Lengsernya Soeharto 25 Tahun Silam: Kerusuhan Mei 1998, Pidato Terakhir hingga Digantikan BJ Habibie
25 tahun silam, 21 Mei 1998, Soeharto resmi lengser sebagai Presiden. Lengsernya Soeharto ini melalui perjalanan panjang, termasuk kerusuhan Mei 1998.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Garudea Prabawati
![Lengsernya Soeharto 25 Tahun Silam: Kerusuhan Mei 1998, Pidato Terakhir hingga Digantikan BJ Habibie](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/soeharto-21523-1.jpg)
Mereka adalah Akbar Tandjung, AM Hendropriyono, Ginandjar Kartasasmita, Giri Suseno Hadihardjono, Daryanto Dhanutirto, Justika S Baharsjah, Kuntoro Mangkusbroto.
Lalu, Rachmadi Bambang Sumadhijo, Rahardi Ramelan, Subiakto Tjakrawerdaya, Sanyoto Sastrowardoyo, Sumahadi MBA, Theo L Sambuaga, dan Tanri Abeng.
Dalam buku BJ Habibie berjudul Detik-detik yang Menentukan, Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi (2006), BJ Habibie sempat bertanya pada Ginandjar Kartasasmita soal penolakan 14 menteri masuk Kabinet Reformasi.
Kala itu, BJ Habibie bertanya apakah penolakan tersebut sudah melalui komunikasi dengan Soeharto.
Ginandjar Kartasasmita mengaku belum berkomunikasi dengan Soeharto, namun telah melapor secara tertulis kepada Siti Hardiyanti Rukmana yang menjabat sebagai Menteri Sosial.
Baca juga: Daftar Nama Panglima Kostrad Sejak Berdiri hingga Sekarang: Ada Soeharto-Maruli Simanjuntak
Soeharto baru mengetahui soal pengunduran diri 14 menteri setelah menerima laporan tertulis dari sang ajudan, Kolonel Sumardjono, pada 20 Mei 1998 malam.
Dalam laporan itu, termuat keinginan 14 menteri secara tak langsung soal Soeharto mundur dari jabatannya.
"Kami berkesimpulan bahwa situasi ekonomi kita tidak akan mampu bertahan lebih dari satu minggu apabila tidak diambil langkah-langkah politik yang cepat dan tepat sesuai dengan aspirasi yang hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat, khususnya mengenai reformasi di segala bidang, seperti antara lain yang direkomendasi oleh DPR RI dengan pimpinan fraksi-fraksi pada Selasa, 19 Mei 1998," begitu petikan surat tersebut, masih dilansir Tempo edisi khusus Soeharto.
Penolakan ke-14 menteri ini menambah kekecewaan Soeharto lantaran sebelumnya Menteri Pariwisata, Seni, dan Budaya, Abdul Latief, telah mengundurkan diri.
Pidato Terakhir Soeharto
![Soeharto saat membacakan surat pengunduran dirinya sebagai Presiden RI pada Kamis, 21 Mei 1998 sekitar pukul 09.00 WIB di Credentials Room di Istana Merdeka, Jakarta. Soeharto kemudian digantikan oleh Wakil Presiden, BJ. Habibie.](https://cdn-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/soeharto-mundur-dari-jabatan-presiden-indonesia-pada-21-mei-1998-87y.jpg)
Usai menerima laporan tertulis berisi pengunduran diri 14 menterinya, Soeharto menyadari posisinya kala itu berada di tepi jurang.
Malam hari pada 20 Mei 1998, Soeharto pun menyusun konsep pidato pengunduran dirinya.
Saat konsep pidato pengunduran diri tengah disusun, Seoharto mengumpulkan anak-anak dan kerabatnya.
"Apapun risikonya, saya akan pertanggungjawabkan," ujarnya kala itu.
Ia juga menyebutkan sosok yang akan menjadi penggantinya memimpin Indonesia, yaitu BJ Habibie.
Tanggal 21 Mei 1998 pukul 09.00 WIB di Istana Merdeka, Soeharto menyampaikan pidato pengunduran dirinya.
"Dengan memperhatikan keadaan di atas, saya berpendapat sangat sulit bagi saya untuk dapat menjalankan tugas pemerintahan negara dan pembangunan dengan baik."
"Oleh karena itu, dengan memperhatikan ketentuan Pasal 8 UUD 1945 dan secara sungguh-sungguh memperhatikan pandangan pimpinan DPR dan pimpinan fraksi-fraksi yang ada di dalamnya, saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden RI terhitung sejak saya bacakan pernyataan ini pada hari Kamis, 21 Mei 1998," ujarnya membacakan pidato.
Pengumuman pengunduran diri tersebut menandai berakhirnya kerusuhan dan aksi protes yang sudah berlangsung lama di sejumlah wilayah Indonesia.
Hal ini juga berarti rezim Orde Baru berakhir dan berganti menjadi Reformasi.
Baca juga: Anggota FABEM Ceritakan Ketika Jadi Mahasiswa 1998, Jeritan Rakyat dan Rezim Soeharto
Dilansir Kontan.co.id, Harian Kompas yang terbit 22 Mei 1998, pernyataan mundurnya Soeharto sebagai presiden disambut gembira oleh ribuan mahasiswa yang menduduki Komplesk DPR/MPR, Senayan.
Mereka berlarian ke tangga utama DPR sembari bernyanyi lagu Sorak-sorak Bergembira.
Tak hanya itu, bendera Merah Putih yang awalnya dikibarkan setengah tiang, langsung dinaikkan menjadi satu tiang penuh.
Serahkan Jabatan Presiden pada BJ Habibie
![BJ Habibie, Kamis (21/5/1998), mengucapkan sumpah sebagai Presiden RI yang baru di Jakarta, disaksikan presiden sebelumnya, Soeharto.](https://cdn-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/bj-habibie-21523.jpg)
Usai mengumumkan kemundurannya, Soeharto menyerahkan jabatan sebagai presiden pada BJ Habibie.
Upacara serah terima jabatan (sertijab) hanya berlangsung singkat.
Soeharto tak banyak bicara dan langsung balik badan menuju Ruang Jepara, setelah bersalaman dengan BJ Habibie.
Wakil Ketua DPR kala itu, Syarwan Hamid, mengatakan Soeharto hanya berbicara semenit di hadapan pimpinan DPR/MPR usai sertijab.
"Saudara-saudara, saya tak menjadi presiden lagi. Tadi sudah saya umumkan kepada rakyat."
"Sesuai Pasal 8 UUD 1945, Habibie sudah mengucapkan sumpah di depan MA. Saya harap MPR dan DPR bisa menjaga bangsa ini. Terima kasih," kata Soeharto.
Bersama anak sulungnya, Siti Hardiyanti Rukmana, Soeharto keluar ruangan.
Saat menuruni tangga Istana, ia menyungginkan senyum tipis dan melambaikan tangan ke arah wartawan.
Setelahnya, Soeharto kembali pulang ke Cendana dengan pengawalan ketat.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W, Serambi News/Fatimah, Kontan.co.id)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.