Perhimpunan Advokat Menyayangkan Putusan MK Soal Perubahan Masa Jabatan Pimpinan KPK Jadi 5 Tahun
Perhimpunan Advokat Pro Demokrasi (PAPD) turut menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi yang diduga syarat akan kepentingan segelintir orang.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kalangan praktisi hukum dan masyarakat menyoroti keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang merubah masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi 5 tahun.
Perhimpunan Advokat Pro Demokrasi (PAPD) turut menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi yang diduga syarat akan kepentingan segelintir orang.
Direktur Eksekutif PAPD Agus Rihat P. Manalu mengatakan, pihaknya sangat menyayangkan atas langkah yang diambil oleh MK terkait peraturan perubahan masa jabatan pimpinan KPK tersebut.
"MK telah off side dengan melakukan perubahan masa jabatan ketua KPK dari 4 tahun menjadi 5 tahun. Seharusnya DPR lah yang membuat undang undang tersebut bukan di MK," ujar Agus Rihat kepada wartawan, Selasa (30/5/2023).
Rihat juga mengatakan, Mahkamah Konstitusi (MK) telah lalai dalam menjalankan tugasnya dan inkonstitusional dalam putusan yang mengubah masa jabatan Pimpinan KPK dari empat tahun menjadi lima tahun.
Dia menilai, publik dipertontonkan dengan fakta bahwa KPK dan MK telah menjadi alat politik kekuasaan, tidak independen sebagai lembaga anti rasuah dan lembaga penjaga konstitusi.
"Perbedaan putusan MK soal masa jabatan pimpinan dan usia minimal pimpinan KPK itu dengan kasus serupa yang terjadi pada saat sejumlah warga mengajukan uji materi pada UU Nomor 7 tahun 2020 tentang MK," katanya.
"MK juga kemudian ketika dihadapkan pada persoalan tentang masa jabatan hakim MK, itu juga menganggap itu tidak bertentangan dengan keadilan,” tambah dia.
Lebih lanjut Rihat mengatakan MK sebelumnya mengabulkan gugatan uji materiil Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron atas Pasal 34 dan Pasal 29 huruf e UU KPK.
Implikasi dari putusan itu, masa jabatan pimpinan KPK dari yang semula empat tahun menjadi lima tahun.
Selain itu, MK juga mengubah muatan pada Pasal 29 huruf e UU KPK dari yang awalnya berbunyi “Berusia paling rendah 50 tahun dan paling tinggi 65 tahun pada proses pemilihan”, diubah menjadi “Berusia paling rendah 50 tahun atau berpengalaman sebagai pimpinan KPK dan paling tinggi 65 tahun pada proses pemilihan."
Baca juga: Komisi III DPR Tunggu Sikap Pemerintah soal Putusan Perpanjangan Masa Jabatan Pimpinan KPK
Sebelumnya, MK menerima gugatan uji materi tentang masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) yang diajukan oleh pemohon Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.
Gugatan Nurul Ghufron terkait Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diterima MK.
Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi menerima permohonan uji materiil masa jabatan pimpinan KPK tersebut dengan tiga alasan utama.
Sistem perekrutan pimpinan KPK dengan skema empat tahunan berdasar Pasal 34 UU 30/2002 telah menyebabkan dinilainya kinerja pimpinan KPK yang merupakan manifestasi dari kinerja lembaga KPK sebanyak dua kali oleh presiden maupun DPR terhadap KPK tersebut dapat mengancam independensi KPK.
"Karena dengan kewenangan DPR maupun DPR untuk dapat melakukan seleksi atau rekrutmen pimpinan KPK sebanyak 2 kali dalam periode atau masa jabatan kepemimpinannya, berpotensi tidak hanya mempengaruhi independensi pimpinan KPK tetapi juga beban psikologis dan benturan kepentingan pimpinan KPK yang hendak mendaftarkan diri," ucap Arief Hidayat.
Dalam amar putusannya, Anwar Usman menyatakan sejumlah dalil utama terkait putusan persidangan.
"Mengadili pertama mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya," tegas Anwar Usman. Kedua disebut Anwar Usman menyatakan Pasal 29 huruf e Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 197, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6409) yang semula berbunyi, "Berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan", bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, "berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun atau berpengalaman sebagai Pimpinan KPK, dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan".
Selain itu dalam putusannya, Anwar menyatakan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4250) yang semula berbunyi, "Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 4 (empat) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan", bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan".
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.