Novel Baswedan Yakin Putusan MK soal Perpanjangan Masa Pimpinan KPK Bukan untuk Periode Firli Cs
Mantan penyidik KPK Novel Baswedan meyakini soal putusan perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK bukan untuk periode Firli Bahuri cs.
Penulis: Abdi Ryanda Shakti
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdi Ryanda Shakti
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan meyakini soal putusan perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK bukan untuk periode Firli Bahuri cs.
Novel mengatakan jika dilihat dari perspektif hukum, maka putusan tersebut seharusnya berlaku untuk pimpinan KPK masa selanjutnya.
"Dari persepektif hukum melihat Putusan itu saya yakin itu putusan bukan untuk periode ini," kata Novel kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (25/5/2023).
Novel mengatakan saat Presiden melantik pimpinan lembaga antirasuah tersebut, sudah ada surat keputusan (SK) yang berlaku.
Jika melihat SK yang ada, masa jabatan Firli cs berlaku mulai 2019 hingga 2023. Artinya, masa jabatan Firli sebagai ketua KPK akan habis pada tahun ini.
"Karena presiden ketika mengangkat pimpinan KPK kan dengan SK, SK nya itu kurang lebih mengatakan periode pimpinan KPK untuk 2019-2023 ya kan," ucapnya.
Novel pun mencontoh saat Nurul Ghufron diangkat menjadi pimpinan KPK. Saat itu, tidak diberlakukan Undang-undang yang baru melainkan masih menggunakan Undang-Undang sebelumnya.
"Kurang lebih sama seperti Nurul Ghufron yang menjadi pimpinan KPK, ketika ikut proses, dia kan sudah mengikuti syarat-syarat administrasi, umurnya 40, tapi ketika menjelang kemudian proses itu ada pelantikan maka Nurul Ghufron tidak mengikuti UU yang baru atau perubahan UU tapi mengikuti sesuatu hal yang sudah ada," tuturnya.
Lebih lanjut, Novel mengatakan kedepannya KPK dipimpin oleh orang-orang yang berkelas sehingga bisa menunjukan taringnya kembali sebagai lembaga pemberantasan korupsi.
"Oleh karena itu saya yakin Pak Presiden apa lebih daripada SK yang dibuat dan tentunya pansel kan telah disiapkan ya dan saya yakin mereka akan segera bekerja lah, semoga mendapat pimpinan yang baik agar kita tidak bersedih lagi," ungkapnya.
Putusan MK
Periode kepemimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini menjadi lima tahun.
Baca juga: Masa Jabatan Pimpinan KPK Jadi 5 Tahun, Golkar: Hakim MK Pasti Sudah Pertimbangkan Segala Aspek
Putusan ini dibacakan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sidang dengan nomor perkara 112/PUU-XX/2022 pada Kamis (25/5/2023).
Diubahnya periode kepemimpinan KPK dari empat menjadi lima tahun guna menguatkan kedudukan pimpinan KPK.
"Oleh karena itu, guna menegakkan hukum dan keadilan, sesuai Pasal 24 ayat 1 UUD 1945 dan menurut penalaran yang wajar, ketentuan yang mengatur tentang masa jabatan pimpinan KPK seharusnya disamakan dengan ketentuan yang mengatur tentang hal yang sama pada lembaga negara constitutional importance yang bersifat independen yaitu selama 5 tahun," kata hakim MK Arief Hidayat dalam sidang.
Sebelumnya, MK menerima gugatan uji materi tentang masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) yang diajukan oleh pemohon Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.
Gugatan Nurul Ghufron terkait Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diterima MK. Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi menerima permohonan uji materiil masa jabatan pimpinan KPK tersebut dengan tiga alasan utama.
Sistem perekrutan pimpinan KPK dengan skema empat tahunan berdasar Pasal 34 UU 30/2002 telah menyebabkan dinilainya kinerja pimpinan KPK yang merupakan manifestasi dari kinerja lembaga KPK sebanyak dua kali oleh presiden maupun DPR terhadap KPK tersebut dapat mengancam independensi KPK.
"Karena dengan kewenangan DPR maupun DPR untuk dapat melakukan seleksi atau rekrutmen pimpinan KPK sebanyak 2 kali dalam periode atau masa jabatan kepemimpinannya, berpotensi tidak hanya mempengaruhi independensi pimpinan KPK tetapi juga beban psikologis dan benturan kepentingan pimpinan KPK yang hendak mendaftarkan diri," ucap Arief Hidayat.
Dalam amar putusannya, Anwar Usman menyatakan sejumlah dalil utama terkait putusan persidangan.
"Mengadili pertama mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya," tegas Anwar Usman. Kedua disebut Anwar Usman menyatakan Pasal 29 huruf e Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 197, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6409) yang semula berbunyi, "Berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan", bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, "berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun atau berpengalaman sebagai Pimpinan KPK, dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan".
Baca juga: Novel Baswedan Ucapkan Innalillahi Sikapi Putusan MK Soal Masa Jabatan Pimpinan KPK Jadi 5 Tahun
Selain itu dalam putusannya, Anwar menyatakan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4250) yang semula berbunyi, "Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 4 (empat) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan", bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan".