Berikut 15 Bentuk Penyalahgunaan Anak dalam Pemilu Hasil Pengawasan KPAI
KPAI telah melakukan pengawasan selama tahapan Pilpres 2014, Pilkada 2017 dan 2018, serta Pemilu 2019.
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) telah melakukan pengawasan selama tahapan Pilpres 2014, Pilkada 2017 dan 2018, serta Pemilu 2019.
Hasil pengawasan menunjukkan masih banyak peserta Pemilu dan Pilkada yang melibatkan anak pada masa kampanye hingga sengketa penghitungan hasil Pemilu/Pilkada.
Ketua KPAI Ai Maryati Solihah menjelaskan pada tahun 2014 bentuk-bentuk penyalahgunaan anak dalam kegiatan politik sebanyak 248 kasus oleh 12 Partai Politik Nasional.
Sementara pelanggaran oleh partai politik peserta Pemilu tahun 2019 terdapat kurang lebih 80 kasus, antara lain: anak dibawa dalam kampanye terbuka maupun terbatas oleh Partai Politik atau orang tua yang hadir dalam kampanye tersebut.
“Kematian 2 anak korban aksi massa yang rusuh karena kekecewaan terhadap hasil Pilpres tahun 2019 di Jakarta, serta 1 korban jiwa di Pontianak,” kata Maryati dalam keterangannya yang dikutip, Rabu (24/5/2023).
Baca juga: Pastikan Hak Anak Tidak Disalahgunakan Dalam Pemilu 2024, KPAI Bangun Kerja Sama Dengan Bawaslu
Sebagai kristalisasi hasil pengawasan penyalahgunaan anak dalam politik sejak tahun 2014 hingga tahun 2019, KPAI telah mengindentifikasi 15 bentuk penyalahgunaan anak dalam kegiatan Pemilu yaitu:
1. Memanipulasi data anak yang belum berusia 17 tahun dan belum menikah agar bisa terdaftar sebagai pemilih serta daftar pemilih tetap.
2. Menggunakan tempat bermain anak, tempat penitipan anak, atau tempat pendidikan anak untuk kegiatan kampanye.
3. Memobilisasi massa anak oleh partai politik atau calon kepala daerah.
4. Menggunakan anak sebagai penganjur atau juru kampanye untuk memilih partai atau caleg tertentu.
5. Menampilkan anak sebagai bintang utama dari suatu iklan politik.
6. Menampilkan anak di atas panggung kampanye parpol dalam bentuk hiburan.
7. Menggunakan anak untuk memakai dan memasang atribut-atribut partai politik.
8. Menggunakan anak untuk melakukan pembayaran kepada pemilih dewasa dalam praktek politik uang oleh parpol atau calon kepala daerah.
9. Mempersenjatai anak atau memberikan benda tertentu yang membahayakan dirinya atau orang lain.
10. Memaksa, membujuk atau merayu anak untuk melakukan hal-hal yang dilarang selama kampanye, pemungutan suara, atau penghitungan suara.
11. Membawa bayi atau anak yang berusia di bawah 7 tahun ke arena kampanye terbuka yang membahayakan anak.
12. Melakukan tindakan kekerasan atau yang dapat ditafsirkan sebagai tindak kekerasan dalam kampanye, pemungutan suara, atau penghitungan suara (seperti kepala anak digunduli, tubuh disemprot air atau cat).
13. Melakukan pengucilan, penghinaan, intimidasi atau tindakan-tindakan diskriminatif kepada anak yang orang tua atau keluarganya berbeda atau diduga berbeda pilihan politiknya.
14. Memprovokasi anak untuk memusuhi atau membenci calon kepala daerah atau parpol tertentu.
15. Melibatkan anak dalam sengketa hasil penghitungan suara.
Sementara itu, berdasarkan hasil pengawasan terhadap proses pencocokan dan penelitian (coklit) pemutakhiran data pemilih, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI menemukan sebanyak 94.956 orang di bawah umur (anak) dan belum menikah (Tidak Memenuhi Syarat) yang dimasukkan ke dalam daftar pemilih.
Atas hal ini KPAI dan Bawaslu RI melakukan kerja sama guna membangun kerja sama guna memastikan pengawasan dan penindakan atas penyalahgunaan hak anak selama Pemilihan 2024.
Sebab penyalahgunaan dan eksploitasi anak dalam konteks politik akan membahayakan tumbuh kembang anak dan mengancam masa depan anak.
"Anak rentan mengalami berbagai bentuk kekerasan fisik dan terekspos dengan materi politik yang tidak sesuai dan merusak perkembangan emosi dan mental anak," kata Maryati dalam konferensi pers di hotel kawasan Jakarta Pusat, Selasa (23/5/2023).
Adapun materi politik yang merusak dan dapat memengaruhi persepsi dan prilaku sosial anak ialah seperti: praktik-praktik agitasi, agresi, propaganda, serbuan hoax yang mengadu-domba, ajakan dan hasutan untuk mencurigai dan membenci serta pelabelan negative lawan politik.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.