Mahfud Sebut Fakta Kecurangan di Sengketa Hasil Pemilu Tak Selalu Batalkan Kemenangan Calon Terpilih
Mahfud MD mengatakan gugatan sengketa hasil pemilu atas tuduhan kecurangan, tak selalu bisa membatalkan hasil pemilu meski dalil kecurangan terbukti
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan gugatan sengketa hasil pemilu atas tuduhan kecurangan, tak selalu bisa membatalkan hasil pemilu meskipun dalil kecurangannya terbukti.
"Cuma supaya diingat, kecurangan seperti ini meski terbukti tidak selalu membatalkan hasil pemilu," kata Mahfud dalam rapat jaga stabilitas politik Pemilu 2024, disiarkan langsung Youtube Kompas TV, Senin (29/5/2023).
Mahfud mencontohkan ketika dirinya mencalonkan diri berhadapan dengan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo dan antar keduanya ada selisih 1 juta suara.
Dirinya selaku pihak yang kalah kemudian menggugat ke MK atas dalil kecurangan. Kemudian kecurangan tersebut terbukti di persidangan namun hanya 200 suara.
Dalam kondisi tersebut kata Mahfud, MK membenarkan adanya tindak kecurangan namun pemenang pemilu tetap Listyo. Hal ini karena jumlah 200 suara tersebut tak bisa mencukupi jarak 1 juta suara sebelumnya.
"Kalau saya calon, pak Listyo calon. Pak Listyo menang dapat 5 juta suara, saya dapat 4 juta. Lalu saya menggugat ke MK membuktikan pak Listyo curang, terbukti curang tapi curangnya hanya 200 (suara). Dalam keadaan begini meskipun benar terjadi kecurangan, pak Listyo tetap menang karena 200 kalau ditambahkan ke saya nggak mengungguli angkanya pak Listyo," kata Mahfud mencontohkan.
Mahfud pun mencontohkan kasus lain atas dasar pengalamannya yang pernah menangani sengketa hasil ketika masih menjabat Ketua MK.
Saat ini kata Mahfud, ada pihak yang mengajukan permohonan sengketa hasil pemilu ke MK dengan dalil gubernur petahana melakukan penyalahgunaan fasilitas negara berupa dana pemerintah untuk menyuap pemilih.
Dalam perkara sengketa tersebut, MK tetap menyatakan gubernur selaku tergugat menang. Namun kala itu Mahfud melaporkan temuan dalam fakta persidangan yakni adanya penggunaan dana negara dari gubernur yang bersangkutan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Lewat laporan dari fakta sidang di MK tersebut, KPK menetapkan gubernur sebagai tersangka.
"Dalam pengalaman saya, misalnya ada 2 gubernur masuk penjara, terbukti dia menggunakan dana pemerintah untuk menyuap pemilih, dan menang," katanya.
Baca juga: Politisi PDIP Minta Polisi Periksa Denny Indrayana, Buntut Bocorkan Putusan MK soal Sistem Pemilu
"Kita tetap nyatakan menang, kenapa, karena satu tidak signifikan perbedaan angkanya. Kedua, tidak ada yang bisa membuktikan bahwa yang dibayar itu betul-betul milik dia," lanjut dia.
"Oleh sebab itu tetap menang, tapi saya kirim ke KPK, ini ada penggunaan dana di sidang MK. Dia masuk penjara," pungkas Mahfud.