Duit Rp 10 Triliun Dicairkan, Tower Proyek BTS Tidak Ada yang Berdiri, Rp 8 Triliuan Menguap
Menurut Mahfud, dalam proyek itu sejak 2020 sudah ada Rp 10 triliun anggaran yang dicairkan dari rencana total anggaran Rp 28 triliun.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD membeberkan sejumlah kejanggalan proyek pembangunan tower base transceiver station (BTS) yang berujung kasus korupsi dan menyeret mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate.
Menurut Mahfud, dalam proyek itu sejak 2020 sudah ada Rp 10 triliun anggaran yang dicairkan dari rencana total anggaran Rp 28 triliun.
Namun dari Rp10 triliun yang sudah cair itu, ternyata uang yang terpakai baru sekitar Rp 2 triliun.
Dengan demikan ada aliran uang Rp 8 triliun yang lenyap dalam proyek tersebut.
Mahfud menyebut proyek tersebut tak berjalan sesuai target yang ditentukan.
Baik dari segi jumlah maupun kualitas menara BTS yang akan dibangun, tak ada yang sesuai dengan spesifikasi yang dijanjikan.
”Saya melaporkan berdasarkan hasil dokumen dan analisis yang diperoleh, jadi ini adalah proyek BTS yang sudah direncanakan sudah lama,” kata Mahfud usai menemui Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (22/5/2023).
Baca juga: Dua Tersangka Korupsi BTS Dilimpah ke Penuntut Umum, Tersisa Eks Menkominfo Johnny G Plate
Proyek tersebut kata Mahfud sebenarnya sudah berlangsung sejak 2016 dan berjalan baik hingga 2019.
Proyek itu baru bermasalah pada 2020 ketika pelaksana proyek meminta pencairan anggaran lebih awal.
Mereka meminta Rp10 triliun agar dicairkan lebih cepat.
”Muncul masalah sejak anggaran tahun 2020, yaitu ketika proyek senilai 28 sekian triliun itu dicairkan dulu sebesar 10 koma sekian triliun pada 2020-2021," ungkapnya.
Masalah itu diketahui setelah dalam laporan pertanggungjawaban, tower BTS tersebut ternyata tidak ada yang berdiri.
”Pada Desember 2021 ketika laporan harus disampaikan dan penggunaan dana itu harus dipertanggungjawabkan, ternyata barangnya enggak ada, BTS-nya itu tower-towernya itu tidak ada,” kata Mahfud.
Pelaksana proyek ketika itu berkilah pekerjaan mereka terkendala Pandemi Covid-19.
Lalu mereka meminta perpanjangan pembangunan BTS hingga Maret 2022, meski hal itu menyalahi aturan.
”Padahal uangnya sudah keluar tahun 2020-2021, minta perpanjangan sampai Maret. Seharusnya itu tidak boleh secara hukum, tapi diberi perpanjangan sampai 21 Maret," kata Mahfud.
Nyatanya hingga Maret 2022, dari 4.200 tower yang ditargetkan itu, pelaksana proyek melaporkan baru 1.100 tower yang terealisasi.
Lalu berdasarkan pemeriksaan satelit, ternyata hanya ada 958 tower yang berdiri.
Penegak hukum kemudian memeriksa kelayakan 958 menara BTS tersebut dengan cara mengecek delapan menara sebagai sampel.
Ternyata dari delapan sampel itu, tidak ada yang berfungsi baik.
”Dari 958 itu tidak diketahui apakah itu benar bisa digunakan atau tidak karena, sesudah diambil 8 sampel dan itu semuanya itu tidak ada yang berfungsi sesuai spesifikasi,” ujar Mahfud.
Andaipun dari 958 menara BTS itu semuanya dianggap berfungsi, kata Mahfud, proyek yang telah dikerjakan itu hanya bernilai Rp2,1 triliun.
Dengan demikian dari Rp 10 triliun lebih anggaran yang telah cair, masih ada Rp8 triliun yang harus dipertanggungjawabkan. Uang Rp8 triliun itu yang sampai sekarang masih didalami ke mana mengalirnya.
"Dianggap benar yang sudah keluar itu semua hanya Rp2,1 triliun atau berapa gitu, sehingga yang Rp8 triliun itu uangnya masih ngelayap ke mana-mana. Sehingga masih ada penyalahgunaan dana atau ketidakjelasan dana yang tidak dipertanggungjawabkan dan nanti harus dipertanggungjawabkan di pengadilan itu sebesar Rp 8 triliun koma
sekian. Saya sudah sampaikan ke Presiden,” kata Mahfud.
Dengan konstruksi kasus seperti itu, Mahfud menegaskan kasus korupsi pembangunan menara BTS ini adalah murni urusan penegakan hukum, tak ada kaitannya dengan politik.
Termasuk penetapan Johnny G Plate sebagai tersangka, kata Mahfud, juga tak ada kaitannya dengan Pemilu maupun Pilpres.
"Enggak ada kaitannya dengan pemilu, dengan calon pilpres atau apa pun. Semua tahu itu karena dulu ketika mulai diselidiki itu juga sudah disiarkan di media massa," kata Mahfud.
Mahfud menegaskan penegak hukum, dalam hal ini Kejaksaan Agung akan mengusut tuntas kasus ini. Sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Menkominfo Mahfud juga telah menghubungi Kejaksaan Agung.
Ia mengatakan diri dan mempersilakan Kejaksaan Agung memeriksa lebih jauh soal apa dan siapa yang terkait kasus tersebut di lingkungan Kemenkominfo.
"Saya membuka diri, sudah menghubungi Kejaksaan Agung, silakan saja kalau perlu informasi apa, memeriksa apa, dan siapa di Kominfo, dipersilakan agar kasus itu menjadi selesai," kata Mahfud.
Pada saat yang sama, pemerintah akan tetap melanjutkan pembangunan menara BTS itu untuk kepentingan rakyat.
Pesan Jokowi
Presiden Jokowi berpesan agar Kominfo melanjutkan proyek pengadaan menara BTS. Selain itu, Jokowi ingin penyelewengan anggaran yang telah terjadi diusut tuntas.
"Tindakan hukum yang harus ditegakkan secara tegas terhadap perampok hak-hak rakyat ini. Soal proyeknya nanti kita cari jalan agar itu terus.
Sekarang masih diusahakan dilanjutkan karena itu proyek multiyears yang sudah berlangsung 14 tahun, dan kalau tidak diteruskan rugi," imbuhnya.
Sementara itu terkait Menkominfo definitif pengganti Plate, Jokowi belum memutuskannya.
Presiden Jokowi kata Mahfud, belum berencana melakukan reshuffle kabinet dan menunjuk Menkominfo baru.
Mahfud juga belum mengungkap siapa sosok yang akan menjadi Menkominfo. Untuk sementara, tugas Menkominfo akan ditangani Mahfud sebagai pelaksana tugas menteri.
"Enggak, belum diputuskan sampai berapa lama, Presiden tadi (sampaikan) tunggu aja sambil jalan. Pokoknya saya kerja dulu," kata Mahfud. (tribun network/fik/git/riz/dod)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.