Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Abraham Samad: Putusan MK Perpanjang Masa Jabatan Pimpinan KPK Tak Penuhi Standar Norma Hukum

Mantan Ketua KPK Abraham Samad menyebut ada keganjilan dalam putusan MK kabulkan permohonan Nurul Ghufron soal perpanjangan masa jabatan KPK.

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Wahyu Aji
zoom-in Abraham Samad: Putusan MK Perpanjang Masa Jabatan Pimpinan KPK Tak Penuhi Standar Norma Hukum
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Anggota Koalisi Masyarat Sipil Anti Korupsi Abraham Samad menyuarakan pendapatnya saat melakukan unjuk rasa di Gedung KPK, Jakarta, Senin (10/4/2023). Koalisi yang terdiri dari sejumlah tokoh pegiat antikorupsi seperti Abraham Samad, Denny Indrayana, dan Saut Situmorang tersebut menuntut agar Ketua KPK Firli Bahuri dicopot dari jabatannya serta meminta Dewan Pengawas KPK menyelidiki masalah pemberhentian Brigjen Endar Priantoro dari jabatan Direktur Penyelidikan KPK. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Ketua KPK Abraham Samad menyebut ada keganjilan dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan permohonan Nurul Ghufron soal perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK menjadi 5 tahun.

Menurut Samad, ada keganjilan dalam putusan MK tersebut utamanya soal standar norma hukum.

"Bukan setuju atau tidak setuju, tapi apakah ini memenuhi standar-standar norma hukum atau tidak. Kalau kita bicara standar norma hukum maka ada beberapa keganjilan dalam putusan MK," kata Samad dalam tayangan Kompas TV, Jumat (26/5/2023).

Ia mengungkap bahwa gugatan yang dilayangkan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam perkara 112/PUU-XX/2022 merupakan kepentingan pribadi.

Mengingat gugatan tersebut mulanya menyoal masalah batas minimal umur pencalonan pimpinan KPK.

Namun di tengah jalan Nurul Ghufron memasukkan kembali gugatan yang berkenaan dengan masa jabatan pimpinan KPK.

BERITA REKOMENDASI

"Di tengah jalan Nurul Ghufron memasukkan kembali gugatan yang berkaitan dengan masa jabatan pimpinan KPK," ungkapnya.

Sebagaimana diketahui, dalam persidangan Kamis (25/5/2023), MK memutuskan untuk mengabulkan seluruh gugatan yang diajukan Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron.

Gugatan itu teregister dengan nomor perkara 112/PUU-XX/2022.

"Mengadili, mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK, Anwar Usman.

Salah satu poin gugatan yang dikabulkan, yaitu tentang masa jabatan Pimpinan KPK.

Dalam putusannya, MK menyatakan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang berbunyi, "Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 4 tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan," bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Oleh sebab itu, pasal tersebut dianggap tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

"Sepanjang tidak dimaknai, Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan," katanya.

MKi menerima permohonan uji materiil masa jabatan pimpinan KPK tersebut dengan tiga alasan utama.

Baca juga: Dissenting Opinion 4 Hakim Dalam Putusan Perpanjangan Pimpin KPK Dinilai Menunjukkam Keterbelahan MK

Sistem perekrutan pimpinan KPK dengan skema empat tahunan berdasar Pasal 34 UU 30/2002 telah menyebabkan dinilainya kinerja pimpinan KPK yang merupakan manifestasi dari kinerja lembaga KPK sebanyak 2 kali oleh presiden maupun DPR terhadap KPK tersebut dapat mengancam independensi KPK.

"Karena dengan kewenangan DPR maupun DPR untuk dapat melakukan seleksi atau rekrutmen pimpinan KPK sebanyak 2 kali dalam periode atau masa jabatan kepemimpinannya, berpotensi tidak hanya mempengaruhi independensi pimpinan KPK tetapi juga beban psikologis dan benturan kepentingan pimpinan KPK yang hendak mendaftarkan diri," ucap Arief Hidayat.

Dalam amar putusannya, Anwar Usman menyatakan sejumlah dalil utama terkait putusan persidangan.

"Mengadili pertama mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya," tegas Anwar Usman. Kedua disebut Anwar Usman menyatakan Pasal 29 huruf e Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 197, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6409) yang semula berbunyi, "Berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan", bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, "berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun atau berpengalaman sebagai Pimpinan KPK, dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan".

Selain itu dalam putusannya, MK menyatakan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4250) yang semula berbunyi, "Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 4 (empat) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan", bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan".

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas