, aset dari tindak pidana yang telah dihibahkan.

Ada pula aset yang digunakan untuk melakukan tindak pidana serta aset korporasi, yang diperoleh dari tindak pidana.

Substansi Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset sejatinya adalah mengatur jenis aset yang bisa dirampas.

Hal ini diatur dalam Pasal 5 ayat (1) dan (2) RUU Perampasan Aset yang menegaskan jenis aset yang bisa dirampas ialah diperoleh secara langsung atau tidak langsung dari tindak pidana.

Kemudian aset yang telah dihibahkan atau dikonversikan juga bisa dirampas oleh negara.

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej optimis Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset bakal dibahas bersama DPR di masa sidang V tahun sidang 2022-2023 yang akan dimulai pada Selasa (16/5/2023).

Hal itu disampaikan Wamenkumham setelah Presiden Joko Widodo mengirim Surat Presiden (Surpres) Nomor R-22/Pres/05/2023 tentang RUU tentang Perampasan Aset Tindak Pidana yang telah diterima DPR pada Kamis (4/5/2023).

"Saya optimis RUU ini akan dibahas dan diselesaikan dalam masa sidang DPR berikut yang akan dimulai pada tanggal 16 Mei 2023," kata Eddy Hiariej dalam keterangannya, Rabu (10/5/2023).

Saat ini, kata Wamenkumham, pemerintah tengah menunggu undangan pembahasan RUU itu dari DPR.

Sebab, surpres yang masuk ke DPR harus dibahas melalui Rapat Pimpinan (Rapim) terlebih dulu untuk kemudian dibawa ke Rapat Badan Musyawarah (Bamus).

"Belum dapat dipastikan apakah pembahasan di DPR oleh Komisi III ataukah Badan Legislatif (Baleg)," jar Eddy Hieriej.

Wamenkumham menjelaskan, RUU Perampasan Aset yang nantinya akan dibahas pemerintah bersama DPR terdiri dari 7 bab dan 68 pasal.

Eddy Hiariej menyebut, RUU yang merupakan inisiatif pemerintah ini dalam pembentukannya melibatkan 7 kementrian dan lembaga.

Seperti, Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam), Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB).

Kejaksaan Agung, Polri, dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga turut terlibat dalam pembentukan RUU inisiatif pemerintah tersebut.

"RUU ini merupakan komitmen pemerintah dan DPR untuk melakukan pemberantasan korupsi yang tidak hanya follow the suspect but follow the money too," papar Wamenkumham.

Baca juga: NasDem Ingatkan Pembahasan RUU Perampasan Aset Harus Berdasarkan Perdebatan Hukum, Bukan Politis

Kendati demikian, Guru Besar Hukum Pidana UGM ini menekankan, RUU Perampasan Aset tidak hanya berkaitan dengan Tindak pidana korupsi (Tipikor).

RUU ini, kata Wamenkumham, juga akan menjadi undang-undang yang mengatur tentang pengambilalihan atas kepemilikan aset tindak pidana bermotif ekonomi, misalnya korupsi dan narkotika.

"Penting digaris bawahi bahwa RUU Perampasan Aset tidak semata terkait kejahatan korupsi tetapi juga kejahatan lainnya," jelas Eddy Hiariej.

Manajemen Pengelolaan Aset

Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR RI Indra Iskandar mengonfirmasi Surat Presiden tentang RUU Perampasan Aset telah dikirimkan ke DPR RI.

“Iya betul DPR sudah menerima surpres tersebut tanggal 4 Mei," ujar Indra.

Meskipun demikian, Indra menjelaskan bahwa Surpres tersebut baru akan dibahas setelah pembukaan masa sidang baru pada Selasa (16/5/2023) mendatang.

Dikarenakan, saat ini DPR sedang menjalani masa reses hingga Senin (15/5/2023) sehingga Surpres yang masuk harus dibahas melalui mekanisme rapat pimpinan (rapim).

"Setelah rapim lalu dibawa ke rapat Bamus untuk penugasan kepada AKD yang ditugaakan dan dilaporkan terlebih dahulu dalam paripurna," imbuhnya.

Kepala Seksi Pengelolaan Kekayaan Negara pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Palu Surya Hadi Purnama menegaskan pengelolaan barang rampasan adalaj ujung dari mata rantai perampasan aset.

Menurutnya, pengelolaan barang rampasan memiliki peran strategis dalam rangka upaya pemulihan aset (asset recovery) tindak pidana.

“Optimalisasi pengelolaan barang rampasan akan mempengaruhi keluaran (outcome) dari tahapan proses pemulihan aset yang telah dilakukan,” kata Surya dikutip Selasa (9/5/2023).

Untuk mencapai tujuan tersebut, imbuh dia, pengelolaan barang rampasan harus dilakukan dengan memperhatikan baik aspek penegakan hukum (law enforcement) dan juga aspek pengelolaan aset (asset management).

Aspek penegakan hukum merupakan inti dari proses pemulihan aset.

Proses ini dilaksanakan oleh aparat penegak hukum sebagai bagian dari proses hukum yang dilakukan dalam rangka penanganan suatu perkara tindak pidana.

Seiring perkembangannya, penanganan perkara tindak pidana dilakukan tidak hanya bertujuan untuk menghukum pelaku tindak pidana melainkan juga sebisa mungkin memulihkan kerugian yang diakibatkan tindak pidana yang dilakukan.

Aspek manajemen aset merupakan komponen yang perlu ditambahkan kedalam kerangka proses pemulihan aset yang telah ada guna memperoleh hasil yang optimal dari rangkaian proses yang telah dilakukan.

“Proses manajemen aset dalam pengelolaan aset hasil pemulihan aset tindak pidana dilakukan dengan memperhatikan prinsip efektifitas, efisiensi, dan fleksibilitas,” pungkasnya. (Tribun Network/Reynas Abdila)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas