Tidak Tepati Janji Revisi PKPU 10/2023, Hadar Nafis Gumay Sebut KPU Lakukan Pembohongan Publik
Anggota KPU RI 2012-2017 Hadar Nafis Gumay mengatakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI telah melakukan pembohongan publik.
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota KPU RI 2012-2017 Hadar Nafis Gumay mengatakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI telah melakukan pembohongan publik.
Hal ini berlandaskan dari tindakan KPU yang tak kunjung melakukan revisi terhadap Peraturan KPU (PKPU) 10/2023 soal keterwakilan perempuan.
Padahal, usai melakukan pertemuan tripartit dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), KPU berjanji bakal melakukan revisi terhadap PKPU yang dinilai merugikan perempuan dalam tahapan pemilu ini.
Sebagai informasi, Gumay merupakan pihak perseorangan yang turut bersama Koalisi Koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan mengajukan uji materi PKPU No 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota ke Mahkamah Agun (MA), Senin (5/6/2023) hari ini.
“Jadi ini persoalan yang sangat serius, yang dilakukan di KPU tripartit tanggal 10 Mei yang lalu, itu (KPU) sebetulnya sudah melakukan pembohongan publik,” kata Gumay ditemui di kawasan Gedung MA.
“Mereka mengatakan bersama-sama akan mengubah PKPU-nya tapi kemudian sampai hari Ini tidak mereka lakukan. Bahkan ada anggota yang mengatakan tidak akan merubah,” tambahnya.
Hal tersebut lah yang jadi satu dari beberapa alasan Gumay dan pihak koalisi untuk mengajukan uji materi ke MA. Selain juga guna membuka kesempatan luas untuk partisipasi perempuan dalam pemilu.
“Oleh karena itu tidak ada pilihan lain karena kita ingin bahwa kesempatan partisipasi perempuan betul-betul adil besar di dunia politik kita di dalam pemilu, kami mengajukan judicial review ke MA ini,” tuturnya.
Lebih lanjut, uji materi di tengah tahapan pemilu yang terus berjalan di rasa Gumay tidak menjadi kendala. Hal ini mengingat dalam PKPU sendiri masih ada dasar untuk mengubah informasi bakal calon legislatif sebelum ditetapkan menjadi Daftar Calon Tetap (DCT).
“Ini prosesnya kan akan 30 hari ya, dan menurut saya, itu tidak ada masalah. Apalagi di dalam PKPU kita itu ada ruang di mana perubahan urutan, nama, dapil, itu sampai bagian atau tahap akhir sebelum penetapan DCT, jadi ruang itu masih besar,” ujarnya.
Sebagai informasi, 17 April 2023 KPU telah menetapkan PKPU No 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
Salah satu klausul dalam PKPU tersebut, yaitu Pasal 8 ayat (2) huruf b, mengatur:
Dalam hal penghitungan 30 persen (tiga puluh persen) jumlah Bakal Calon perempuan di setiap Dapil menghasilkan angka pecahan maka apabila dua tempat desimal di belakang koma bernilai:
Baca juga: Aturan Keterwakilan Perempuan Belum Direvisi, KPU Dinilai Belum Sepenuhnya Independen
a. kurang dari 50 (lima puluh), hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke bawah; atau
b. 50 (lima puluh) atau lebih, hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke atas.
Pengaturan tersebut lalu diikuti dengan penerbitan Keputusan KPU No. 352 Tahun 2023 tentang Pedoman Teknis Pengajuan Bakal Calon Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, yang lebih rinci mendetailkan implementasi dari ketentuan Pasal 8 Ayat 2 PKPU 10/2023 tersebut.
Dalam PKPU Pasal 8 Ayat 2 PKPU 10/2023, pembulatan keterwakilan perempuan dihitung secara matematika. Apabila lebih dari 0,5 maka dibulatkan ke atas. Sedangkan apabila kurang dari 0,5 dibulatkan ke bawah.
Contohnya, apabila di sebuah dapil terdapat delapan alokasi kursi, maka jumlah 30 persen keterwakilan perempuannya adalah 2,4.
Dari angka itu, karena angka di belakang desimal kurang dari 5, maka berlaku pembulatan ke bawah. Akibatnya, keterwakilan perempuan dari total 8 caleg di dapil itu cukup hanya 2 orang dan itu dianggap sudah memenuhi syarat.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.