MK Perpanjang Masa Jabatan Pimpinan KPK, Pakar Hukum Tata Negara Bilang Tidak Boleh Berlaku Surut
Feri mengatakan hal tersebut karena asas hukum yang berlaku universal menyatakan hukum tidak boleh berlaku surut.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan permohonan terkait perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan hal tersebut tidak boleh berlaku surut.
Feri mengatakan hal tersebut karena asas hukum yang berlaku universal menyatakan hukum tidak boleh berlaku surut.
"Asas hukum yang berlaku universal bahwa tidak boleh hukum berlaku surut. Asas hukum itu sumber hukum juga. Konsep berlaku surut juga ada di UUD," kata Feri ketika dihubungi Tribunnews.com pada Jumat (26/5/2023).
"Kedua, menentang Pasal 28D ayat (3) UUD karena akan menghambat kepentingan orang lain yang hendak berpartisipasi menjadi pimpinan KPK," lanjut dia.
Baca juga: MK Kabulkan Gugatan Jabatan Pimpinan KPK Diperpanjang Setahun di Tengah Rencana Seleksi Capim KPK
Selain itu, menurutnya, juga ada hal yang perlu menjadi catatan dalam putusan tersebut.
Feri juga menilai putusan tersebut membuka ruang pimpinan KPK saat ini untuk menjegal pencalonan presiden dari kubu oposisi pemerintah.
"Putusan itu membuka ruang pimpinan KPK saat ini akan menjegal pencalonan presiden dari kubu oposisi pemerintah," kata dia.
Sebagaimana diketahui, dalam persidangan Kamis (25/5/2023), MK memutuskan mengabulkan seluruh gugatan Nurul Ghufron yang teregister dengan nomor perkara 112/PUU-XX/2022.
"Mengadili, mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK, Anwar Usman.
Salah satu poin gugatan yang dikabulkan, yaitu tentang masa jabatan Pimpinan KPK.
Dalam putusannya, Anwar Usman menyatakan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang berbunyi, "Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 4 tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan," bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Oleh sebab itu, pasal tersebut dianggap tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
"Sepanjang tidak dimaknai, Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 5 tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan," katanya.