KPK Sita Rp 1,5 Miliar Terkait Kasus Eks Bupati Membramo Tengah Ricky Ham Pagawak
KPK menyita uang tunai terkait kasus suap, gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menyeret Bupati nonktif Membramo Tengah.
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi telah menyita uang tunai terkait kasus suap, gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menyeret Bupati nonktif Membramo Tengah, Ricky Ham pagawak.
Uang tunai yang disita mencapai Rp 1,5 miliar.
Tim penyidik KPK menyita uang tersebut dari staf DPP Partai Demokrat, Reyhan Khalifa.
Reyhan pun telah diperiksa oleh tim penyidik pada Selasa (23/5/2023).
"Dilakukan penyitaan uang Rp 1,5 Miliar dari saksi dimaksud," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya pada Kamis (25/5/2023).
Baca juga: KPK Duga Andi Arief Tahu Aliran Uang Panas Ricky Ham Pagawak ke Kader Partai Demokrat
Selain penyitaan, tim penyidik juga menggali keterangan dari Reyhan Khalifa terkait perkara Ricky Ham Pagawak ini.
Satu di antara materi yang didalami, yaitu mengenai aliran uang dari Ricky Ham Pagawak.
"Tim penyidik mendalami pengetahuan saksi tersebut antara lain terkait dengan dugaan aliran uang tersangka RHP ke beberapa pihak," katanya.
Konstruksi Perkara Ricky Ham Pagawak
Ricky Ham Pagawak yang menjabat selaku Bupati Kabupaten Mamberamo Tengah, Provinsi Papua selama dua periode yaitu 2013-2018 dan 2018-2023, banyak mengerjakan proyek pembangunan infrastruktur.
Dengan kewenangan sebagai bupati dimaksud, kader Partai Demokrat itu kemudian diduga menentukan sendiri para kontraktor yang nantinya akan mengerjakan proyek dengan nilai kontrak pekerjaannya mencapai belasan miliar rupiah.
"Syarat yang ditentukan RHP agar para kontraktor bisa dimenangkan antara lain dengan adanya penyetoran sejumlah uang," ungkap Ketua KPK, Firli Bahuri.
Para kontrakor dimaksud antara lain Direktur Utama PT Bina Karya Raya, Simon Pampang; Direktur PT Bumi Abadi Perkasa, Jusieandra Pribadi Pampang; dan Direktur PT Solata Sukses Membangun, Marten Toding. Ketiganya telah divonis bersalah oleh pengadilan.